Era Pencerahan Rusia ialah masa di abad XVIII di mana pemerintah mulai aktif mendorong proliferasi di bidang seni dan ilmu pengetahuan hingga terdapat perubahan besar pada kebudayaan Rusia. Pada masa ini, universitas Rusia yang pertama, perpustakaan, teater, museum publik, serta pers independen didirikan. Seperti lalim lainnya yang tercerahkan, Catherine Agung memainkan peran kunci dalam mengembangkan bidang seni, ilmu pengetahuan, dan pendidikan tersebut.

Monumen Mikeshin untuk Catherine Agung di depan Teater Alexandrine di St. Petersburg

Pencerahan nasional Kekaisaran Rusia berbeda dengan Eropa Barat lainnya dalam hal mempromosikan lebih lanjut modernisasi semua aspek kehidupan Rusia dan tersangkut penghapusan lembaga perbudakan di Rusia. Pemberontakan Pugachev dan Revolusi Prancis mungkin telah menghancurkan ilusi perubahan politik yang cepat, tetapi iklim intelektual di Rusia tak dapat dibalik kembali. Posisi Rusia di dunia diperdebatkan oleh Denis Fonvizin, Mikhail Shcherbatov, Andrey Bolotov, Ivan Boltin, dan Alexander Radishchev; diskusi ini dipicu oleh kesenjangan antara tradisi berpikir radikal, barat, konservatif dan Slavophile Rusia.

Awal perkembangan sunting

Ide Pencerahan Rusia pertama kali dipelopori oleh "druzhina terpelajar" Peter Agung. Inilah semangat yang menjiwai khotbah-khotbah Feofan Prokopowic, satir Antiokh Kantemir, dan historiografi Vasily Tatishchev.[1]

Selama masa pemerintahan putri Peter, Elizaveta Petrovna, ide Absolutisme Tercerahkan mulai tumbuh di Rusia. Favorit Elizaveta, Ivan Shuvalov, adalah punggawa tercerahkan yang ideal: ia berperan penting dalam pendirian Universitas Moskow dan Imperial Academy of Arts, yang kemudian mengaktifkan karier sebagian besar intelek selama kuartal terakhir abad XVIII.[2]

Shuvalov juga adalah pembina polymath terbesar Rusia – Mikhail Lomonosov – yang meninggalkan jejak di berbagai cabang sains, filsafat agama, persajakan, dan seni rupa.[1] Meskipun penelitiannya tak terelakkan menggerus wibawa doktrin agama, Lomonosov sendiri merupakan seorang Nasrani yang taat.

Catherine Agung sunting

Catherine Agung menganggap dirinya seorang lalim yang tercerahkan. Ia mendalami filsuf terkemuka masa itu, termasuk Montesquieu serta Voltaire, dan berusaha untuk menegakkan ide Pencerahan.[3] Ia berharap untuk mengantarkan Rusia sehingga sejajar dengan tetangga-tetangganya tidak hanya dari segi militer, tetapi juga secara politis, kultural, dan intelektual.

Banyak tokoh yang sezaman dengan Catherine mempertanyakan ketaatannya terhadap cita-cita Pencerahan dan memandangnya sebagai seorang egois, hanya memanfaatkan konsep-konsep dari Zaman Pencerahan untuk memperoleh keinginan pribadinya.[4] Gender memainkan peran utama dalam kritik ini. Mereka menginterpretasikan kepribadiannya sebagai gabungan kekuatan maskulin dan keangkuhan feminin.[4]

"Westernisasi" memiliki makna yang berbeda untuk tiap negara pada tiap periode waktu. Namun, dalam kaitannya dengan Rusia abad XVIII, istilah ini diartikan sebagai perubahan legislatif ekonomi, politik, dan budaya yang sesungguhnya juga membuat bangsawan Rusia mematuhi standar dan imitasi nilai-nilai Barat.[5] Westernisasi di Rusia meliputi pula modernisasi mesin, penyempurnaan birokrasi yang lebih efisien, dan penerimaan cita rasa Eropa Barat.[5]

Rusia memproduksi lebih banyak barang dan menuntut disediakannya ribuan pasukan selama kekuasaan Catherine. Sementara ia memperoleh wilayah baru, termasuk Crimea dan Polandia, memperbarui tentara, dan mendukung perkembangan manufaktur, ia benar-benar ingin membaratkan Rusia melalui reformasi, khususnya kehidupan bangsawan, secara kualitatif. Membawa Rusia ke tingkat yang sama dengan wilayah Eropa lainnya secara intelektual adalah hal yang menjadi perhatian utama Catherine. Untuk inilah ia membuat undang-undang yang membenarkan aturannya.

Kebijakan luar negeri sunting

Hampir setiap penguasa Rusia telah berusaha untuk menaklukkan pelabuhan di perairan hangat. Peter I melawan Kekaisaran Ottoman demi Crimea. Mendapatkan akses ke Crimea memberikan Rusia akses ke Laut Hitam dan Dardanella. Sementara Rusia menduduki Polandia, Prancis menyadari bahwa Kekaisaran Ottoman adalah satu-satunya negara yang dapat menggulingkan Catherine. Dengan dukungan Prancis, Turki menyuruh Rusia untuk meninggalkan Polandia. Rusia menyatakan perang terhadap Sultan segera sesudahnya.[6] Setelah beberapa kemenangan, termasuk penghancuran armada angkatan laut Turki, Catherine mengesankan banyak kekuatan di Eropa. "Catherine, yang pada awalnya dikenal sebagai penggemar politik (Eropa Barat), sekarang muncul di hadapan bangsa Barat sebagai seorang jenius yang jahat.[6]

Catherine kembali ke Crimea pada November 1776 dan menunjuk seorang penguasa untuk pendudukan kembali semenanjung tersebut karena gangguan-gangguan yang ada.[7] Penduduk Crimea memberontak pada tahun 1778 setelah Rusia pergi pada tahun yang sama dan menempatkan pemimpinnya di tahtanya.[7]

Karena ia mendapatkan kekuatan diplomasi yang signifikan di awal 1770-an, Catherine bermaksud melaksanakan "Greek Project".[4] Rencana ini terdiri atas pendorongan keluarnya Turki dari benua Eropa dan juga aspek yang lebih utopis: reklamasi Konstantinopel dari Muslim ke tatanan Kristen Ortodoks. Perang Turki Kedua (1787-1792) berakhir dengan penaklukan Rusia terhadap Benteng Ochakov serta pesisir Laut Hitam hingga Sungai Dniester dan pengakuan Kekaisaran Ottoman atas aneksasi Krimea oleh Rusia.[4]

