Pulau Deli

pulau di Kabupaten Pandeglang

Pulau Deli, adalah sebuah pulau kecil yang terletak di Samudra Hindia yang berbatasan dengan Australia. Secara administratif, pulau ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Pandeglang, Banten.[1] pulau ini terletak di titik koordinat 7°01′00″LS,105°31′25″BT. dengan Titik Dasar (TD) 147 dengan Titik Referensi (TR) 147.Jenis garis pangkal dari pulau ini adalah Garis Pangkal Lurus Kepulauan, yaitu garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada Garis Rendah pada titik terluar pulau terluar, dan karang kering terluar yang satu dengan titik terluar pada Garis Air Rendah pada titik terluar pulau terluar, karang keringa yang lainya yang berdampingan. Garis pangkal kepulauan ini ditarik oleh Pemerintah dengan tujuan untuk menetapkan lebar laut territorial.

Peta letak Pulau Deli
Pulau Deli
Pulau Deli di Indonesia
Pulau Deli
Pulau Deli
Pulau Deli (Indonesia)
Pulau Deli di Provinsi Banten
Pulau Deli
Pulau Deli
Geografi
LokasiAsia Tenggara
Koordinat7°00′23″S 105°32′43″E / 7.006379°S 105.545162°E / -7.006379; 105.545162Koordinat: 7°00′23″S 105°32′43″E / 7.006379°S 105.545162°E / -7.006379; 105.545162
Pemerintahan
NegaraIndonesia
ProvinsiProvinsi Banten
KabupatenKabupaten Pandeglang
Info lainnya
Zona waktu
Peta

Jarak Pulau Deli ke Ibukota NKRI adalah sejauh ±168,62 km. Sedangkan jaraknya dengan Ibukota Provinsi Banten adalah ±119,50 km. Desa terdekat dari Pulau Deli adalah Desa Rancapinang, Pemerintah Kabupaten Pendeglang masih akan memastikan wilayah adminitrasi Pulau Deli, apakah masuk kedalam Desa Cikiruh Wetan, Kecamatan Cikeusik, atau Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu.

Diketahui bahwa daratan yang terdekat dengan Pulau Deli adalah Tanjung Sodong dan Pulau Tinjil. Sebagai akses utama menuju Pulau Deli, yaitu Muara Binuangeun, sebuah kawasan pedesaan pesisir pantai banyak destinasi wisata pantai yang mungkin sudah tidak asing. Pengunjungnya pun tak hanya dari sekitaran lokasi, sebagian besar justru dari Jakarta, Bandung, Sukabumi, Bogor dan Serang. Waktu tempuh dari Muara Binuangeun menuju Pulau Deli akan memakan perjalanan selama lebih kurang 3 atau bahkan 4 jam, jika menggunakan kapal motor berkecepatan rata-rata 5 knot. Apabila diakses melalui tarnsportasi laut dari Desa Rancapinang, waktu tempuh yang dibutuhkan lebih singkat yaitu ±1 jam. Namun di Baik di Rancapinang maupun Pulau Deli belum terdapat dermaga permanen guna mendaratkan penumpang.

Ekosistem Pulau dan Ekosistem Pesisir dan Laut sunting

Karena dataran yang cukup luas ekosistem di Pulau Deli cukup beragam. Pada pantai utara hingga tengah pulau ditumbuhi oleh pohon-pohon berkayu dengan tajuk yang cukup rapat. Jenis yang banyak ditemukan adalah katapang, nyamplung, kempis dan badur. Mulai bagian timur sampai ke selatan dan barat, hanya ditemukan jenis pandan, bintaro dan beberapa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah tersebut berupa jampang, alang-alang, cente. Tumbuhannya tampak meranggas disebabkan oleh terpaan angin barat yang cukup kencang.

Menelisik pulau ini akan menghadirkan suasana yang eksotis, selain karena pulau ini sesungguhnya tak berpenghuni tetap, pulau ini berisi flora dan fauna yang beberapa diantaranya termasuk langka. Menelusuri lebih jauh akan menemukan kawanan monyet ekor panjang yang nyaman dalam habitat alaminya.

