Piezoelektrik adalah suatu bahan cerdas yang menanggapi pengaruh dari tegangan mekanis atau tegangan listrik. Nama awalnya berasal dari bahasa Yunani 'piezein'' yang berarti menekan, sehingga khusus menerima tekanan. Bahan yang mampu memberikan pengaruh ke piezoelektrik adalah Barium titanat dan beberapa jenis keramik. Piezoelektrik menggunakan prinsip momen dipol yang menyebabkan pemadatan muatan listrik dan perbedaan tegangan listrik ketika disekat.[1] Pemberian medan listrik kemudian menyebabkan terjadinya gaya gerak listrik dan menghasilkan gerak mekanis atau sebaliknya. Gaya ini mampu mengubah mengubah ukuran benda menjadi lebih panjang, tetapi memperkecil lebar penampangnya.[2]

Sejarah penemuan sunting

Efek piezoelektrik ditemukan pada tahun 1880 oleh Paul-Jacques Curie dan Pierre Curie. Fenomena yang tampak ialah polarisasi secara listrik atas regangan mekanik pada beberapa bahan berbentuk kristal dengan nilai yang sebanding. Selain itu, ketika tegangan listrik diberikan kepada kristal-kristal tersebut, masing-masing mengalami perubahan bentuk.[3] Istilah piezoleketrik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu piezo atau piezein. Kedua kata ini berarti tekanan. Pengusulan pertama dari nama ini adalah Wilhelm Gottlieb Hankel pada tahun 1881. Penamaan ini dilakukan setahun setelah Paul-Jacques Curie dan Pierre Curie menemukan fenomena efek piezoelektrik. Gabriel Lippmann kemudian mengusulkan kepada keduanya untuk melakukan percobaan terhadap efek yang berkebalikan dengan efek piezoelektrik. Ia memberikan usulan ini berdasarkan kepada prinsip-prinsip dasar dari termodinamika yang menyatakan bahwa suatu efek seharusnya memiliki efek yang berkebalikan dengannya. Kedua bersaudara ini kemudian mengadakan percobaan masih dalam tahun yang sama dan menemukan kebalikan dari efek tersebut.[4]

Penggunaan efek piezoelektrik tidak mengalami perkembangan hingga tahun 1917. Pada tahun ini, seorang profeser berkebangsaan Prancis bernama Paul Langevin berhasil menghasilkan dan mendeteksi suara di dalam air menggunakan sebuah lempengan kuarsa. Penemuan ini yang kemudian mengawali pengembangan teknologi sonar.[5] Pada tahun 1927, Krzysztof Antoni Meissner berhasil menyederhanakan model dari efek piezoleketrik. Ia memberikan model heliks pada kristal kuarsa. Bahan yang digunakan dalam pembentukan heliks ini ialah satu unsur Silikon dan dua unsur Oksigen yang dicampur secara bergantian pada bentuk heliks. Pemotongan kristal kuarsa pada tiga bagian yang berbeda. Satu sel kristal tunggal memiliki atom silikon sebanyak tiga atom dan atom oksigen ebanyak enam atom. Masing-masing oksigen disatukan secara berpasangan. Tiap empat muatan positif dibawa oleh tiap atom silikon, sedangkan empat muatan negatif dibawa oleh satu pasang atom oksigen. Pengaturan ini membuat sel kuarsa memiliki muatan yang netral selama tidak memperoleh tekanan apapun. [6]

Muatan listrik hanya dapat dikurangi melalui pemasangan dua elektrode yang bersifat sebagai penghantar listrik. Elektrode ini harus dipasang pada sisi yang berlawanan dengan potongan kristal. Bahan dielektrik yang ada di antara dua pelat logam membuat sensor piezoelektrik menjadi kapasitor. Peran bahan dielektrik pada kondisi ini sebagai pembangkit muatan listrik dengan tegangan listrik pada nilai tertentu yang melewati kapasitor. Sifat dari kapasitor ini tidak sensitif secara selektif karena muatan listrik selalu diseimbangkan oleh elektrode. Pada penyusunan elektrode logam dengan posisi yang kompleks, posisi gaya dapat dipastikan untuk menghasilkan tanggapan pada elektrode dan menetapkan lokasi tekanan yang dapat mengisi kapasitor.[7]