Perebutan kembali Konstantinopel dan penciptaan sebuah kerajaan Kristen yang berpusat di sana memang tidak tampak sebagai rencana yang begitu tercerahkan. Namun, Catherine memandang perampasan tanah sebagai cara mudah untuk menegaskan niat Rusia. Dengan menyatakan bahwa Konstantinopel suatu hari akan dimiliki kembali oleh orang Kristen, ia menentramkan Gereja yang masih memegang pengaruh penting pada abad XVIII. Ia ingin menunjukkan Eropa Barat bahwa negaranya akan menjadi kehadiran yang kuat di Eropa dalam hal politik. Partisi dari Polandia oleh Catherine ialah contoh kekuatan politik yang lebih menyolok. Rusia menginvasi tiga kali secara terpisah: pada tahun 1772, 1793, dan 1795; dan membagi Eropa antara dirinya, Austria dan Prusia.[4] The 3rd May Constitution of the Polish-Lithuanian Commonwealth (Konstitusi 3 Mei Persemakmuran Polandia-Lithuania) yang dipungut suaranya pada tahun 1791 dianggap oleh Catherine sebagai ancaman Jacobin,[8] ancaman bagi Kerajaan Rusia dan pengaruhnya di Polandia[9][10] yang akhirnya mengantarkan kepada ekspedisi militer yang mengakibatkan kehancuran Persemakmuran Polandia–Lithuania.[11]

Akuisisi lahan oleh Catherine menunjukkan perubahan kuantitatif olehnya untuk Kekaisaran Rusia. Hanya saja, ia melampaui jauh modernisasi semacam ini yang Peter Agung telah terapkan di Rusia. Lembaga hukum dan impor Eropa Barat yang liberal diperkirakan digunakan sebagai sarana memperluas wilayah negara.

Politik sunting

Atas saran dari para korespondennya yang terpelajar, Catherine memperkenalkan sejumlah perubahan, mulai dari sekularisasi properti monastik yang luas hingga reformasi domestik yang bervisi perencanaan kota-kota Rusia yang lebih rasional.

Catherine menganut pemikiran politik Pencerahan. Ia mereformasi birokrasi Peter Agung yang telah dibangun kuat dan riil.[12] Catherine mendirikan lima puluh provinsi "gubernii" yang dibagi menjadi sepuluh distrik.[4] Setiap provinsi dihuni oleh penduduk sejumlah 300.000 hingga 400.000 jiwa dan setiap distriknya 20.000 sampai 30.000.[4] Seorang gubernur dan jaringan pejabat: eksekutif, legislatif, dan yudikatif diatur untuk menjalankan setiap provinsi. Catherine juga ingin agar bangsawan memainkan peran dalam politik lokal.[4]

Reformasi politik Catherine tidak hanya menyempurnakan birokrasi Rusia. Nakaz atau "Instruksi" Catherine digunakan untuk mewujudkan cita-cita politiknya.[13] Ia menuliskannya untuk Komisi Legislatif yang dipanggilnya pada tahun 1767 untuk menyusun Kode Hukum Rusia.[13] Perwakilan dari semua free estates of the realm, badan-badan pemerintah, dan orang non-Rusia mempertimbangkan undang-undang Negara Rusia ini. Beberapa penasihatnya menyarankan pengadaan dewan untuk mengatur undang-undang, tetapi ini langsung ditolak.[12] Setelah Catherine mulai kehilangan sedikit kekuasaan, ia kembali menerapkan jalan di masa lalu: otokratis. Ia memerintah melalui serangkaian badan fungsional yang dipimpin oleh direksi di bawah presiden, yang bekerja sama dengan senat administratif tertunjuk yang tersusun atas 20 atau 30 orang.[13] Senat tidak memiliki kekuasaan legislatif.[13] Catherine tetap memegang kekuatan itu untuk bebas dari undang-undang.

Dia menyadari perlunya pembentukan undang-undang.[12] Beberapa berpendapat bahwa Catherine memanfaatkan Pencerahan sebagai cara untuk menempatkan "pemerintahannya di atas pondasi filosofis yang kokoh dan menyediakan panduan nasional untuk kepemimpinan moral Eropa."[3] Yang lain memperkirakan bahwa ia menggunakan hukum semata-mata demi alasan praktis. Ia menetapkan kode hukum perdata pada Januari 1774 dan KUHP selama paruh kedua 1770-an, tetapi tidak pernah menyelesaikan keseluruhan kode.[14] Ia menyeret masuk Nakaz dari yurisprudensi kontinental secara besar-besaran, tetapi mengabaikan referensi ke hukum alam.[14]

Kritik atas reformasi Sang Ratu berlimpah. Profesor Semeon Desnitskii, seorang pengikut Adam Smith, menngusulkan Catherine penyelenggaraan pemilihan umum perwakilan senat setiap lima tahun dan pemisahan kekuasaan.[12] Mikhail Kheraskov, melalui novel dan puisi, menunjukkan bahwa tugas otokrat adalah transisi dari monarki absolut tercerahkan ke konstitusi atau monarki terbatas.[12]

 
Mikeshin's Monumen Catherine the Great sebelum Alexandrine Teater di St. Petersburg

Untuk memahami pengaruh aturan Catherine, kita harus melihat kembali pemerintahan Peter Agung. Peter menciptakan ide "tsar yang mereformasi." Ia memisahkan diri dari konsepsi Moskow tentang penguasa Rusia berdaulat sebagai "tsar yang baik".[12] Berbeda dengan tsar lainnya, pemerintahannya dinilai dengan standar: modernisasi kehidupan ekonomi, masyarakat, politik, dan budaya; pengaruh di luar negeri; dan kepemimpinan terhadap Rusia dengan ide sekuler Eropa Barat.[12] Pemimpin tidak lagi melindungi tanah Rusia sebagai figur orang tua.

Rusia menjadi salah satu kekuatan utama di Eropa karena pengubahan Peter. Aturan Peter pun menjadi teladan bagi pemimpin-pemimpin penerusnya. Untuk 150 tahun ke depan, penguasa Rusia menganuta "konservatisme reformatif" yang terdiri dari mempertahankan kekuasaan negara, melawan perubahan mendasar, tetapi juga mengadopsi perubahan progresif yang memberi fitur liberalisme untuk otokrasi, yang benar-benar konservatif dalam praktiknya.[12]

Budaya sunting

Dianggap sebagai "satu-satunya ideologis dengan kepandaian berbicara yang memerintah Rusia antara Ivan IV dan Lenin", Catherine tidak hanya ingin memperoleh kesetaraan militer dan politik dengan negara-negara di Eropa Barat, ia juga berusaha untuk menyamai bahkan melebihi aturan tercerahkan mereka dengan menanamkan pemikiran dan praktik milik Barat ke bangsawan Rusia.[3] Catherine melakukan ini karena standar universal di Eropa yang kala itu digunakan sebagai perbandingan.[15]