Deli Pulau Deli memiliki ekosistem pantai yang cukup lengkap dengan adanya terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan biota laut lainnya sepeti ikan karang, ikan pelagis kecil, lobster, udang dan kepiting merah. adalah salah satu PPKT yang dikelilingi ekosistem terumbu karang dengan jenis yang cukup beragam. Umumnya penutupan terumbu karang pada kawasan perairan Provinsi Banten rendah – sedang sekitar < 50 % termasuk kategori buruk-sedang. Kondisi terumbu karang di sekitar perairan Pulau Deli sebagian besar berbentuk hardcoral. Kondisi sebagian telah rusak karena praktek penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti dengan bantuan bom ikan.

Kawasan mangroves paling luas ditemukan di Kab. Pandeglang, yaitu 1.833.623 Ha. Nilai kerapatan vegetasi mangrove di Kabupaten Pandeglang sebesar 630 ind/ha. Pada umumnya mangrove ini dijumpai berupa spot-spot dan jarang dijumpai dalam bentuk populasi yang luas. Adapun Jenis-jenis bakau atau mangrove yang ditemukan di Provinsi banten terdiri dari 9 (Sembilan) jenis mangrove dari 6 suku, yaitu Rhizophoraceae terdiri dari 3 jenis yaitu Bruguiera cylindrical, Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata, suku Avicenniaceae terdiri dari satu jenis yaitu Avicennia marina, suku Combretaceae terdiri dari satu jenis yaitu Lumnitzera racemosa, Suku Lythraceae yang terdiri dari dua jenis yaitu Pemphis acidula dan Rotala occultittora, Suku Aizoaceae terdiri dari satu jenis yaitu Sestrivium portulacastrum dan Suku Malvaceae terdiri dari satu jenis yaitu Thespesia populnea.

Morfologi Pulau sunting

Pulau Deli memiliki luas wilayah ± 11,183 km2 pada titik pasang terendah dan luas 9,469 km2 pada saat titik pasang tertinggi. Pulau Deli berupa dataran rendah dengan topografi datar sampai landai. Ketinggian dari permukaan laut anatar 0-5 meter. Bagian tengah pulau datar dan basah pada musim hujan, namun pada musim kemarau dalam keadaan kering. Akibat hantaman ombak dan kekuatan arus di sekelilingnya, kondisi pantai landai dengan pasirnya yang putih di sebelah utara dan berbatu di sebelah selatan dan barat.

Pulau Deli menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson memiliki iklim tipe B dengan curah hujan rata-rata 1.585 mm. Suhu rata-rata pada musim hujan 22,80◦C dan pada musim kering 31,30◦C. Tingkat kelembabannya adalah 79%. Pada musim kemarau yang berlangsung dari bulan Mei hingga bulan Agustus bertiup angin timur. Sedangkan pada musim hujan yang berlangsung dari bulan September hingga April bertiup angin barat. Pada bulan Desember dan Maret sering terjadi angin ribut yang cukup berbahaya bagi pelayaran.

Jenis morfologi Pulau Deli adalah pulau karang yang prosesnya terbentuk pada periode Holocene yang berlangsung dari 12.000 tahun lalu hingga saat ini. Menurut Buku Profil Inventarisasi dan Identifikasi Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Pandeglang, Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten Tahun 2011, Pulau Deli secara geologi memiliki jenis batuan Sedimen Neogen yang termasuk dalam zona lajur pegunungan selatan. Jenis tanah di pulau ini adalah latosol, litosol dan endapan permukaan yang terdiri dari batu gamping koral dan bunga karang. Jenis tanah lainnya di Pulau Deli adalah posdolik kuning dengan tekstur lempung berpasir. Struktur tanah yang remah dan hanya sedikit berbatu sehingga tanah di Pulau Deli memiliki kesuburan cukup tinggi.