Karakteristik sunting

Pembangkitan energi sunting

Piezoelektrik merupakan salah satu jenis transduser yang memerlukan satu sumber energi untuk dapat bekerja. Perannya dalam hubungan kelistrikan ialah sebagai sumber tegangan listrik. Piezoleketrik dalam peran ini akan menghasilkan energi listrik ketika satu sumber energi yang lainnya telah terpenuhi.[8] Piezoelektrik akan menghasilkan gaya gerak listrik ketika memperoleh gaya dari luar. Gaya gerak listrik ini kemudian mempengarhui kristal yang menyusunnya. Keluaran yang dihasilkan dapat menjadi suara, getaran, percepatan ataupun tekanan.[9]

Sensitivitas sunting

Suhu mempengaruhi tingkat sensitivitas dari orientasi pada piezoelektrik. Pada beberapa jenis bahan kuarsa, sensitivats mengalami penurunan ketika kemiringan orientasi menyimpang sebesar 0,016% tiap satu derajat Celsius. Sementara beberapa bahan lain akan mengalami penurunan orientasi ketika berada pada suhu di bawah 40 derajat Celsius. Karakteristik ini membuat bahan keramik menjadi bahan yang paling umum dalam pembuatan piezolelektrik. Keramik memiliki kemampuan feroelektrik. Jenis keramik yang paling awal digunakan ialah dari bahan Barium titanat. Bahan ini tersusun dari rumus kimia, BaTiO3.[10]

Polarisasi sunting

Stabilitas polarisasi pada piezoleketrik secara permanan ditentukan oleh kekuatan koersif yang dimiliki oleh dipol. Pada beberapa jenis bahan, waktu menjadi penentu bagi tingkat polarisasi bahan. Semakin lama waktu penggunaan bahan, maka polarisasi menjadi semakin berkurang. Stabilitas bahan kutub ini dapat dipertahankan denganm menambahka pengotor pada bahan dasar. Melalui penambahan pengotor, polarisasi dapat dipertahankan pada suatu nilai tertentu.[10]

Konstanta sunting

Piezoelektrik memiliki nilai konstanta yang berubah akibat suhu operasi. Hal yang sama berlaku bagi konstanta dielektrik yang ada padanya. Dalam perumusan, kedua jenis konstanta ini saling menyeimbangkan sebagai pembilang dan penyebut. Pada kisaran suhu yang luas, kondisi ini menghasilkan tegangan listrik dengan stabilitas yang tinggi.[10]

Bahan sunting

Kristal sunting

Karakteristik piezoelektrik sama seperti sensor langsung karena pembangkitan energi listrik terjadi secara langsung.[11] Sejenis kristal di dalam piezoelektrik menghasilkan perubahan tegangan listrik dan muatan listrik pada bagian pengindraan.[12] Bahan kristal ini terbuat dari dipol yang kemudian berperan sebagai detektor. Peran dipol adalah memberikan oreintasi awal bagi kristal dan merupakan bagian dari kristal itu sendiri. Medan listrik di sekitar dipol akan membuatnya memunculkan gaya dengan gerakan rotasi. Dipol akan mengikuti gaya gerak luru ketika medan listrik di sekitarnya cukup kuat. Usaha yang dihasilkan dari pergerakan dipol disimpan sebagai energi potensial. Energi ini kemudian digunakan untuk pengaturan medan listrik eksternal. Proses orientasi dipol harus cukup kuat agar mampu mempertahankan posisinya dari gaya penahan yang ada di dalam struktur material dari kristal. Bahan dipol umumnya dipanaskan ketika proses orientasi agar strukturnya mengalami peningkatan mobilitas. Jenis bahan pembuatannya yang umum yaitu keramik atau polimer kristal.[13]

