Perjantanan Kreta adalah bentuk kuno perjantanan[1] yang melibatkan ritual penculikan (harpagmos) seorang anak bangsawan oleh laki-laki dewasa dari kelas bangsawan, dengan persetujuan dari ayah anak itu.

Pria dan remaja. Kreta ex-voto dari altar Hermes dan Aphrodite di Kato Syme; Perunggu, sek. 670-650SM.

Sang pria (dikenal sebagai philetor, "sahabat") mengambil sang anak (dikenal sebagai kleinos, "mulia") ke alam liar, di sana mereka menghabiskan beberapa bulan berburu dan berpesta dengan teman-teman mereka. Jika anak itu puas dengan perlakukan calon kawannya, ia akan mengubah panggilannya dari kleinos menjadi parastates ("sahabat karib," menunjukkan bahwaia telah berjuang dalam pertempuran bersama kekasihnya)[2] lalu kembali kepada philetor dan tinggal di dalam ikatan keintiman publik yang erat dengan dirinya.[3]

Fungsi dari praktik ini, di samping mengajarkan keterampilan pemuda dewasa, dimaksudkan untuk mengkonfirmasi status pria terbaik, dan untuk menawarkan baik pencinta dan yang dicintai kesempatan untuk memberikan bukti karakter mulia yang pantas dihormati.[4]

Sejarah sunting

Hasil dari arkeologi menunjukkan bahwa tradisi perjantanan Kreta sudah mencapai tingkat yang mapan dan terstruktur pada periode Minoa, sekitar tahun 1650-1500 SM.[5] Catatan sejarah Yunani kuno mengenai hal ini berasal dari dari tradisi pada masa mitologi. Aristoteles menyatakan bahwa raja Minos memulai perjantanan sebagai alat kontrol populasi dalam masyarakat pulau: [Mereka] "memisahkan perempuan dan melembagakan hubungan seksual antara laki-laki sehingga perempuan tidak akan memiliki anak."[6] Praktik ini tampaknya disediakan untuk bangsawan, dan merupakan pengakuan timbal balik dan penanaman kehormatan. Pria dihormati dengan cara diperbolehkan untuk mengambil anak muda, dan kehormatan anak muda meningkat jika dia diambil oleh seorang pria. Sebagai sejarawan Strabo mencatatnya,

"(Kreta) mmeilikiebiasaan aneh dalam untuk urusan percintaan, karena mereka memenangkan kekasih dengan cinta mereka, bukan dengan bujukan, melainkan dengan penculikan; sang kekasih memberitahu teman-teman dari anak itu tiga atau empat hari sebelumnya bahwa ia akan melakukan penculikan, tetapi jika teman-teman sang anak untuk menyembunyikan anak itu, atau tidak membiarkan dia pergi, itu adalah hal yang paling memalukan, pengakuan, seakan-akan begitu, bahwa anak itu tidak layak untuk mendapatkan kekasih semacam itu, dan ketika mereka bertemu, jika penculik setara atau lebih unggul dalam peringkat atau hal lain daripada anak itu, teman-temannya mengejarnya dan merebutnya, meskipun hanya dengan cara yang sangat lembut, sehingga memenuhi adat, dan setelah itu mereka dengan riang menyerahkan anak itu kepadanya untuk dibawa pergi; akan tetapi, jika sang penculik tidak layak, mereka mengambil akan anak itu darinya."

Keilmuan terbaru mengindikasikan bahwa praktik ini mungkin telah diadopsi oleh bangsa Doria sekitar 630 SM, menyebar dari Kreta ke Sparta dan kemudian ke seluruh Yunani.[7]

Struktur sunting

Kebiasaan ini sangat dihormati, dan adalah memalukan bagi kaum muda yang tidak memperoleh kekasih pria. Sekali lagi, Strabo menulis:

"Adalah memalukan bagi mereka yang berpenampilan rupawan atau keturunan dari orang terkenal tapu gagal mendapatkan kekasih, akan danggap bahwa karakter mereka (maskulinitas) menjadi penyebab nasib seperti itu. Tapi parastathentes (mereka yang berjuang bersama kekasih mereka dalam pertempuran) menerima penghargaan, karena dalam tarian dan balapan mereka memiliki posisi kehormatan tertinggi, dan diperbolehkan untuk berpakaian dalam pakaian yang lebih baik daripada yang lainnya, yaitu, dalam kebiasaan yang diberikan kepada mereka oleh kekasih mereka, dan tidak pada saat itu saja, tetapi bahkan setelah mereka telah tumbuh dewasa, mereka mengenakan gaun yang khas, yang dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa pemakainya telah menjadi kleinos, karena mereka saling memanggil sebagai kleinos philetor."