Jenis tanah di Pulau Deli serta letak pulau yang berada di tengah luasnya samudera menyebabkan angin bertiup cukup kencang dan membawa kandungan garam, serta faktor tanah dan kondisi geografis tersebut menyebabkan rendahnya keanekaragaman tumbuhan. Pantai di sepanjang Pulau Deli bentuknya berubah-ubah sesuai kekuatan ombak. Pada tempat yang sama terkadang keadaan pantainya landai dan cukup lebar, pada waktu lain menjadi curam dan sempit. Pengaruh Samudera Hindia dengan gelombang besar pantai selatan yang dihasilkannya, mengikis pulau ini. Terdapat beberapa sumber air permukaan seperti rawa-rawa dan sumur. Rawa-rawa atau genangan di sisi utara pulau. Selain air permukaan berupa rawa-rawa ditemukan pula beberapa sumber air tawar yang diakses melalui tiga sumur. Dua sumur berada di pesisir utara dekat komplek kantor perusahaan penangkaran primate, CV. Primates. Salah satu sumur tersebut sudah berubah menjadi agak payau. Satu sumur lagi dapat ditemuka di sisi barat laut pulau yang saat ini digunakan para nelayan udang dan lobster yang tinggal sementara di Pulau Deli.

Kependudukan dan Sosial Budaya sunting

Di Pulau Deli bukan pulau berpenduduk dan tidak akan ditemui aktivitas sosial yang utuh sebagaimana halnya perkampungan komunitas pesisir. Namun Pulau ini pernah dihuni oleh pekerja dari CV. Primates yang mengelola penangkaran monyet ekor panjang (Macca Fascicularis). Pulau Deli dan Pulau Tjinjil sempat dikenal sebagai lokasi penangkaran monyet di Provinsi Banten. Tamu-tamu perusahaan yang sering melakukan kunjungan ke pulau ini. Sesekali akan ditemui nelayan yang secara liar singgah di kawasan tersebut. Pekerja dibawah naungan CV. Primates yang pernah berada di pulau tersebut meliputi seorang dokter hewan, seorang asisten dokter hewan, 7 (tujuh) orang keeper beserta keluarganya, seorang pembantu rumah tangga serta 6 (enam) orang buruh bangunan lepas.

Sesekali, kelompok nelayan secara sengaja datang ke pulau ini untuk mencari lobster dan udang. Satu kelompok tersebut biasanya beranggotakan antara 15-20 orang dan mendirikan gubuk-gubuk untuk tempat tinggal sementara mereka di pantai selatan dan utara pulau. Biasanya mereka tinggal selama satu minggu di pulau kemudian pulang selama satu minggu dan kembali lagi ke pulau. Kelompok nelayan ini kebanyakan berasal dari Muara Binuangen.

Pemanfaatan Pulau sunting

Pulau Deli memiliki kesuburan cukup tinggi, iklim dan juga sumber air tawar. yang baik sehingga berbagai macam vegetasi tumbuh. Ekosistem di pulau ini menjadi habitat yang baik untuk flora dan fauna. Selain itu perpaduan ekosistem darat yang berupa hutan hujan tropis, lalu pasir putih yang terhampar luas dan terumbu karang yang bervariasi menjadikan Pulau Deli sebagai tempat uang memiliki lansekap darat dan laut yang indah. Hal ini yang menjadikan Pulau Deli telah beberapa kali dimanfaatkan baik oleh masyarakat sekitar, perusahaan, pelancong dalam maupun luar negeri.

Pada Tahun 2011 (BPN, 2011) diketahui penggunaan tanah di Pulau Deli didominasi oleh jenis penggunaan hutan yaitu seluas 887,234 ha. Penggunaan selanjutnya adalah padang pasir/pantai pasir seluas 171,426 ha serta rawa seluas 56,949 ha, kantor dan fasilitas penunjangnya serta penangkaran monyet seluas 1,548 ha. Selain lahan terbangun untuk fasilitas penangkaran, terdapat pula mess, gudang, mercusuar dan pangkalan TNI AL. Sisanya masih berupa hutan yang asli, kecuali lokasi yang digunakan untuk mendirikan gubuk-gubuk nelayan di pantai selatan dan utara serta jalan setapak yang menghubungkannya. Keseluruhan status kepemilikan tanah di Pulau Deli adalah Tanah Belum Terdaftar (BPN Provinsi Banten, 2011).

