Prasasti Tugu

prasasti di Indonesia

Prasasti Tugu adalah salah satu prasasti yang berasal dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

Prasasti Tugu di Museum Nasional.

Lokasi sunting

Lokasi asal Prasasti Tugu ketika ditemukan adalah di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu, tepatnya pada koordinat 6°07’45,40”LS dan 0°06’34,05” BT dari Jakarta (lk. 06°07′45.4″LS 106°55′04.6″BT di sekitar Simpang Lima Semper sekarang, tidak jauh dari tepian Kali Cakung), yang sekarang menjadi wilayah kelurahan Tugu Selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara. Kini Prasasti Tugu tersimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta.

Penemuan sunting

Prasasti Tugu tercatat pertama kali dalam laporan Notulen Bataviaasch Genootschap tahun 1879. Kemudian pada tahun 1911 atas prakarsa P.de Roo de la Faille prasasti ini dipindahkan ke Museum Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) serta didaftar dengan nomor inventaris D.124.

Bahan sunting

Prasasti Tugu dipahatkan pada batu berbentuk bulat telur berukuran ± 1m.

Isi sunting

Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari lima baris melingkar mengikuti bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga tidak mencantumkan pertanggalan. Kronologinya didasarkan pada analisis gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti Tugu dan prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang sama.

Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu merupakan prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnnawarmman pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai dibangunnya) saluran sungai Gomati dan Candrabhaga.

Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat yang pada ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.

Teks sunting

//purārājāvirājenagurunāpinabāhunākhānākhyātāngpurīprāpyacandrabhāgārṇṇawayaupra,pravarddhanamānedvaviṇéśrīgunaujasānaréndradhvajabhūténaśrīmatāpūrṇṇawarmaṇa, prārabhyaphālguṇémāsékhātākṛṣṇaṣṭamīṭhithaucaitraśuklanrayodaśyām, dinrassiddhaikawiṅśakai,āyātaṣadsahasréṇa dhanuṣaśaṣaténacadwāwiṅśénanadīramyāgomatīnirmalodakāpitāmahasyaṃrājarṣérvvīdāryyaśībirāvanibrahmanairggosahasrénāprayātikṛtadakṣiṇa//o//


Terjemahan sunting

“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memiliki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) dia pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paruh gelap bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paruh terang bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”

Rujukan sunting

  1. Notulen van de Algemeene en Bestuursvergaderingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, blz. XVII:98-99, 1879
  2. C.M. Pleyte “Uit Soenda’s Voortijd” Het Daghet 1905/1906:176-dst.
  3. H. Kern “Een woord in ‘Sanskrit opschrift van Toegoe verbeterd” TBG. LII. 1910:123
  4. N.J. Krom “Inventaris der Hindoe-oudheden” ROD 1914, 1915:19 (no.35)
  5. N.J. Krom Hindoe-Javaansche Geschiedenis, ‘s-Gravenhage, Martinus Nijhof l931:79-81
  6. J.Ph. Vogel “The Earliest Sanskrit Inscriptions of Java” ROD. 1914, 1915:28-35; plate 27
  7. F.D.K. Bosch “Guru, Drietand en Bron” BKI 107(2/3) Diarsipkan 2018-07-11 di Wayback Machine., 1951: 117-134. Juga terjemahan bahasa Inggris “Guru, Trident and Spring” dalam Selected Studies in Indonesian Archaeology, The Hague: Martinus Nijhof, 1961:164-dst
  8. J. Noorduyn dan H.Th. Verstappen “Purnavarman Riverworks Near Tugu” BKI 128(2/3) Diarsipkan 2018-07-11 di Wayback Machine., 1972:298-307.
  9. L.Ch. Damais “Les Ecritures d’Origine Indienne en Indonesie et dans le Sud-Est Asiatique Continental’ BSEI XXX(40. 1955:365-382.