Berbeda dengan Peter I, yang mengatur masyarakat Rusia melalui acara publik dan undang-undang, Catherine mempromosikan "mekanisme internal atas regulasi perilaku."[15] Ia berusaha untuk mencapai gol yang luar biasa ini melalui pendidikan. Rusia mendirikan sekolah yang dikelola negara dan menyediakan siswa pembelajaran tiga Rs serta pendidikan kewarganegaraan.[15] Sekolah negeri ini menekankan utamanya dua prinsip: tuntutan patriotisme dan perlunya penerimaan inovasi.[15]

Meningkatnya kekuasaan pembelanjaan kelas atas menyebabkan mereka melihat diri setara dengan bangsa Prancis, Inggris, Swiss, Denmark, dan Swedia. Karenanya, para bangsawan, dipandang sebagai "pilar absolutisme dan negara Rusia,"[5] "menjinakkan—dalam artian paling harfiah—perjanjian yang ada di kalangan berbudi halus Eropa Barat."[15]

Catherine menyebut para bangsawan, dalam Nakaz, dengan "sebuah Gelar Kehormatan yang membedakan mereka, yang dianugrahi demikian, dari setiap Orang Lain yang Derajatnya Lebih Rendah".[15] Pada tahun 1785, dia menyatukan maksud penghadiahan atas layanan dengan pewarisan pangkat dalam "Deklarasi Hak-Hak, Kebebasan, dan Hak Istimewa Keturunan Terhormat Bangsawan Rusia": "Hak atas nama dvoryanin (bangsawan) diturunkan dari kualitas dan kebajikan orang-orang yang memimpin di zaman kuno dan mengistimewakan dirinya dengan jasa tertentu."[15] Ia mengkodifikasikan ini dengan memerintahkan majelis bangsawan di pusat-pusat regional untuk menjaga catatan silsilah.[15] Reformasi Catherine memungkinkan orang-orang dengan sejarah keluarga yang kuat menjaga status mereka dalam masyarakat dan yang lain sehingga naik kasta karena pelayanan.[15] Seorang bangsawan tidak lagi menunjukkan kecakapannya melalui pelayanan ke istana, melainkan melalui apa yang ia dan rombongannya miliki.[15]

Smol'nyi Institute Catherine di St. Petersburg,[14] yang berbasis di Maison royale de Saint Louis Prancis,[14] mendidik perempuan kelas atas dengan sopan santun dalam masyarakat dan pendidikan moral.[15] Gadis-gadis ini tidak hanya belajar "tari, musik, menjahit, menggambar, dan ekonomi rumah tangga" tetapi juga "hukum, matematika, bahasa, geografi, sejarah, ekonomi, arsitektur, sains, dan etika."[15]

 
Desain Quarenghi untuk Institut Smolny

Sub-Komisi Pendidikan Catherine tidak mementingkan seluk-beluk ilmu pengetahuan, melainkan pendidikan primer, sekunder, dan tinggi. Intinya adalah untuk mengajar anak-anak akan kewajiban yang dituntut dalam bermasyarakat.[13] Sub-Komisi ini mulai diberlakukan pada Mei 1768 dan menggunakan universitas Inggris, sistem pendidikan nasional Prusia dan "sekolah Irish" sebagai model.[13] Rusia kemudian mendirikan sekolah tinggi dan sekolah-sekolah dasar gratis ko-edukasional di kota-kota provinsi pada tahun 1786.[14] Sekitar tahun 1764, kota-kota distrik mendapat sekolah dasar, sayangnya sekolah-sekolah di pedesaan tidak diadakan.[14] Hanya sedikit anak yang menghadiri sekolah-sekolah umum. Sekitar 176.000 anak lulus sekolah umum Rusia antara tahun 1786 dan 1796.[14] Rusia kekurangan keuangan dan guru supaya sekolah dapat dikelola dengan baik.[14]

Sekularisasi, prinsip "barat", secara resmi masuk ke Rusia melalui kebutuhan moneter. Walau ide-ide Pencerahan tentang agama tentu mempengaruhi para bangsawan, Catherine mendirikan Komisi Tanah Gereja pada 6 Februari 1764 untuk mendukung keuangan negara.[14] Sumbangan dari Tanah Gereja untuk negara menyosorkan sejumlah besar uang, tanah, dan petani di bawah kontrol Catherine.[14]

Ekonomi sunting

Upaya negara untuk "membaratkan" bangsawan Rusia sangat mempengaruhi keadaan ekonomi mereka. Kalangan terkaya mendapatkan lebih banyak pendapatan untuk memperoleh pendidikan dan kebiasaan barat.[5] Mayoritas bangsawan miskin sementara sebagian kecil sangatlah kaya.[14] Bangsawan dengan kedudukan lebih rendah bertani dan hidup sedikit lebih baik daripada beberapa budak yang mereka miliki.[14] Pada tahun 1777, 59% bangsawan memiliki kurang dari dua puluh budak.[14] Kehidupan budak dan petani relatif tetap sama selama kekuasaan Catherine. Pada tahun 1762, kaum tani terbagi menjadi tiga kelompok: budak pribadi, petani Gereja, dan petani negara.[13] Budak pribadi, 56% di antaranya adalah kaum tani, terikat ke desa mereka karena pajak dan wajib militer.[13] Tuan mereka bertanggungjawab secara hukum untuk memberi mereka makan pada waktu kelaparan, merawat mereka di usia tua, dan membayar poll-pajak mereka.[13]

Kelas atas Rusia menempatkan uang lebih banyak ke sektor manufaktur yang tumbuh selama kekuasaan Catherine.[14] Jumlah perusahaan meningkat dari enam ratus hingga tujuh ratus pada tahun 1762 menjadi lebih dari dua ribu ketika masanya berakhir.[7] Pertanian Rusia tumbuh selama Catherine berkuasa karena tekanan ekonomi akibat bangsawan yang membutuhkan lebih banyak kekayaan untuk menikmati cita rasa Eropa Barat.[5] Para bangsawan memanfaatkan tanah subur yang berpotensi di daerah tua serta lahan baru di pinggiran kekaisaran.[5] Ekspansi Ini terjadi pada tahun 1780-an dan 90-an.[5]

Sepanjang kekuasaan Catherine, ia mencoba untuk menemukan keseimbangan antara pandangan ekonomi poitik liberal menurut tradisi Adam Smith dan regulasi kokoh yang dimulai oleh Peter I.[14] Catherine memilih mempekerjakan tenaga kerja di bidang industri, menurunkan tarif internal beserta bea masuk, dan tidak mendukung monopoli.[14] Catherine melarang pembelian budak untuk industri.[7]

Pertambangan adalah sumber kekayaan rusia pada waktu itu. Catherine mendatangkan ahli minerologi Jerman, Franz Ludwig von Cancrin, ke Rusia dan menempatkannya untuk memegang tambang garam besar di Staraya. Anak Cancrin, Georg von Cancrin, ikut dengannya nanti di Rusia, di mana ia naik menjadi Menteri Keuangan.

