Psikoanalisis

teori dan terapi psikologis yang dicetuskan oleh Sigmund Freud

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Sigmund Freud sendiri dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939.[1] Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga "psikoanalisis" dan "psikoanalisis" Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama "psikologi analitis" (Inggris: analitycal psychology) dan "psikologi individual" (Inggris: individual psychology) bagi ajaran masing-masing.[2]

Psikoanalisis memiliki tiga penerapan:

  1. Suatu metode penelitian dari pikiran.
  2. Suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia.
  3. Suatu metode perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.[3]

Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut "psikoanalitis" berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam. Psikoanalisis Freudian, baik teori maupun terapi berdasarkan ide-ide Freud telah menjadi basis bagi terapi-terapi modern dan menjadi salah satu aliran terbesar dalam psikologi..[4] Sebagai tambahan, istilah psikoanalisis juga merujuk pada metode penelitian terhadap perkembangan anak.

Dari segi medis, psikoanalisis adalah salah satu tipe pengobatan pasien berdasarkan teori bahwa apa yang terjadi pada seseorang di masa kini terbentuk dari masa lalunya. Kurangnya pemahaman pada pengalaman pribadi mana yang mempengaruhi mood dan perilaku dapat menimbulkan masalah pada hubungan, pekerjaan, dan kepercayaan diri.[5]

Sejarah Psikoanalisis sunting

Psikoanalisis adalah jenis terapi yang bertujuan untuk melepaskan emosi dan ingatan yang terpendam atau tertekan[6]. Dengan kata lain, tujuan psikoanalisis adalah untuk membawa ke permukaan apa yang ada di alam bawah sadar.

Tujuan ini dicapai dengan berbincang-bincang dengan seorang individu mengenai pertanyaan besar seputar kehidupan, hal-hal penting, dan menyelami kerumitan hidup ke alam bawah sadar yang tampak sederhana di permukaan.

Pendiri Psikoanalisis: Sigmund Freud dan Konsepnya sunting

Freud lahir di Austria dan menghabiskan sebagian besar masa kecil dan dewasanya di Wina[7]. Beliau masuk sekolah kedokteran dan dilatih untuk menjadi ahli saraf hingga mendapatkan gelar kedokteran pada tahun 1881.

Segera setelah lulus, beliau membuka praktik pribadi dan mulai merawat pasien dengan gangguan psikologis.

Freud mendapatkan pengalaman menarik dari rekan kerja dan seorang pasien; rekannya adalah Dr. Josef Breuer dan pasiennya yang dikenal dengan nama "Anna O.,", dimana ia menderita gejala fisik tanpa penyebab fisik yang jelas.

Dr Breuer menemukan bahwa gejalanya mereda ketika dia membantunya memulihkan ingatan akan pengalaman traumatis yang telah dia sembunyikan dari pikiran sadarnya.

Kejadian ini memicu minat Freud pada pikiran bawah sadar dan mendorong perkembangan beberapa ide di bidang psikoanalisis.

Struktur kepribadian sunting

Sigmund Freud berasumsi bahwa energi penggerak awal perilaku manusia berasal dari dalam diri manusia yang terletak jauh di alam bawah sadar. Itulah sebabnya, mengapa begitu banyak penyakit fisik yang disebabkan oleh tertekannya psikologis seseorang. Tekanan psikologis itu ditekan ke dalam alam bawah sadar seseorang.[8]

Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious).[9]

Topografi atau peta kesadaran ini dipakai untuk mendeskripsikan unsur awareness dalam setiap kejadian mental seperti berpikir dan berfantasi. Sampai pada awal tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur kesadaran itu. Baru pada tahun 1923 Freud mengenal tiga model struktur yang lain, yakni id, ego, dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, melainkan melengkapi serta menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi atau tujuannya. Enam elemen pendukung struktur kepribadian itu sebagai berikut:

Sadar (Conscious)

Tingkat kesadaran yang berisi semula yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (pikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan) yang masuk kesadaran (consciousness). Isi dari hasil daerah sadar itu merupakan hasil proses penyaringan yang diatur oleh stimulus atau cue-external. Isi dari kesadaran itu hanya bertahan dalam waktu yang singkat di daerah conscious, dan segera tertekan ke daerah preconscious atau unconscious, ketika seseorang memindahkan perhatiannya ke cue yang lain.