Pulau Deli memiliki fungsi kawasan sebagai kawasan lindung. Pengelolaan Pulau Deli dikuasai oleh Perum Perhutani sebagai pihak yang diberikan izin dalam usaha penangkaran primata di Pulau Deli Berdasarkan SK Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK.44/TV/Set-3/2005 Tentang Izin Penangkaran Primata Kera Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) Yang Tidak Dilindungi Undang-Undang Kepada Perum Perhutani. Izin tersebut memiliki hangka waktu 5 tahun dan dapat diperpanjang. Sedangkan yang pernah digunakan untuk kantor dan fasilitas penunjang serta kandang penangkaran seluas 1,5 ha. Dengan terbentuknya Provinsi Banten, Pulau Deli dikelola oleh Perum Perhutani Divisi Regional Provinsi Jawa Barat dan Banten, khususnya Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banten. Teknis operasional pengusaahan hutan di Pulau Deli berada dibawah pengawasan Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Cikeusik.

Berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) antara Perum Perhutani Provinsi Jawa Barat dengan CV. Primates yang berlaku selama 25 tahun, sebagian kawasan hutan di Pulau Deli dijadikan tempat penangkaran kera ekor panjang oleh CV. Primates. Kawasan Hutan Lindung Pulau Deli, yang digunakan sebagai tempat penangkaran kera ekor panjang baru mencapai ± 50 ha atau sekitar ± 5,3%. Menurut penduduk sekitar, hadirnya CV. Primates menjadikan akses masyarakat ke Pulau Deli terbatas. Kapal penduduk atau nelayan memang biasanya tidak beraktifitas di Pulau Deli,tidak diizinkan mendekat ke pulau terutama di lokasi sekitar kantor CV. Primates. Selain itu CV. Primates jarang menggundakan SDM lokal. Sehingga penduduk sekitar di Kabupaten Pandeglang maupun Kabupaten tidak mengetahui banyak tentang aktivitas yang ada di Pulau Deli.

 

Selain lahan terbangun untuk fasilitas penangkaran, terdapat pula mess, gudang, Sarana Bantu Navigasi Pelayaran berupa menara suar, sumur dan pangkalan TNI AL dan gerbang PPKT Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo). Sejak sekitar 2018 menara suar tidak berfungsi lagi. Menara suar ini merupakan menara yang tidak dijaga oleh petugas Kementerian Perhubungan. Sisanya masih berupa hutan yang asli, kecuali lokasi yang digunakan untuk mendirikan gubuk-gubuk nelayan di pantai selatan dan utara serta jalan setapak yang menghubungkannya.

Semenjak adanya perubahan regulasi yang semakin ketat terhadap ekspor monyet ekor panjang, CV Primates pun mengalami kebangkrutan. Segala aktivitas dan prasarana-sarana yang ada di Pulau Deli terbengkalai. Saat ini pengelolaan pulau kembali pada Perum Perhutani.

Pada 2018 terjadi kecelakaan kapal tongkang yang karam di sisi selatan. Sejak tahun 2019 terdapat beberapa pegawai dari perusahaan kapal yang mengambil besi bangkai tongkang. Sebanyak 20-40 pekerja tinggal di bekas bangunan CV. Primates untuk membongkar kapal tongkang menjadi besi-besi potongan di pantai selatan, mengangkutnya menggunakan mobil bak terbuka hingga pantai utara. Setiap dua hari sekali ada kapal datang yang mengambil rangka besi tersebut. Kapal tersebut kemudian membawa besi-besi itu ke Muara Binuangeun.

Status pulau sunting

Pada 2 Maret 2017, Presiden Joko Widodo menetapkan Pulau Deli bersama 110 pulau-pulau kecil lainnya sebagai pulau berstatus pulau-pulau kecil terluar. Adapun status tersebut tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar.[2]

Referensi sunting

  1. ^ Geospasial, Badan Informasi. "Data Detail Toponim: Pulau Deli". Sistem Informasi Nama Rupabumi. Diakses tanggal 2023-01-27. 
  2. ^ "111 Pulau Ini Ditetapkan Presiden Jokowi Sebagai Pulau-Pulau Kecil Terluar". Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. 2017-03-07. Diakses tanggal 2023-01-27.