Pada tahun 1762, Gereja memiliki dua per tiga tanah yang dibajak.[14] Setelah reformasi Catherine reformasi, lahan Gereja yang sekuler menyumbang negara dengan "pendapatan tahunan 1.370000 rubel, yang mana kurang dari 463.000 darinya dikembalikan ke Gereja setiap tahun antara 1764 dan 1768."[14]

Catherine dan Voltaire sunting

Catherine pertama menginisiasikan hubungan dengan Voltaire, dan dengan sangat gigih berusaha berkenalan. Pada musim gugur tahun 1763, Catherine mengatur agar sekretaris Genevannya, François-Pierre Pictet (seorang kenalan Voltaire), mengirimkan Voltaire surat (seharusnya ditulis oleh Catherine sendiri) di mana Pictet memujinya panjang lebar.[16] Catherine membuat banyak upaya lain untuk menghubungkan dirinya dengan filsuf Prancis ini: ia menawarkan untuk mempublikasikan Encyclopedie di Rusia, mengatur beberapa drama Voltaire agar diproduksi di Istana St. Petersburg, meminta salinan dari karya lengkapnya, dan mengundangnya untuk datang ke Rusia. Sanjungannya akhirnya memenangkan Voltaire dan mereka berkoresponden melalui surat pada musim gugur tahun 1763, terus melakukannya sampai kematian Voltaire lima belas tahun kemudian.

Hubungan dengan Voltaire menguntungkan Catherine dalam beberapa hal. Pertama, Catherine merasa perlu untuk memperkuat klaim kekuasaannya setelah baru saja mengambil tahta dari suaminya karena kudeta. Karena filsafat secara signifikan membentuk opini publik di Eropa Barat, Catherine mati-matian ingin mendapatkan persetujuan Voltaire. Catherine memanfaatkannya untuk menyebarkan dukungan atas kebijakannya di seluruh Eropa Barat. Voltaire juga menarik bagi Catherine dari segi intelektual karena mereka bersama-sama memiliki minat yang sama di bidang politik, filsafat, dan sastra. Korespondensi Catherine dengan Voltaire menyediakan outlet untuk rasa ingin tahu intelektualnya.[17]

Voltaire juga diuntungkan dari persahabatannya dengan Catherine. Sudah lama mengagumi despotisme tercerahkan, Voltaire menyetujui kebijakan sekuler Catherine. Voltaire berpikir bahwa korespondensinya dengan Catherine akan membantunya mengeksplorasi peluang untuk despotisme tercerahkan dan memungkinkannya untuk membandingkan hukum dan adat istiadat Rusia dengan Prancis. Per 1763, Voltaire telah lama tertarik dengan Rusia dalam hal intelektual, pernah menulis Histoire de l'empire de Russie sous Pierre-le-Grand pada tahun 1759. Selain itu, karena Voltaire dianiaya di Eropa atas pandangannya dan bahkan diasingkan dari Paris, ia menghargai pujian dan pengakuan Permaisuri Rusia ini atas bakat dan pemikiran progresifnya.

Voltaire memainkan peran penting dalam mempromosikan citra Catherine di Eropa. Voltaire digambarkan sebagai "partisan barat paling terhormat, pemuja paling antusias, dan propagandis paling fasih dan tak kenal lelah." milik Catherine[16] Selain menyanjung Catherine di tengah lingkaran temannya, Voltaire menulis pamflet yang mendukung kebijakan-kebijakan Catherine, dan menerbitkan pernyataan-pernyataan dan surat-suratnya dalam pers barat, terutama menarget publikasi anti-Rusia seperti Gazette de France, Gazette de Cologne, dan Courrier d'avignon. Voltaire bahkan berhasil meyakinkan sejarawan Prancis, Claude-Carloman de Rulhière, untuk tidak mempublikasikan bukunya Histoire ou anekdot sur la révolution de Russie en l'année 1762, yang meremehkan akuntibilitas naiknya kekuasaan Catherine.

Voltaire sebagai Propagandis

Sebagai wanita kelahiran asing dan perampas tahta Rusia, Catherine Agung tidak memiliki keabsahan untuk mengklaim mahkota. Satu-satunya koneksinya dengan keluarga Romanov ialah pernikahannya dengan mendiang Kaisar, Peter III, yang terbunuhnya diketahui secara luas telah diatur oleh Catherine. Para bangsawan yang memegang silsilah pewaris tahta terang-terangan menyusun rencana untuk menggulingkan Tsarina yang baru. Baik Ivan VI maupun Paul I, dipersenjatai dengan pendukung, mengancam kekuasaan Catherine, sama halnya dengan penjaga yang memiliki kekuatan militer untuk menggulingkan Sang Kaisar.[18] Dalam sebuah surat kepada Voltaire pada 21 September 1762, Catherine mengakui para konspirator dan potensi pengkhianat di sekelilingnya: "Tatapan mata setiap pengawal yang melihatku dapat mengatakan: 'Aku yang menjadikan wanita itu.'" Catherina yang merupakan politisi berpikiran licin juga tahu kebutuhannya akan dukungan dari istana, masyarakat, dan rezim kuat lainnya untuk mempertahankan kekuasaan, menekan pemberontakan, dan muncul sebagai kekuatan dunia yang terkemuka.

Surat-surat Catherine untuk Voltaire sering digunakan sebagai sarana untuk merayu si filsuf berpengaruh demi kepentingannya. Daripada mengejar subyek intelektual, Catherine memanfaatkan surat-suratnya untuk merayu dan membujuk si filsuf. Sementara Voltaire sering berusaha untuk memulai dialog intelektual dengan Sang Tsarina, Catherine sering mengesampingkan pertanyaannya.[19] Misalnya, "Voltaire mencoba untuk memulai diskusi...dalam kasus [Claude-Adrien] terjemahan Helvetius oleh Golitsuin. Dalam menanggapi komentar Voltaire ... Catherine setuju dengan riang ... tetapi ia mengaku belum pernah membaca buku itu,".[20] Sudah sewajarnya jika Voltaire lebih senang berbicara panjang lebar mengenai sastra, filsafat, atau seni seperti dengan para koresponden lainnya. Namun, Catherine jauh lebih tertarik untuk memenangkan persetujuan si filsuf daripada membahas filsafat. Isi surat-suratnya tak lain memperlihatkan propaganda sebagai motif primernya. Ia sama sekali tidak tertarik memperluas cakrawala budaya dan intelektualnya. Catherine tidak meminta saran dari Voltaire tentang bagaimana memerintah Rusia.... Catherine justru mencoba untuk memaksakan pandangannya, membenarkan kebijakannya dan menerangkan alasan yang menyebabkan kegagalannya. Voltaire, untuk Catherine, ialah metode yang terbaik untuk menyebarkan informasi yang menguntungkan di Eropa.[21] Sebagai bukti kecerdikan politiknya, Catherine terampil dalam terus menjaga jarak dengan Voltaire, berpura-pura yakin terhadap liberalisme mutlak dalam surat-suratnya sementara dalam praktiknya menerapkan reformasi represif di negaranya. Sebagai contoh, pendapat yang ia utarakan kepada Voltaire mengenai perbudakan tidak selalu sesuai dengan undang-undang yang ia terbitkan. "Tsarina mengubah lebih dari 800.000 petani menjadi pemilik pribadi. Undang-undang tahun 1763 yang membatasi kebebasan bergerak dengan mewajibkan petani untuk mendapatkan izin dari pemilik tanah sebelum ia bisa meninggalkan properti telah dikutip sebagai bukti bahwa Catherine memperbudak petani dalam nama kebijaksanaan fiskal,".[22] Korespodensi Catherine secara garis besar bertindak sebagai propaganda yang dimaksudkan untuk menjamin kemakmuran Rusia terhadap Voltaire (dan Eropa).[20] Terhalang oleh jarak dan kurangnya informasi, Voltaire benar-benar memercayai liberalisme Catherine.