Prasadar (Preconscious)

Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak-sadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan dari unconscious. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tapi kemudian tidak dicermati, akan diarahkan dan ditekan sehingga berpindah ke daerah prasadar. Di sisi lain, isi dari daerah taksadar dapat muncul ke daerah prasadar. Kalau sensor sadar dapat menangkap bahaya yang bisa timbul akibat kemunculan materi tak sadar, materi tersebut akan ditekan kembali ke ketidaksadaran. Materi taksadar yang sudah ada pada daerah prasadar itu bisa muncul ke kesadaran yang tidak simbolis, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.

Tak Sadar (Unconscious)

Adalah bagian yang paling dalam pada struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetis tetapi itu adalah kenyataan empiris. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls dan drivers yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatis (biasanya pada masa kanak-kanak) yang ditekan oleh kesadaran sehingga berpindah ke daerah ketidaksadaran. Isi dan/atau materi ketidaksadaran itu memiliki kecenderungan kuat untuk bertahan terus dalam ketidaksadaran, pengaruhnya dalam mengatur tingkah laku sangat kuat namun tetap tidak disadari.

Aliran psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan di mana orang yang dianalisis mengungkapkan pemikiran secara verbal, termasuk asosiasi bebas, khayalan, dan mimpi, yang menjadi sumber bagi seorang penganalisis merumuskan konflik tidak sadar yang menyebabkan gejala yang dirasakan dan permasalahan karakter pada pasien, kemudian menginterpretasikannya kepada pasien untuk menghasilkan pemahaman diri untuk pemecahan masalahnya.

The Id (Is, atau Es)

Adalah sistem kepribadian yang asli dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang diturunkan seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan berpotensi dalam daerah Unconscious, mewakili subjektifitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia.

Id berhubungan erat pada proses fisik untuk memperoleh energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.

Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, keadaan yang relatif inaktif atau tingkat energi yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan kepuasan, jadi, jika ada stimuli yang memicu energi untuk bekerja-timbul tegangan energi – id beroperasi dengan prinsip kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan energi ketingkat yang rendah. Pleasure principle diproses dengan dua cara, tindakan refleks (reflex actions) dan proses primer (primary process). Tindakan refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata – dipakai untuk menangani pemuasan rangsangan sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan atau menghayalkan sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan yang dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Proses pembentukan gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan disebut pemenuhan hasrat (wish fulfillment), misalnya mimpi, lamunan, serta halusinasi psikotik.

Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar atau salah, atau dalam kata lain tidak mengenal moral. Jadi harus dikembangakan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan ini yang kemudian membuat Id memunculkan.

The Ego (Das Ich)

Ego berkembang dari Id agar orang mampu mengenali realitas atau kenyataan; sehingga ego beroperasi mengukuti prinsip realitas (reality Principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda terjadinya kenikmatan sampai ditemukannya objek yang nyata dapat memuaskan kebutuhan. Prinsip realitas itu dikerjakan oleh proses sekunder (secondary process), yakni berpikir realistis. Dari cara kerjanya, dapat dipahami sebagian besar daerah operasi ego berada di kesadaran, namun ada sebagian kecil ego beroperasi di daerah prasadar dan daerah tak sadar.

Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian yang dimiliki dari dua tugas utama; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan di mana kebutuhan itu dipenuhi seusai tersedianya peluang yang risikonya minim. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif pribadi berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang-mencapai-mencapai kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari ego.

The Superego (Das Über Ich)

Superego adalah moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistis (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistis dari ego. Superego berkembang dari ego dan seperti ego dia tidak memiliki energi sendiri. Seperti ego, superego beroperasi di daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak punya kontak dengan dunia luar (sama dengan id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang diperjuangkannya tidak realistis (id tidak realistis dalam memperjuangkan kenikmatan).

Prinsip idelistis memiliki dua sub prinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Superego pada hakikatnya mewakili elemen-elemen yang mewakili orang tua atau interpretsi orang tua mengenai standar sosial yang diajarakan pada anak melalui berbagai larangan atau perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, dan akan diterima anak dalam suara hati (conscience) yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji oleh orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego ideal, yang berisi apa saja yang harus dilakukan. Proses pengembangan conscience dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah terjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.