Tidak mengherankan, bangsa Kreta disebut memperkenalkan mitos penculikan Ganimede oleh Zeus untuk dijadikan kekasih di Olympus - meskipun bahkan raja para dewa itu harus memberikan kompensasi kepada ayah Ganimede. Akan tetapi, mitos ini dikecam oleh Plato dalam Hukumnya sebagai hal yang murni dibuat sensual:

"Dan kami sepakat dalam menuduh bangsa Kreta mengarang kisah Ganimede: karena mereka percaya bahwa hukum mereka datang dari Zeus, mereka juga menyatakan bahwa cerita ini berasal dari para dewa, berpikir bahwa mereka bisa memetik buah dari kesenangan ini dan mengatakan bahwa mereka mengikuti contoh dewa. Tapi itu hanya mitos belaka. (636B-D)."

Strabo juga menunjukkan bahwa maskulinitas anak itulah yang membuatnya menjadi seorang kekasih:

"Para pemuda yang paling diinginkan, menurut konvensi Kreta, bukan yang sangat tampan, melainkan mereka yang terkenal melalui keberanian, kejantanan dan perilaku sopan mereka."

Bersama-sama, sang anak dan kekasihnya tinggal di alam liar selama beberapa waktu, dan pada suatu ketika, mereka memberikan persembahan lembaran nazar dan kurban hewan di suaka Hermes dan Aphrodite, di di Gunung Dikte, dekat dengan gua yang terkenal sebagai tempat Zeus dibesarkan.

Setelah mereka kembali, sang kekasih memberi anak itu hadiah-hadiah mahal, di antaranya pakaian militer, seekor lembu (kurban bagi Zeus), dan gelas minum (melambangkan pencapaian rohani). Pada saat itu, menurut Strabo, anak itu juga diberi kuasa untuk memilih antara melanjutkan atau mengakhiri hubungannya dengan sang penculik, dan sang anak juga berhak melaporkan orang itu jika dia bertingkah tidak benar. Pada titik ini, siklus kehormatan yang diberikan dan dikembalikan telah selesai, namun kini adalah giliran sang anak untuk memberikan - atau menahan - kehormatan tersebut:

"Sang pemuda mengurbankan lembu kepada Zeus dan mengadakan pesta bagi mereka yang datang bersamanya dari pegunungan. Dia kemudian menyatakan, mengenai hubungannya dengan sang kekasih, apakah itu berlangsung dengan persetujuannya atau tidak; konvensi mendorong ini supaya, jika kekerasan dilakukan terhadapnya dalam penculikan itu, ia dapat mempeorleh kembali kehormatannya dan memutuskan hubungan."

Sebuah komentar oleh sejarawan Romawi Cornelius Nepos mengklaim bahwa pemuda Kreta memiliki lebih dari satu kekasih: "Cukup banyak pemuda di Kreta yang dipuji karena memiliki kekasih sebanyak yang mereka bisa."[8]

Temuan arkeologi sunting

Sejumlah temuan arkeologi telah ditafsirkan sebagai dokumentasi ritual perjantanan Kreta. Di sebuah kuil pedesaan yang didedikasikan untuk Hermes dan Aphrodite, di Kato Syme, sekitar enam puluh kilometer sebelah timur Hagia Triada, di Gunung. Dikte (lokasi gua di mana diduga Zeus dibesarkan) sekitar 1200m di atas permukaan laut, penggalian yang dipimpin oleh Angeliki Lembessi telah menemukan banyak benda-benda perunggu yang dipersembahkan kepada para dewa, bersama dengan sisa-sisa kurban binatang.

