Pertemuan Puncak Seruan Aksi Christchurch

Pertemuan Puncak Seruan Aksi Christchurch adalah pertemuan politik yang diadakan di Paris pada tanggal 15 Mei 2019. Pertemuan ini dirintis oleh Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern usai penembakan masjid Christchurch 15 Maret 2019. Pertemuan ini diketuai oleh Ardern dan Presiden Prancis Emmanuel Macron. Tujuannya adalah "mempertemukan pemerintahan negara dan perusahaan teknologi untuk mengakhiri pemanfaatan media sosial sebagai sarang terorisme dan ekstremisme ganas."[1][2] Beberapa pemimpin dunia dan perusahaan teknologi berjanji untuk "melenyapkan konten teroris dan ekstremis ganas di Internet";[3] perjanjian tidak mengikat ini ditandatangani oleh 17 peserta.[4][5] Janji ini terbagi menjadi tiga bagian atau komitmen: satu untuk pemerintah, satu untuk penyedia jasa daring, dan satu untuk kerja sama antara pemerintah dan penyedia jasa.[6][7]

Penandatangan sunting

Seruan ini ditandatangani oleh Komisi Eropa dan pemerintahan negara-negara berikut ini:

  • Australia
  • Kanada[8]
  • Prancis
  • Jerman
  • Indonesia
  • India[9]
  • Irlandia
  • Italia
  • Jepang
  • Yordania
  • Belanda
  • Selandia Baru
  • Norwegia
  • Senegal
  • Spanyol
  • Swedia
  • Britania Raya

Seruan ini juga ditandatangani oleh penyedia jasa daring berikut ini:[10]

Amerika Serikat menolak hadir[11] atas alasan bahwa keikutsertaan AS bertentangan dengan perlindungan kebebasan berbicara yang termaktub dalam konstitusinya; pemerintah AS secara verbal menyatakan setuju dengan "pesan utama" pertemuan tersebut dan "mendukung semua sasarannya".[12][13]

Komentar sunting

Bryan Keogh menulis di The Conversation bahwa pertemuan ini "merupakan langkah pertama menuju perubahan yang baik, tetapi kita perlu memanfaatkan kesempatan ini untuk mendorong perubahan sistemik untuk menyelesaikan masalah lama yang cukup serius."[14] CEO InternetNZ Jordan Carter menyebut pertemuan ini "langkah penting pertama" dalam menangani terorisme dan ekstremisme ganas di Internet; ia juga mengatakan bahwa "pemerintahan dan penyedia jasa daring perlu bekerja sama demi mewujudkan perubahan yang nyata."[15] Jillian York dari Electronic Frontier Foundation memuji pertemuan ini karena mendorong perusahaan-perusahaan teknologi agar lebih terbuka dan mempersoalkan definisi "terorisme" dan "ekstremisme ganas" oleh berbagai negara.[16]

Tom Rogan menulis di Washington Examiner bahwa seruan kerja sama pemerintah dan swasta untuk menghentikan arus "konten ekstremis ganas" berpotensi melanggar hak amendemen pertama. Ia menggunakan rekaman perang di YouTube sebagai contoh konten yang dapat diblokir oleh perjanjian ini.[17] Nick Gillespie dari Reason mengkritik pertemuan ini, "bagi orang-orang yang percaya dengan kebebasan berekspresi, kerja sama antara pemerintah dan swasta untuk menentukan mana ujaran yang baik dan mana yang tidak sungguh mengkhawatirkan."[18]

Referensi sunting

  1. ^ "NZ and France seek to end use of social media for acts of terrorism". Beehive.govt.nz. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  2. ^ "Core group of world leaders to attend Jacinda Ardern-led Paris summit". New Zealand Herald. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  3. ^ "The Christchurch Call to Action". Document Cloud. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  4. ^ "Tech companies and 17 govts sign up to Christchurch Call". Radio NZ. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  5. ^ "Christchurch Call". Christchurch Call. Ministry of Foreign Affairs and Trade. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-20. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  6. ^ "The Christchurch Call pledge document in full". Stuff. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  7. ^ "Christchurch Call". Christchurch Call. Ministry of Foreign Affairs and Trade. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-20. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  8. ^ Levesque, Catherine (2019-05-16). "Canada introducing digital charter to combat hate speech, misinformation". National Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-05-17. 
  9. ^ Mohan, Geeta (May 16, 2019). "India signs Christchurch Call To Action to combat online extremism". India Today (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-05-17. 
  10. ^ "Tech companies and 17 govts sign up to Christchurch Call". Radio NZ. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  11. ^ Romm, Tony; Harwell, Drew. "White House declines to back Christchurch call to stamp out online extremism amid free speech concerns". Washington Post. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  12. ^ Cooke, Henry. "US snubs Christchurch Call tech pledge, but says it endorses 'overall goals'". Stuff. Diakses tanggal 16 May 2019. 
  13. ^ Barbaschow, Asha. "Christchurch Call: USA missing from 26 member pledge to eliminate violent online content". ZDNet (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-05-17. 
  14. ^ Keogh, Bryan. "The 'Christchurch Call' is just a start. Now we need to push for systemic change". The Conversation. Diakses tanggal 18 May 2019. 
  15. ^ Paredes, Divina. "Christchurch Call outcome 'a vital first step' to address terrorism and violent extremism online". CIO New Zealand. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-18. Diakses tanggal 18 May 2019. 
  16. ^ "The Christchurch Call: The Good, the Not-So-Good, and the Ugly". Electronic Frontier Foundation. 16 May 2019. Diakses tanggal 18 May 2019. 
  17. ^ Rogan, Tom (15 May 2019). "Why the Trump administration had to reject the Christchurch Call". Washington Examiner. Diakses tanggal 18 May 2019. 
  18. ^ Gillespie, Nick (16 May 2019). "To Fight 'Extremism,' Journalists Are Praising Online Censorship". Reason. Diakses tanggal 18 May 2019. 

Pranala luar sunting