Superego bersifat nonrasional dalam menurut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun masih dalam pikiran. Superego juga seperti ego dalam mengontrol id, bukan hanya menunda kepuasan tetapi juga merintangi pemenuhannya. Setidaknya, ada tiga fungsi superego; (1) mendorong ego menggantikan tujuan yang realistis dengan tujuan moralistis, (2) merintangi implus id, terutama implus seksual dan agresif yang bertentangan denga standar nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan. Struktur kepribadian Id-Ego-Superego itu bukan bagian-bagian yang menjalankan kepribadian, tetapi itu adalah nama-nama dari sistem-sistem yang bekerja sama sebagai tim, di bawah arahan ego. Baru, ketika timbul konflik di antara ketiga struktur tersebut, besar sekali kemungkinan munculnya perilaku abnormal.[9]

Psikopatologi (Gangguan Mental) sunting

Pasien dewasa sunting

Berbagai psikosis melibatkan defisit dalam fungsi ego otonom pada integrasi (pengaturan) pikiran, dalam kemampuan abstraksi, dan dalam hubungan dengan kenyataan dan uji kenyataan. Dalam depresi dengan ciri-ciri psikotik, fungsi pemeliharaan diri juga dapat rusak (kadang-kadang dengan pengaruh depresi berlebihan). Karena defisit integratif (sering menyebabkan apa yang psikiater umum sebut “asosiasi longgar,” “ benturan (blocking),” “ lompat gagasan (flight of ideas),” “ palilalia (verbigeration),” dan “penarikan pikiran"), pengembangan representasi diri dan objek yang terganggu. Oleh karena itu, secara klinis, penderita psikotik menderita keterbatasan nyata dalam kehangatan, empati, kepercayaan, identitas, kedekatan dan/atau stabilitas dalam hubungan (karena ada masalah dengan kecemasan integrasi diri dan objek) juga.

Pada pasien yang fungsi ego otonomnya lebih utuh, tetapi yang masih menunjukkan masalah dengan hubungan-hubungan objek, diagnosis sering jatuh ke dalam kategori yang dikenal sebagai “batas (borderline).” Pasien borderline juga menunjukkan defisit, sering kali dalam mengendalikan impuls, pengaruh, atau fantasi, tetapi kemampuan mereka untuk menguji kenyataan tetap kurang lebih utuh. Orang dewasa yang tidak mengalami rasa bersalah dan malu, dan yang menikmati perilaku kriminal, biasanya didiagnosis sebagai psikopat, atau dengan menggunakan DSM- IV-TR, sebagai penderita gangguan kepribadian antisosial.

Panik, fobia, konversi, obsesi, kompulsi, dan depresi (analis menyebutnya "gejala neurotik") biasanya tidak disebabkan oleh defisit dalam fungsi. Sebaliknya, mereka disebabkan oleh konflik intrapsikis. Konflik umumnya berkisar antara keinginan seksual dan keinginan bermusuhan yang agresif, rasa bersalah dan malu, dan faktor realitas. Konflik mungkin terjadi secara sadar atau tidak sadar, tetapi menciptakan kecemasan, efek depresif, dan kemarahan. Akhirnya, berbagai elemen tersebut dikelola oleh operasi defensif, yaitu mekanisme menutup otak yang membuat orang tidak menyadari adanya unsur konflik. “Repression” adalah istilah yang diberikan kepada mekanisme yang menutup pikiran dari kesadaran. “Isolation of affect” adalah istilah yang digunakan untuk mekanisme yang menutup sensasi dari kesadaran. Gejala neurotik dapat terjadi dengan atau tanpa defisit dalam fungsi ego, hubungan-hubungan objek, dan kekuatan ego. Oleh karena itu, tidak jarang menemukan penderita skizofrenia obsesif-kompulsif, pasien panik yang juga menderita gangguan kepribadian borderline,dll.