Meskipun niatnya tidak murni, Catherine tetap murid Voltaire yang setia dan teguh. Catherine menghormati si filsuf yang telah ia baca karyanya sejak masa muda. Setelah menerima sebuah puisi dari Voltaire yang didedikasikan untuknya, Tsarin "benar-benar dibanjiri emosi ... Dalam surat penuh pujian dan hormat yang mendalam ... Catherine mengumumkan bahwa ia tidak ingin membaca karya-karya sastra yang tidak ditulis sebaik Voltaire,".[23] Ia sering menyebut Voltaire sebagai "guru", "instruktur dalam berpikir", dan "tuan pemikiran,".[24] Setelah kematiannya pada tahun 1778, Catherine menulis surat kepada tokoh-tokoh sebayanya, memohon agar mereka mempelajari dan menghafal karya-karyanya. "Ia percaya bahwa pelajaran dalam karyanya mengedukasi rakyat, membantu menciptakan orang-orang jenius, pahlawan, dan penulis, juga akan membantu mengembangkan ribuan bakat,".[25] Pengabdiannya untuk Voltaire setelah kematiannya tetap jelas karena penghormatannya yang tulus dan sungguh-sungguh.

Sepanjang pemerintahannya, Catherine tetap berkomitmen untuk mengejar intelektual dan mendorong anggota istana untuk terlibat di dalamnya. Sang Tsarina menyediakan perpustakaan bagi staf istana dan dilaporkan menghabiskan rata-rata 80.000 rubel per tahun untuk buku.[26] Dalam esainya, "Catherine the Great: Enlightened Empress?" (Catherine Agung: Permaisuri Tercerahkan?) Simon Henderson memohon para pembaca untuk mempertimbangkan kendala-kendala yang dihadapi oleh Sang Permaisuri saat memutuskan apakah ia benar-benar lalim tercerahkan. Henderson menegaskan bahwa meskipun taktiknya dipenuhi oleh tipuan, ia selalu memiliki "komitmen yang teguh terhadap modernisasi Rusia,".[26] Sejak awal, Catherine mencurahkan perhatiannya kepada filosofi dan budaya pencerahan. Walaupun ia sering setuju dengan posisi liberal, statusnya di istana sepenuhnya bergantung pada dukungan keluarga bangsawan. Akibatnya, Tsarina tidak bisa selalu melaksanakan reformasi sesuai dengan yang ia inginkan. Sebagai contoh, ketika dihadapkan dengan masalah perbudakan, awalnya dalam proposal "Instruksi", Catherine mengusulkan bahwa pemilik lahan menawarkan opsi kepada budak untuk "membeli kebebasan mereka" [27] atau bahwa pemerintah membatasi masa kerja paksa enam tahun.[27] Namun, para bangsawan menghilangkan bagian ini dari dokumen tersebut karena tidak menguntungkan mereka. "Daripada memandangnya tidak tulus soal kepeduliannya terhadap kaum tani, para sejarawan telah baru-baru ini menyorot ... apa yang mungkin telah ia capai seandainya keadaan berbeda,".[22] Meskipun dihambat, Catherine berhasil melaksanakan beberapa kebijakan yang menguntungkan budak. Pada tahun 1767 orang tua asuh dilarang untuk memperbudak anak-anak haram dan pada tahun 1781 pembudakan tawanan perang dilarang dan dalam hukum dinyatakan bahwa pernikahan orang bebas dengan budak wanita membebaskan wanita tersebut. Catherine diketahui telah menginvestigasi dan mengambil alih semua kekayaan pemilik tanah yang dilaporkan memperlakukan budak-budak mereka dengan buruk.[22] Voltaire secara terang-terangan mendukung emansipasi budak. Filsuf ini beropini bahwa aristokrasi Rusia "seharusnya tidak mengizinkan masyarakat luas terus menderita karena kesewenang-wenangan hukum yang semestinya memberikan perlindungan kepada setiap dan semuanya,".[28] Selain itu, dalam upaya untuk menciptakan birokrasi terpelajar, Catherine bergerak untuk membawakan pendidikan yang lebih baik untuk rakyatnya. Pada tahun 1786, ia menetapkan Undang-Undang Rusia tentang Pendidikan Nasional untuk meluncurkan sistem sekolah nasional.[22] Sebagai hasil dari kampanye untuk memodifikasi Rusia, Catherine berhasil memperkenalkan ke-tsar-an ke dunia Barat dan memperdalam keterlibatannya dalam urusan Eropa. Sementara Catherine bekerja untuk membawa prinsip-prinsip Pencerahan ke Rusia, Voltaire bekerja untuk meningkatkan reputasinya di Eropa. Filsuf ini dengan antusias mengikuti kepentingannya, memujinya di tengah teman-teman di tempat-tempat tinggi, menasihatinya dalam politik, dan mendistribusikan naskahnya untuk media liberal, mengukuhkan gelarnya sebagai lalim yang tercerahkan. "Voltaire berpartisipasi dalam gerakan melindungi reputasi Catherine ... ia menulis pamflet dukungan terhadap kebijakannya ... [dan] menerbitkan keputusan-keputusannya di pers barat,".[29] Dalam sebuah surat kepada Marquis d'argenson, negarawan Prancis, Voltaire memintanya untuk membantu "membangun kembali reputasi [Catherine] di Paris", (Lentin 13). Catherine, bahagia dengan kenaikan popularitas, mengaku kepada Prince De Ligne: "Pasti Voltaire-lah yang menjadikan saya tren,".[29]