Sentrosimetri sunting

Piezoelektrik merupakan salah satu subkelas dari oksida yang tidak memiliki sentrosimetri. Hal ini membuatnya memiliki sifat optik dengan kondisi linier yang kurang sempurna. Kondisi ini dimanfaatkan pada bidang telekomunikasi optik dan pemrosesan sinyal. Sifat bahan dari piezoelektrik ini adalah mampu memberikan tanggapan terhadap medan listrik yang timbul akibat perubahan dimensi.[14]

Pengutuban sunting

Pengutuban termal sunting

Pengutuban bertujuan untuk menghasilkan efek piezoelektrik pada bahan kristal. Terdapat beberapa cara pengutuban, tetapi yang paling umum adalah pengutuban termal. Pada jenis pengutuban ini kristal terbuat dari bahan keramik atau film polimer yang dipolnya memiliki orientasi yang acak. Bahan ini kemudian dipanaskan dibawah suhu Curie standarnya. Beberapa jenis kristal harus diregangkan agar dominasi terhadap suatu orientasi dapat terjadi. Pengarahan yang lebih mudah dapat terjadi secara mudah pula pada suhu yang tinggi. Ini merupakan akibat dari adanya agitasi dipol.[15] Setelah pemanasan, bahan diletakkan di sekitar medan listrik dengan kekuatan yang besar. Dipol harus berada dalam posisi yang sejajar dengan garis medan listrik. Penyelarasannya tidak harus menyeluruh, karena kondisi dipol akan tetap mengalami penyimpangan. Kondisi penyimpangan yang hanya sedikit tidak akan mempengaruhi proses pengutuban. Setelah pemanasan, bahan kristal dibiarkan dingin dengan kondisi medan listrik tetap dipertahankan untuk melaluinya dari sisi ketebalan. Proses pengutuban selesai dilakukan ketika medan listrik ditiadakan. Bahan ini akan tetap dalam kondisi penutuban selama suhunya tidak lebih kecil dari suhu Curienya. Pada kondisi demikian, polarisasi tetap bersifat permanen.[16]

Pelepasan korona sunting

Metode pengutuban lainnya yang digunakan untuk membuat film berbahan piezoelektrik ialah pelepasan korona. Suatu film diberikan lucutan korona melalui elektrode dengan tiap sentimeternya memperoleh beberapa juta Volt. Perlakuan ini diberikan selama 40–50 detik. Proses pengutuban dengan pelepasan korona mudah untuk dilakukan dan sesuai pada suhu kamar. Prosesnya dapat diberhentikan sebelum terjadi kerusakan akibat listrik pada bahan. Setelah proses ini, bahan kristal melalui proses pemotongan. permesinan dan penggilingan. Sebuah rumah sensor dipsangkan bersama dengan sebuah elemen piezoelektrik. Rumah sensor ini terdiri dari elektrode-elektrode yang terhubung dengan terminal listrik dan komponen elektronik lainnya. Polarisasi bersifat permanen meskipun proses pelepasan korona telah berakhir. Bagian elektrode membentuk muatan listrik dalam waktu yang singkat.[17]

Kegunaan sunting

Sensor suara sunting

Piezoelektrik dapat digunakan dalam pembuatan mikrofon untuk penerapan kejut suara dan pengukuran suara melalui ledakan akibat tekanan. Sensor suara yang menggunakan bahwa piezoleketrik memiliki daya tahan yang lama terhadap pengkuruan amplidtudo suara akibat tekanan. Kelemahan penggunaan sensor suara berbahan piezoelektrik adalah terlalu peka dalam mengukur tingkat kebisingan yang tinggi.[18]