Asal Masa Kanak-Kanak sunting

Teori Freudian percaya bahwa masalah dewasa dapat ditelusuri dari konflik yang belum diselesaikan dari fase-fase tertentu dari masa kanak-kanak dan remaja, yang disebabkan oleh fantasi yang berasal dari mereka sendiri. Freud, berdasarkan data yang dikumpulkan dari pasien di awal kariernya, menduga bahwa gangguan neurotik terjadi ketika anak-anak mengalami pelecehan seksual pada masa kecil (yang disebut teori seduksi). Kemudian, Freud menjadi percaya bahwa, meskipun kekerasan terhadap anak terjadi, gejala neurotik tidak ada kaitannya dengan hal ini. Dia percaya bahwa orang-orang neurotik sering mengalami konflik bawah sadar yang melibatkan fantasi incest yang berasal dari berbagai tahap perkembangan. Ia menemukan tahapannya dari sekitar tiga sampai enam tahun (tahun-tahun prasekolah, (sekarang ini disebut "tahap genital pertama") yang diisi dengan fantasi memiliki hubungan romantis dengan kedua orang tuanya. Argumen dengan cepat dihasilkan di Wina pada awal abad ke-20 tentang apakah seduksi orang dewasa terhadap anak-anak, yaitu pelecehan seksual, adalah dasar dari penyakit neurotik. Masih belum ada kesepakatan lengkap, meskipun saat ini para profesional mengakui adanya efek negatif dari pelecehan seksual terhadap kesehatan mental anak.[10]

Banyak psikoanalis yang bekerja anak-anak telah mempelajari efek pelecehan anak yang sebenarnya, yang meliputi defisit ego dan hubungan objek serta konflik neurotik yang parah. Banyak penelitian telah dilakukan pada jenis trauma ini pada masa kanak-kanak, dan gejala sisanya pada saat mereka telah dewasa. Dalam mempelajari faktor masa kanak-kanak yang memicu timbulnya gejala neurotik, Freud menemukan sekumpulan faktor yang untuk alasan penulisan, disebutnya sebagai “Oedipus Kompleks” (berdasarkan drama karya Sophokles, Oedipus Rex, di mana sang tokoh protagonis tanpa disadari membunuh ayahnya, Laius dan menikahi ibunya, Jocasta). Validitas Oedipus Kompleks sekarang banyak diperdebatkan dan ditolak.[11][12] Istilah singkatnya, yaitu ‘oedipal’ kemudian dijelaskan oleh Joseph J. Sandler di dalam buku On the Concept Superego (1960) dan dimodifikasi oleh Charles Brenner di dalam buku The Mind in Conflict (1982) dengan mengacu pada kasih sayang anak-anak untuk orang tua mereka pada tahun-tahun prasekolah. Keterangan tambahan ini melibatkan fantasi hubungan seksual dengan salah satu atau kedua orang tuanya, dan, karena itu, fantasi kompetitif terhadap salah satu atau kedua orang tuanya. Humberto Nagera (1975) telah sangat membantu dalam menjelaskan banyak kompleksitas anak pada tahun-tahun ini.

Konflik oedipal yang “positif” maupun “negatif” telah melekat pada aspek heteroseksual dan homoseksual. Keduanya tampaknya terjadi dalam perkembangan kebanyakan anak-anak. Akhirnya, berkembangnya konsesi anak terhadap realitas (bahwa mereka tidak akan menikah dengan salah satu orang tua dan menghilangkan yang lainnya) menyebabkan timbulnya identifikasi anak dengan nilai-nilai orang tua. Identifikasi ini umumnya membuat rangkaian baru dari bekerjanya mental mengenai nilai-nilai dan rasa bersalah, yang dimasukkan di bawah istilah “superego”. Selain perkembangan superego, anak-anak “menyelesaikan" konflik oedipal prasekolah mereka dengan menyalurkan keinginan terhadap sesuatu yang disetujui orang tua mereka ("sublimasi"). Selain itu, perkembangan tersebut terjadi selama tahun-tahun usia sekolah ("latency") di mana terdapat manuver defensif obsesif-kompulsif yang sesuai dengan usia (aturan, permainan berulang).