Meski demikian, Voltaire tentu menghargai manfaat dari pergaulannya dengan Permaisuri Rusia. Si filsuf menikmati sosialisasinya dengan elite Eropa dan sering membanggakan teman-temannya yang berpengaruh. "Ia mengakui manfaat memiliki pemegang tahta sebagai rekan ..."[30] Selain itu, akibat hubungannya dengan Catherine, Voltaire memandang reputasinya sendiri diuntungkan karena menyingkirkan citra Permaisuri Rusia yang hina. "Seiring semakin terkaitnya nama Catherine dengan filsuf ini, bersihnya namanya (Catherine) dari semua tuduhan buruk ialah penting,".[31] Kedua sahabat pena ini memang tidak memiliki niat yang sepenuhnya "murni". Namun, meski mereka memiliki motif tersembunyi, korespondensi tetap merupakan dokumen rekaman penting atas kegiatan politik kerajaan. Keselarasan Catherine dengan Voltaire berperan sebagai indikasi awal pergerakan ke-tsar-an Rusia menuju hubungan yang lebih dekat dengan Eropa.

Korespondensi

Topik utama diskusi dalam surat Voltaire-Catherine ialah urusan luar dan dalam negeri Rusia. Meskipun keduanya mencintai sastra, seni, dan filsafat, Catherine dan Voltaire sangat jarang membahas hal-hal tersebut. Seorang sarjana mengemukakan bahwa Catherine tidak memiliki kapasitas intelektual untuk mendiskusikannya dengan Voltaire dan bahwa Catherine mengangkat terutama urusan politik dalam surat-suratnya dalam rangka menanamkan ide-ide politiknya ke Voltaire.[32] Mereka pernah membahas masalah budaya pada tahun 1772, menunjukkan bahwa Catherine ingin mengalihkan perhatian Voltaire dari partisinya dari Polandia yang baru terjadi.[32]

Baik Catherine maupun Voltaire menulis untuk satu sama lain dengan nada sanjungan. Surat Voltaire untuk Catherine digambarkan sebagai "katalog pujian yang total dan boros, sanjungan atas kebijakannya (Catherine) yang saking berlebihannya begitu menjengkelkan."[16] Ia bahkan memanggilnya sebagai "my Catherine." Sementara Catherine juga menyanjung Voltaire dalam surat-suratnya, ia menulis dengan lebih tersusun, mungkin karena sekretarisnya, Pictet, dengan teliti telah merevisi surat-suratnya (tidak seperti yang ditulisnya untuk Frederick Agung) sebelum dikirim.[16] Perbedaan utama antara kedua set surat tampaknya "Pujian [Catherine] terhadap Voltaire, bertujuan menggelitik kesombongan dan memainkan prasangkanya" sementara pujian Voltaire "menyampaikan nada pemujaan terhadap pahlawan."[16]

Urusan Dalam Negeri

Dalam diskusi mereka mengenai urusan dalam negeri Rusia, Catherine hanya bertukar kabar dengan Voltaire sehingga Rusia dan kekuasaannya berada di bawah sinar yang positif. Catherine mengilustrasikan Rusia sebagai negara yang makmur dengan ekonomi stabil dan dirinya sendiri sebagai contoh lalim yang tercerahkan.

Catherine sangat berlebihan soal kestabilan ekonomi Rusia dan sangat salah menginformasikan Voltaire. Contohnya, dalam korespondensinya Catherine tidak pernah menyebutkan Pemberontakan Pugachev tahun 1773-74. Ketika Voltaire menyinggungnya, Catherine menepis dengan hanya mengatakan bahwa ia telah mengontrolnya. Akibatnya, Voltaire tidak pernah menyadari betapa signifikan kesulitan ekonomi Rusia kelas petani yang telah memicu pemberontakan.[32]

Catherine dan Voltaire sering membahas legislasi karena mereka sama-sama menyokong kemutlakan kekuasaan hukum. Voltaire meminta informasi tentang peraturan-peraturan Catherine yang kemudian salinannya dikirimkan, selanjutnya dibaca dua kali oleh Voltaire. Subjek perbudakan, yang mana Voltaire dukung emansipasinya, menonjol dalam korespondensi mereka. Meskipun Voltaire mengusulkan saran kepada Catherine, ia tidak pernah memaksakan idenya atau mengutuk Catherine karena tidak mengambil tindakan yang lebih progresif terhadap institusi ini.

Namun demikian, Voltaire menegaskan sikapnya mengenai perbudakan dalam naskah yang diserahkannya untuk kompetisi esai yang diadakan oleh Free Economic Society di St. Petersburg pada tahun 1767. Catherine memilih "manfaat dari kepemilikan pribadi atas tanah oleh para petani" sebagai subyek topik. Esai Voltaire, dikecewakannya, hanya menerima sebutan kehormatan.[32]

Urusan Luar Negeri

Sebagian besar korespondensi Catherine dan Voltaire berlangsung selama tahun 1769 sampai 1778, periode di mana Catherine melibatkan dirinya sedemikian aktif dalam urusan luar negeri. Oleh karena itu, banyak dari surat mereka yang berfokus pada perang Rusia di Polandia dan Turki serta bertemakan agama dan peradaban.[32]

Ketika Catherine pertama menginvasi Polandia, Voltaire percaya, bertentangan dengan pendapat umum, Catherine melakukannya berdasarkan toleransi beragama. Voltaire percaya bahwa Tsarina ingin mengembalikan hak-hak kaum minoritas Polandia non-Katolik dan bukannya memperoleh tanah Polandia. Voltaire terbukti salah pada tahun 1772 setelah partisi pertama Catherine. Namun, ia tidak pernah menyalahkan Catherine karena telah menipunya, ia malah mengucapkan selamat untuk Catherine dan Poles. Diskusi mereka mengenai Polandia dengan demikian menunjukkan apa yang Peter Gay sebut "kurangnya informasi yang akurat diperparah dengan penolakan yang disengaja untuk mengetahui kebenaran."[32] Problema ini dengan berat merusak reputasi Voltaire di Eropa.

Topik utama lain yang dijadikan pembicaraan adalah hubungan Rusia dengan Turki. Sebagai seorang filsuf, Voltaire tidak setuju dengan perang pada umumnya. Namun, dalam surat-suratnya ia mendorong Catherine untuk berperang dengan Turki. Voltaire memandang Turki secara fundamental tidak beradab dan dengan demikian ekspansi Rusia sebagai perang salib bukan untuk agama, tetapi atas nama pencerahan. Ia bahkan menyarankan kepada Catherine agar Rusia, Prusia, dan Austria bersatu untuk memecah Turki. Akan tetapi, Catherine ingin menaklukkan Turki untuk alasan politik dan ekonomi, ia ingin memperluas perbatasan Rusia ke Laut Hitam untuk mendapatkan akses menarget Konstantinopel.