Di antara temuan ini ditemukan patung perunggu seorang pemuda dari periode Minoan (sebelum 1100 SM), menunjukkan bahwa ini telah menjadi situs tempat suci untuk jangka panjang. Patung-patung tersebut telah dipersembahkan selama berabad-abad. Seperangkat alat, bertanggal sekitar abad 8-7 SM dan saat ini berada di Louvre menggambarkan beberapa laki-laki yang terdiri atas seorang laki-laki berjanggut yang lebih tua dan laki-laki muda dengan rambut panjang ikal dan mengalir di depan. Pria yang lebih tua, yang membawa busur tanduk, menggenggam sang pemuda dengan lengan dan menariknya di dekatnya. Sang pemuda membawa seekor kambing yang disembelih di pundaknya, mungkin hewan kurban. Mereka saling memandang satu sama lain, kedua kakinya bersentuhan, dan alat kelamin sang pemuda diperlihatan.

Benda perunggu lainnya, tertanggal sekitar 750 SM dan saat ini ada di Museum Heraklion, menunjukkan dua pemuda berhelm namun telanjang dan yang satu lebih tua dari yang lain. Mereka berdua sedang ereksi dan berdiri berdampingan dan saling berpegangan tangan. Potongan perunggu lainnya yang bertanggal abad ke-7 SM menunjukkan pemuda yang telanjang dan hanya memakai jubah panjang dekoratif dan sandal, memegang busur dan tempat panah. Ini mendokumentasikan bahwa tradisi inisiasi Kreta ini terus berlanjut selama berabad-abad dan bahwa persembahan yang diberikan oleh pasangan kekasih di kuil ini menjadi lebih rumit dan erotis.[9]

Mitos dan cerita rakyat sunting

Selain mitos, dua cerita rakyat mengenai perjantanan Kreta telah kita ketahui, sekalipun dalam bentuk terpisah-pisah. Dalam kedua cerita tersebut sang anak bernama Leukokomas (leukos = terang / Kome = rambut) dan menguji kekasihnya dengan cara menantangnya untuk melakukan sejumlah tugas yang sulit, yang dikenal sebagai "athlon" (istilah yang sama digunakan untuk dua belas Tugas-tugas Heracles, "dodekathlos"). Dalam kisah Euxinthetos dan Leukokomas, sang kekasih harus membawa anjing sang anak dari Prasos kembali ke Gortyn, dengan jarak seratus delapan puluh stadia (lebih dari dua puluh delapan kilometer).[10] Dalam kisah lain, yaitu Promakhos ("petarung terdepan") dan Leukokomas, anak itu membuat kekasihnya melakukan banyak tugas yang sulit, yang puncaknya adalah mengambil helm tak ternilai harganya. Akan tetapi, Promakhos menjadi marah sekali akibat banyaknya tugas tak wajar yang disuruh oleh kekasihnya. Ia pun mengambil helm itu dan memberikannya kepada pemuda lain sehingga Leukokomas pun bunuh diri dalam rasa cemburu yang sangat mendalam.[11]

Referensi sunting

  1. ^ Ephoros dari Kyme dalam Strabo, Geografi 10.21.4
  2. ^ Wilhelm Kroll "Knabenliebe" dalam Pauly-Wissowa, Realencyclopaedie der klassischen Altertumswissenschaft, vol. 11, cols. 897-906 [1]
  3. ^ John Addington Symonds, A Problem in Greek Ethics, X hlm. 14
  4. ^ D. B. Dodd, '"Athenian Ideas about Cretan Pederasty," dalam T. Hubbard (ed.), Greek Love Reconsidered, New York, 2000; hlm. 33-41
  5. ^ Bruce L. Gerig, "Homosexuality in the Ancient Near East, beyond Egypt", dalam HOMOSEXUALITY AND THE BIBLE, Supplement 11A, 2005
  6. ^ Aristoteles, Politika, II.10
  7. ^ William Armstrong Percy III, "Reconsiderations about Greek Homosexualities," dalam Same–Sex Desire and Love in Greco-Roman Antiquity and in the Classical Tradition of the West, Binghamton, 2005
  8. ^ Cornelius Nepos, Prakata, 3-5; terj. Thomas K. Hubbard
  9. ^ Bruce L. Gerig, 2005, op.cit.
  10. ^ Strabo, Geografi X.4.12
  11. ^ Konon, Narasi 16.

Lihat pula sunting