Terapi sunting

Intervensi khusus dari seorang penganalisis biasanya mencakup mengkonfrontasikan dan mengklarifikasi mekanisme pertahanan, harapan, dan perasaan bersalah. Melalui analisis konflik, termasuk yang berkontribusi terhadap daya tahan psikis dan yang melibatkan tranferens kedalam reaksi yang menyimpang, perlakuan psikoanalisis dapat mengklarifikasi bagaimana pasien secara tidak sadar menjadi musuh yang paling jahat bagi dirinya sendiri: bagaimana reaksi tidak sadar yang bersifat simbolis dan telah distimulasi oleh pengalaman kemudian menyebabkan timbulnya gejala yang tidak dikehendaki. Terapi dihentikan atau dianggap selesai saat pasien mengerti akan kenyataan yang sesungguhnya, alasan mengapa mereka melakukan perilaku abnormal, dan menyadari bahwa perilaku tersebut tidak seharusnya mereka lakukan, lalu mereka sadar untuk menghentikan perilaku itu.[13]

Perlakuan sunting

Dengan menggunakan berbagai teknik analisis dan psikologis untuk menilai masalah mental, sebagian orang percaya bahwa ada kumpulan masalah tertentu yang sangat cocok untuk ditindaklanjuti dengan menggunakan perlakuan analitis, sedangkan masalah lain akan diselesaikan secara lebih baik melalui obat-obatan dan intervensi interpersonal lainnya. Untuk diberi perlakuan dengan psikoanalisis, apa pun masalah yang diajukan, orang yang meminta bantuan harus menunjukkan keinginan untuk memulai analisis. Orang yang ingin memulai analisis harus memiliki kemampuan untuk berbicara dan berkomunikasi.

Selain itu, mereka harus mampu memiliki atau mengembangkan kepercayaan dan wawasan dalam sesi psikoanalsis. Calon pasien harus menjalani tahap awal pengobatan untuk menilai apa yang mereka tanggung untuk perlakuan psikoanalisis pada waktu itu, dan juga untuk memungkinkan sang analis untuk membentuk sebuah model kerja psikologis, yang akan digunakannya untuk mengarahkan pengobatan. Walaupun psikoanalis secara khusus menangani neurosis dan histeria; bentuk psikoanalisis yang telah diadaptasi digunakan untuk menangani skizofrenia dan bentuk lain dari psikosis atau gangguan mental. Akhirnya, jika calon pasien menderita keinginan untuk bunuh diri yang parah, tahap awal yang lebih lama dapat digunakan, kadang-kadang dengan sesi di mana di tengah-tengahnya terdapat sesi istirahat selama 20 menit. Ada banyak modifikasi teknik di dalam bidang psikoanalisis karena sifat kepribadian individualistis pada diri analis maupun pasien.

Masalah paling umum yang dapat diobati dengan psikoanalisis meliputi fobia, konversi, kompulsi, obsesi, kecemasan, serangan, depresi, disfungsi seksual, berbagai masalah hubungan (seperti perselisihan dalam kencan dan perkawinan), dan berbagai macam masalah karakter (misalnya, rasa malu yang berlebihan, kekejaman, kejengkelan, gila kerja, gairah yang berlebihan, emosi yang berlebihan, cerewet yang berlebihan). Fakta bahwa banyak dari pasien tersebut juga menunjukkan defisit di atas membuat diagnosis dan pemilihan pengobatan menjadi sulit.

Organisasi analitis seperti IPA, APsaA dan Federasi Eropa untuk Psikoterapi Psikoanalitik telah menetapkan prosedur dan model untuk indikasi dan praktik terapi psikoanalitik bagi peserta pelatihan dalam analisis. Kecocokan analis dengan pasien dapat dilihat sebagai faktor lain yang berperan terhadap indikasi dan kontraindikasi perawatan psikoanalitik. Analis memutuskan apakah pasien cocok untuk psikoanalisis. Keputusan ini dibuat oleh analis, yang juga membuat indikasi dan patologi yang biasanya, yang juga didasarkan pada tingkat tertentu oleh "kecocokan" antara analis dan pasien. Kesesuaian seseorang untuk dilakukan analisis pada waktu tertentu didasarkan pada keinginan mereka untuk mengetahui darimana penyakit mereka berasal. Seseorang yang tidak cocok untuk analisis tidak mengungkapkan keinginan untuk tahu lebih banyak tentang sumber penyebab penyakit mereka.