Keunggulan lain yan dimiliki oleh mikrofon yang menggunakan prinsip piezoelektrik ialah mampu digunakan pada wujud zat padat, cairan maupun di udara. Piezoelektrik pada mikrofon dapat bekerja pada cairan yang tidak memiliki kemampuan untuk menghantarkan arus listrik. Sensornya juga dapat digunakan pada frekuensi ultrasonik secara mudah. Beberapa jenis mikrofon piezoleketrik dapat dipakai pada frekuensi dengan satuan MegaHertz. Kondisi ini tercapai karena susunan kristal di dalam piezoelektrik memiliki ion-ion yang terpisah secara asimetris ketika peregangan pada kristal terjadi.[19]

Sensor getaran sunting

Sensor getaran berbahan piezoleketrik merupakan salah satu yang paling umum dalam pengukuran getaran atau percepatan rambat. Pesaingnya dalam pengukuran hanyalah akselerometer. Pengukuran getaran umumnya ditentukan oleh faktor frekuensi alami, koefisien redaman, dan faktor skala. Faktor skala berhubungan dengan getaran keluaran yang menuju ke masukandai akselerasi dan terkait dengan sensitivitas. Faktor frekuensi alami dan koefisien redaman menjadi penentu bagi tingkat akurasi dari sensor getaran. Sistem yang memiliki pegas dan massa terpasang akan menghasilkan massa yang bergetar maju ketika dilepaskan dan akan menjauh ketika ditarik hingga posisi diam akibat keseimbangan massa. Faktor koefisien kkedalam menjadi penent bagi nilai gesekan yang menyebabkan massa untuk berhenti bekerja. Sedangkan tingkat di mana massa bergetar maju dan mundur dipengaruhi oleh frekuensi natural.[20]

Penggunaan sensor getaran dengan prinsip piezoelektrik berbahan keramik bersifat serbaguna sehingga menjadi sensor yang paling umum digunakan. Sensor getaran ini dapat digunakan dalam pengukuran kejut getaran yang meliputi ledakan dan tes gagal. Selain itu, sensor getaran piezoelektrik dapat digunakan pada pengukuran frekuensi tinggi, dan perlambatan frekuensi rendah pada pengukuran getaran. Kemampuan sensor piezoelektrik keramik lebih tinggi dibandingkan pada frekuensi natural rata-rata. Sedangkan kelemahannya ialah memiliki tegangan listrik dengan skala millivolt sehingga memerlukan masukan impedansi yang sangat tinggi. Masukan ini berperan sebagai detektor suara rendah ketikategangan dari kristal piezoelektriknya ditafsirkan.[20]

Pengeras suara sunting

Piezoelektrik juga dapat digunakan sebagai pengeras suara karena dapat menghasilkan bunyi. Getaran mekanis akan dihasilkan selama tegangan listrik melalui piezoelektrik yang kemudian diubah lagi menjadi bunyi. Keluaran berupa bunyi atau suara ini masih dalam batas pendengaran manusia. Pembatasan ini dilakukan dengan bantuan diafragma dan resonator. Piezoelektrik juga dimanfaatkan dalam pembuatan penyuara kuping. Pada alat ini, piezoelektri mendekati sifat piroelektrik karena sifat kelistrikannya menjadi lebih peka terhadap suhu yang timbul pada lembaran plastik. Kondisi ini menghasilkan diafragma yang lebih fleksibel. Tegangan listrik yang diberikan di antara diafragma akan menghasilkan dimensi yang menyusut dan membuat gelombang menjadi lebih luas. Gelombang ini kemudian diubah menjadi gerakan melalui pembentukan diafragma yang menyebabkan udara menjadi bergerak. Pergerakan terhadap massa sangat kecil tetapi memiliki sensitivitas yang tinggi. Permukaan bahan dan karakteristik dari piezoleketrik menjadi penentu bagi perolehan linearitas suaranya.[21]

Transduser infrasonik sunting

Transduser dari bahan piezoelektrik hanya dapat dibuat ketika masukan sumber getaran frekuensi adalah sebuah sinyal dengan tingkatan yang kuat. Kristal di dalam piezoelektrik akan menggabungan diafragma yang berukuran besar dari masukan untuk menghasilkan keluaran yang terhubung langsung dengan penguat berjenis MOSFET. Keluaran yang dihasilkan terlebih dahulu direkam melalui pita rekaman yang bergerak secara lambat. Penampilannya akan terjadi ketika pita diputar dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan saat perekaman. Tampilan yang muncul merupakan keluaran dari pengubahan bentuk gelombang.[22]