Pendidikan sunting

Pendekatan yang lebih konservatif diambil oleh Mikhail Shcherbatov, seorang jurnalis dan sejarawan dengan gagasan kebebasan yang dipengaruhi oleh Rousseau. Shcherbatov menyampaikan kritik pedas kepada lembaga-lembaga sosial, mempertahankan bahwa pendidikan massa – daripada reformasi politik yang jangkauannya jauh dan penghapusan perbudakan – mungkin lebih efektif dalam meningkatkan moral masyarakat Rusia.

Terkait dengan itu, Ivan Betskoy berkampanye untuk reformasi komprehensif terhadap pendidikan yang akan menghasilkan pengembangan "generasi baru warga negara". Proposalnya telah diterapkan dalam berbagai cara, misalnya Institut Smolny yang dikukuhkan untuk gadis bangsawan sesuai dengan doktrin Fenelondi mana pendidikan anak perempuan adalah kunci untuk regenerasi moral korup masyarakat modern.

Catherine II bisa dianggap sebagai pendiri universitas negeri rusia atas perencanaan penggunaan lahan; pada tanggal 25 Mei 1779 (14 Mei kalender Julian) diumumkan bahwa Sekolah Survei akan dibuka dengan nama Konstantinovsky, penghormatan atas Pangeran Konstantin Pavlovich, cucu Catherine II Rusia yang lahir pada tahun itu. Pemerintah dan Catherine II Rusia sendiri menyokong dan mendukung sekolah ini sejak tanggal pendiriannya, menekankan pentingnya pengelolaan lahan dan survei khusus pendidikan. Kurangnya surveyor tanah dan pentingnya survei tanah bagi negara memprakarsai pendirian sekolah ini. Legislasi kala itu menekankan pentingnya pengelolaan lahan: "Saat ini survei adalah usaha yang dilakukan tidak hanya untuk kepentingan dan kedamaian setiap pemegang lahan, tetapi juga usaha negara yang meliputi keagungan dan kedamaian serta ketenangan Kekaisaran untuk seluruh negeri."

Teman Catherine, Yekaterina Dashkova– kadang dipandang sebagai prekursor feminisme– memimpin Akademi Sains Rusia selama bertahun-tahun. Pada tahun 1783, dia menetapkan Russian Academy, yang ia model berdasarkan French Academy. Berusaha untuk mempromosikan pengetahuan dan kajian seputar bahasa Rusia, Russian Academy menyiapkan kamus bahasa Rusia komprehensif pertama.

Bahkan Gereja Ortodoks Rusia yang monolit tampaknya menyerah pada pengaruh Pencerahan. Ajaran Platon Levshin, Metropolitan Moskow, menggarisbawahi perlunya toleransi dan mendorong kemajuan pendidikan gerejawi.

Seni sunting

 
Parasha Zhemchugova, budak aktris yang diangkat menjadi countess.

Ide-ide pencerahan dipopulerkan oleh teater Rusia yang baru lahir. Grup teater Rusia semacam ini yang pertama didirikan di Yaroslavl oleh Fyodor Volkov dan Ivan Dmitrievsky selama kekuasaan Elizaveta. Aleksandr Sumarokov bertanggung jawab atas repertoire teater mereka.

Selama kekuasaan Catherine, dramawan terkemuka di antaranya adalah Denis Fonvizin, yang mengejek kesederhanaan dari bangsawan provinsi dan tiruan gamblang mereka akan semua hal berbau Prancis; Vladislav Ozerov, yang menulis sejumlah besar tragedi Neoklasik dengan sentuhan sentimentalisme; dan Yakov Knyazhnin, yang drama tentang pemberontakan rakyat terhadap kekuasaan Rurik-nya dipandang Jacobin dan dibakar di depan publik pada tahun 1791.

Bahkan penyair favorit Catherine, Gavrila Derzhavin – yang dalam odesnya berusaha menggabungkan hiburan dengan pelajaran – akan melihat beberapa puisinya dilarang cetak selama tahun-tahun terakhir pemerintahan Catherine.

Opera sunting

Opera sampai di Rusia pada tahun 1731, ketika Ratu Anna mengundang rombongan opera Italia untuk menampilkan Calandro oleh Giovanni Alberto Ristori selama perayaan penobatannya di Moskow. Pada tahun 1735 lain rombongan opera italia lain yang dipimpin oleh komposer Francesco Araja diundang untuk bekerja di St. Petersburg. Araja menghabiskan 25 tahun di Rusia dan menulis empat belas opera untuk Istana Rusia termasuk di antaranya Tsefal I Prokris (1755), opera pertama yang ditulis dalam bahasa Rusia untuk libretto oleh Alexander Sumarokov.

Komposer dari luar negeri seperti Johann Adolf Hasse, Hermann Raupach, Galuppi, Manfredini, Traetta, Paisiello, Sarti, Cimarosa, dan Martin y Soler, Ivan Kerzelli, Antoine Bullant, menyumbangkan kontribusi penting untuk opera Rusia, baik libretti Italia maupun libretti Rusia. Ada juga sangat opera sangat populer karya kebangsaan Belgia/Prancis, André Ernest Modeste Grétry, yang banyak diperankan, termasuk di teater Kuskovo dan Ostankino, di mana terdapat partisipan terkenal budak-soprano, Praskovya Zhemchugova di opera swasta, Nikolai Sheremetev.

Catherine II mengirim beberapa komposer dalam negeri seperti Berezovsky dan Bortniansky ke luar negeri untuk belajar seni komposisi musik yang kemudian menghasilkan beberapa opera dalam bahasa Italia dan Prancis. Dan pada awal 1770-an upaya sederhana untuk menulis opera Rusia oleh komposer Rusia untuk libretto Rusia dibuat. Di antara karya yang sukses adalah opera satu adegan, Anyuta (1772), dengan teks oleh Mikhail Popov dan opera Melnik – koldun, obmanshchik i svat (Miller yang adalah seorang Penyihir, Penipu, dan Match-maker) dengan teks oleh Alexander Ablesimov dan musik oleh Mikhail Sokolovsky (1779).

Kontribusi paling penting dalam genre opera ialah oleh Vasily Pashkevich dengan Kecelakaan Kereta (Neschastye ot karety, 1779), The Miser (Si Pelit) dengan teks oleh Yakov Knyazhnin setelah Molière (1782), dan Fevey untuk libretto oleh Catherine II (1786), serta oleh Yevstigney Fomin yang belajar di Italia dengan Kusir di Stasiun Relay (Yamshchiki na podstave, 1787), Orfey saya Evridika, opera-melodrama dengan teks oleh Yakov Knyazhnin (1792), dan Amerika (Amerikantsy, opera komik, 1800).