Evaluasi dapat memasukkan satu atau lebih pendapat independen analis lain dan memasukkan pembahasan tentang situasi keuangan dan asuransi pasien.

Teknik-teknik sunting

Metode dasar psikoanalisis adalah interpretasi konflik bawah sadar pasien yang mengganggu kesehariannya, yaitu konflik yang menyebabkan gejala menyakitkan seperti fobia, kecemasan, depresi, dan kompulsi. Strachey (1936) menekankan bahwa mencari tahu bagaimana pasien mendistorsi persepsi tentang analis adalah cara untuk memahami apa yang mungkin telah dilupakan (baca juga makalah Freud "Repeating, Remembering, and Working Through"). Secara khusus, perasaan bermusuhan yang tidak sadar terhadap analis dapat ditemukan dalam reaksi negatif simbolik terhadap apa yang Robert Langs sebut sebagai "kerangka" dari terapi,[14] yaitu berupa susunan yang mencakup waktu setiap sesi, pembayaran biaya, dan kebutuhan berbicara. Pada pasien yang melakukan kesalahan, lupa, atau menunjukkan keanehan lainnya mengenai waktu, biaya, dan berbicara, analis biasanya dapat menemukan berbagai "resistensi" yang tidak sadar terhadap aliran pikiran (kadang-kadang disebut asosiasi bebas).

Ketika pasien bersandar di sofa dan analis berada di luar pandangan, pasien cenderung mengingat lebih, mengalami lebih banyak perlawanan dan transferensi, dan mampu menata pikiran setelah pengembangan wawasan melalui penafsiran analis. Meskipun kehidupan fantasi dapat dipahami melalui pemeriksaan mimpi, fantasi masturbasi (lih. Marcus, I. dan Francis, J. (1975), Masturbation from Infancy to Senescence) juga penting. Analis tertarik pada bagaimana pasien bereaksi terhadap dan menghindari fantasi-fantasi tersebut (lih. Paul Gray (1994), The Ego and the Analysis of Defense).[15] Berbagai kenangan dalam kehidupan awal umumnya terdistorsi. Freud menyebutnya sebagai "screen memory". Dan dalam hal apapun, pengalaman yang sangat dini (sebelum usia dua tahun) tidak dapat diingat (lihat studi anak yang dilakukan oleh Eleanor Galenson tentang memori evokatif).

Referensi sunting

  1. ^ (Inggris) Suryabrata, S. (2000). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
  2. ^ (Inggris) Bertens, K. (2006). Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  3. ^ Moore dan Fine. (1968). a Glossary of Psychoanalytic Terms and Concepts. halaman 78
  4. ^ (Inggris) Ciccarelli, S. K., White, N. J. (200). Psychology. New Jersey: Pearson.
  5. ^ Services, Department of Health & Human. "Psychoanalysis". www.betterhealth.vic.gov.au (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-04-17. 
  6. ^ McLeod, Barbara Ann (2014). "A Theory of Mind-Focused Approach to Anger Management". Psychoanalytic Psychology. 31 (1): 68–83. doi:10.1037/a0034175. 
  7. ^ Editors, Biography com. "Sigmund Freud". Biography (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-05. 
  8. ^ "Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud | Blog Tutorial, Psikologi, Bisnis". www.wivrit.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-06. Diakses tanggal 2017-09-06. 
  9. ^ a b (Inggris) Alwisol. (2008). Psikologi Kepribadian. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah.
  10. ^ Whealin, Julia (2009) Child Sexual Abuse National Center for PTSD.
  11. ^ Miller, Alice. Thou Shalt Not Be Aware, Society's Betrayal of the Child New York: Farrar Straus Giroux, 1984, halaman 105–227
  12. ^ Kupfersmid, Joel. Abstract Does the Oedipus complex exist?, American Psychological Association, 1995
  13. ^ (Inggris) Kramer, G.P., et all. (2010). Introduction to Clinical Psychology (7th ed). New Jersey: Pearson.
  14. ^ Langs, R (1998), Ground Rules in Psychotherapy and Counselling, London: Karnac.
  15. ^ Gray P. The Ego and Analysis of Defense, J. Aronson. 1994

Pranala luar sunting