Pembangkitan energi listrik sunting

Piezoelektrik dapat digunakan menjadi salah satu alat pembangkit energi listrik. Salah satu negara yang telah menerapkan teknologi ini adalah Jepang. Di stasiun yang ada di Tokyo, lempeng piezoelektrik ditanam di bawah lantai gerbang tiket dan area lain di stasiun. Sumber energi berasal dari manusia oleh penumpang yang melintas ketika berjalan di stasiun. Jumlah energi yang dihasilkan dengan metode ini ditentukan oleh banyaknya gerakan, berat suatu kendaraan yang melintas dan getarannya, serta perubahan suhu. Kekurangan dari pembangkitan energi listrik dengan piezoelektrik adalah harga pemasangannya yang mahal khususnya pada pemasangan di rumah.[23]

Kopling magnetoeletrik sunting

Efek magnetoelektrik dapat diperbesar menggunakan transfer regangan antara konstituen piezoelektrik dengan magnetorestriktif tanpa ada nilai yang hilang sama sekali. Dalam artian ini, trasnfer regangan harus bersifat ideal. Efek magnetoelektrik ini umumnya digunakan untuk mengadakan pengaturan listrik pada frekuensi operasi. Transfer regangan yang ideal umumnya tidak dapat terjadi pada bahan komposit karena pengaruh kualitas bahan pada tiap lapisan dan kualitas antarmuka.[24] Proses transfer regangan ini berlangsung secara mekanis menuju ke bahan magnet melalui proses induksi magnet pada medan listrik.[25] Seluruh komponen pasif yang memiliki gelombang mikro dapat diatur secara kelistrikan jika regangan dari bahan ferrimagnetik dikirimkan ke bahan ferimagnetik lainnya. Ini terjadi karena sifat magnetis dari medan listrik dapat diatur.[26]

Rujukan sunting

Catatan kaki sunting

  1. ^ Hadi 2018, hlm. 163.
  2. ^ Hadi 2018, hlm. 164.
  3. ^ Wati, Erna Kusuma (2021). Rahmah, Fitri, ed. Rekayasa Vibrasi: Kendali dan Pemanfaatan Vibrasi dengan Piezoelekrik di bidang Rekayasa Instrumentasi & Kontrol (PDF). Jakarta Selatan: LP UNAS. hlm. 35. ISBN 978-623-727-303-5. 
  4. ^ Santoso 2017, hlm. 13.
  5. ^ Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 57.
  6. ^ Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 58.
  7. ^ Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 58-59.
  8. ^ Yusro dan Diamah 2019, hlm. 6-7.
  9. ^ Yusro dan Diamah 2019, hlm. 8.
  10. ^ a b c Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 64.
  11. ^ Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 6.
  12. ^ Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 8.
  13. ^ Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 18.
  14. ^ Lestari 2020, hlm. 168.
  15. ^ Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 62.
  16. ^ Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 62-63.
  17. ^ Sulistiyanti, dkk. 2020, hlm. 63.
  18. ^ Syam 2013, hlm. 20.
  19. ^ Yusro dan Diamah 2019, hlm. 69-70.
  20. ^ a b Syam 2013, hlm. 23.
  21. ^ Yusro dan Diamah 2019, hlm. 73.
  22. ^ Yusro dan Diamah 2019, hlm. 74.
  23. ^ Sari, L. H., dkk. (2021). Arsitektur Lingkungan (PDF). Banda Aceh: Bandar Publishing. hlm. 64. ISBN 978-623-5669-01-4. 
  24. ^ Lestari 2020, hlm. 89.
  25. ^ Lestari 2020, hlm. 166.
  26. ^ Lestari 2020, hlm. 167.

Daftar pustaka sunting

Pranala luar sunting