Persilangan timbal balik

Persilangan timbal balik atau persilangan kebalikan (bahasa inggris: reciprocal cross) adalah suatu persilangan antara satu individu sebagai tetua jantan dan satu sebagai tetua betina dan peran sebaliknya yaitu tetua yang pada persilangan pertama menjadi tetua jantan berperan sebagai tetua betina sementara yang sebelumnya berperan sebagai betina menjadi berperan sebagai tetua jantan.[1] Sebagai contoh adalah persilangan antara individu bergenotipe A (betina) dengan individu bergenotipe B (jantan) dan persilangan antara individu bergenotipe B (betina) dengan individu bergenotipe A (jantan).[1] Tujuan dari silang kebalikan adalah untuk mengetahui peran jenis kelamin tetua terhadap pola pewarisan suatu sifat.[1]) Lebih lanjut dalam pemuliaan tanaman, silang balik menjadi salah satu teknik dasar bersamaan dengan seleksi yang menjadi metode dalam pembentukan suatu kultivar tanaman.[2]

Gambar hasil persilangan timbal balik antara lalat buah (Drosophila) bermata merah dengan lalat buah bermata putih pada percobaan yang dilakukan oleh Thomas Hunt Morgan pada tahun 1911. w+ = alel warna merah (warna umum pada lalat buah), w= alel mutan. Pada pewarisan yang terpaut jenis kelamin, alel pada kromosom sex (XY) diwariskan pada pola yang telah diketahui.

Sejarah sunting

Dalam ilmu genetika, persilangan timbal balik dikenal sebagai suatu percobaan persilangan yang dilakukan oleh Gregor Mendel pada tahun 1963.[3] Pada saat itu mendel melakukan percobaan persilangan di antara koleksi tanaman kacang kaprinya yang berbeda sifat atau karakternya dan apabila ditanam akan menghasilkan keturunan dengan sifat yang sama persis dengan tetua (true-breeding).[3] Mendel melakukan percobaan yaitu dengan menyilangkan serbuk sari dari kacang kapri yang bijinya berkerut ke putik tanaman kapri yang berbiji halus.[3] Saat itu Mendel juga melakukan persilangan antara tanaman kapri berbiji halus sebagai sumber serbuk sari (tetua jantan) dengan tanaman kapri yang bijinya berkerut sebagai tetua betina.[3] Ketika biji hasil persilangan ditanam dan dibiarkan menyerbuk sendiri, Mendel mendapati jumlah tanaman yang dihasilkan mempunyai perbandingan 1: 3 di antara tanaman yang bijinya berkerut dan halus.[3] Hasil yang sama juga didapatkan untuk keturunan persilangan kebalikannya.[4] Saat itu disimpulkan bahwa sifat berkerut atau halus pada biji kapri tidak terkati atau dipengaruhi oleh jenis kelamin.[4]

Silang kebalikan untuk mengetahui pengaruh tetua betina sunting

Di dalam sel terdapat DNA maupun materi genetik yang letaknya di dalam inti sel maupun di luar inti sel.[5] Materi genetik di luar inti terdapat pada sitoplasma dan beberapa gen pebawa sifat penting dalam pemuliaan kadang terdapat di sitoplasma.[5] sebagai contoh adalah sifat kemandulan jantan sitoplasmik atau CMS (dari bahasa inggris: cytoplasmic male sterility) yang biasa digunakan pada pemuliaan jagung dan spesies lain.[5] Gen CMS umumnya berada pada sitoplasma sementara serbuk sari (gen tetua jantan) tidak berada di sitoplasma maka penting dilakukan dalam program pemuliaan dengan menggunakan kedua macam tetua sebagai betina.[5] Gen yang dibawa oleh sitoplasma tetua betina dan membawa fenotipa hasil persilangan disebut dengan pengaruh tetua betina (bahasa inggris: maternal effect).[5]

Rujukan sunting

  1. ^ a b c "reciprocal cross". Holmgren Lab. 2004. Diakses tanggal 24 April 2014. 
  2. ^ Poehlman JM (1987). Breeding Field Crops. New York: Springer Science+Business Media, LCC. hlm. 227. ISBN 9789401572736. 
  3. ^ a b c d e Daniel L. Hartl (1996). Essential Genetics. London: Jones and Bartlett. hlm. 29. ISBN 0-86720-883-X. 
  4. ^ a b Rosman Yunus, Bambang Haryanto, dan Choirul Abadi (2001). Teori Darwin dalam Pandangan Sains dan Islam. Jakarta: Prestasi. hlm. 70. ISBN 9799864992. Diakses tanggal 24 April 2014. 
  5. ^ a b c d e George Acquaah (2007). Principle of Plant Genetics and Breeding. United Kingdom: Blackwell Publishing. hlm. 37. ISBN 9781405136464.