Musik Lainnya sunting

Pada tahun 1746, konser publik pertama diselenggarakan di Rusia dan segera setelahnya menjadi tradisi. Kehidupan konser didominasi oleh musisi luar negeri sampai virtuoso Rusia muncul sekitar tahun 1780 hingga 1790-an; termasuk pemain biola Ivan Khandoshkin dan penyanyi Elizaveta Sandunova. Senator Grigory Teplov juga seorang musisi amatir yang pada tahun 1751 mencetak koleksi lagu-lagunya yang berjudul Idle Hours Away from Work (Waktu Santai Jauh dari Pekerjaan). Bisnis penerbitan musik, penjualan lembaran musik asing, dan majalah pecinta musik berkembang sejak 1770-an dan seterusnya.

Musik pengantar dan lagu-lagu opera Ivan Kerzelli, Derevenskiy vorozheya (Desa Penyihir) dicetak di Moskow tahun 1778, fragmen opera pertama yang dicetak di Rusia. Penjualan alat-alat musik (seperti keyboard, gitar, dan kecapi) juga berkembang. Genre musik khidmat berubah di bawah pengaruh asing. Komposer opera Italia seperti Galuppi dan Sarti terlibat dalam memproduksi liturgi untuk kebaktian gereja. Genre choral concerto (siklus tiga–empat gerakan kontras) menjadi tradisional untuk musik liturgi dari Degtyaryof, Vedel, Bortnyansky, Berezovsky, Davydov, dan Turchaninov.

Freemasonry sunting

Beberapa tokoh-tokoh terkemuka Pencerahan Rusia Pencerahan terkait dengan Freemasonry dan Martinism. Di awal 1770-an sekretaris Catherine Agung, Ivan Yelagin, berhasil melakukan reorganisasi Russian Freemasonry menjadi sistem yang menjangkau jauh menyatukan empat belas pondok dan sekitar empat ratus pejabat pemerintah. Ia mengamankan otorisasi Inggris atas Russian Grand Lodge pertama dan menjadi Grand Master Provinsi. Sebagian besar pondok Rusia tertarik ke Ritual Swedia. Pada tahun 1782, Ivan Schwarz, profesor filsafat dari Moskow, mewakili Rusia di Konferensi Wilhelms di mana Rusia diakui sebagai provinsi kedelapan Rite of Strict Observance. Temannya, Nikolay Novikov, bertugas di pondok-pondok Moskow. Takut dengan Revolusi Prancis, Catherine megawasi ketat Novikov dan freemason lainnya pada akhir tahun 1780-an. Anaknya Paul melarang semua majelis masonik pada tahun 1799.

Akhir sunting

Per 1796, ketika Kaisar Paul naik tahta setelah ibunya, Pencerahan Rusia sangat jauh berkurang. Meskipun raja baru itu menentang keras untuk pengaruh libertarian Prancis, ia membebaskan penulis radikal yang dipenjarakan oleh ibunya, Novikov dan Radishchev di antara. Keluarga Paul menyenangi pertunjukan dongeng didaktik Ivan Krylov, pengarang yang kegiatan jurnalistiknya telah dikecam oleh ibunya, Catherine.

Komite Informal yang dilembagakan oleh Alexander I Rusia pada tahun 1801 dapat dipandang sebagai upaya terakhir untuk melaksanakan cita-cita Pencerahan dalam Kekaisaran Rusia. Mikhail Speransky melanjutkan garis besar program ambisius reformasi politik, tetapi rencana utamanya tidak dieksekusi hingga reformasi besar oleh Alexander II setengah abad kemudian.

Referensi sunting

  1. ^ a b Gonchar, L. F (2008).
  2. ^ ФИЛОСОФСКИЙ ВЕК ИВАН ИВАНОВИЧ ШУВАЛОВ (1727–1797) ПРОСВЕЩЕННАЯ ЛИЧНОСТЬ В РОССИЙСКОЙ ИСТОРИИ Diarsipkan 2020-04-14 di Wayback Machine. (PDF).
  3. ^ a b c Billington, James H. The Icon and the Axe: An Interpretive History of Russian Culture.
  4. ^ a b c d e f g h Riasanovsky, Nicholas V., dan Mark D. Steinberg.
  5. ^ a b c d e f g Kahan, Aracadius.
  6. ^ a b Troyat, Henri.
  7. ^ a b c d de Madariaga, Isabel.
  8. ^ Wolfgang Menzel, Germany from the Earliest Period Vol. 4, Kessinger Publishing, 2004, ISBN 1-4191-2171-5, Google Print, hal 33[pranala nonaktif permanen]
  9. ^ Paul W. Schroeder, The Transformation of European Politics 1763–1848, Oxford University Press, 1996, ISBN 0-19-820654-2, Google print hal 84
  10. ^ Henry Eldridge Bourne, The Revolutionary Period in Europe 1763 to 1815, Kessinger Publishing, 2005, ISBN 1-4179-3418-2, Google Print hal 161[pranala nonaktif permanen]
  11. ^ Robert Wokler, Isaiah Berlin's Counter-Enlightenment, DIANE, ISBN 0-87169-935-4, Google Print, 108
  12. ^ a b c d e f g h Whittaker, Cynthia H. "The Reforming Tsar: The Redefinition of Autocratic Duty in Eighteenth-Century Russia."
  13. ^ a b c d e f g h i de Madariaga, Isabela.
  14. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Dixon, Simon.
  15. ^ a b c d e f g h i j k l Kelly, Catriona.
  16. ^ a b c d e Catherine II, Permaisuri Russia, Voltaire.
  17. ^ Ikhtisar minat Catherine secara intelektual: Frank T Brechka, "Catherine the Great: The Books She Read", The Journal of Library History 4, no. 1 (Jan. 1969): 39–52.
  18. ^ (Lentin 9)
  19. ^ (Wilberger 19)
  20. ^ a b (Wilberger 157)
  21. ^ (Wilberger 182)
  22. ^ a b c d (Henderson 17)
  23. ^ (Gorbatov 74)
  24. ^ (Gorbatov 65)
  25. ^ (Gorbatov 66)
  26. ^ a b (Henderson 15)
  27. ^ a b (Henderson 16)
  28. ^ (Neserius 36)
  29. ^ a b (Lentin 14)
  30. ^ (Lentin 16)
  31. ^ (Wilberger 147)
  32. ^ a b c d e f Carolyn H. Wilberger, "Voltaire and Catherine the Great." in Studies on Voltaire and the Eighteenth Century, ed.
  • A. Lentin. Voltaire and Catherine the Great: Selected Correspondence. 1974. Halaman 9.
  • Wilberger, Carolyn. Studies on Voltaire and the Eighteenth Century. 1976. Halaman 158.
  • Henderson, Simon. "Catherine the Great: Enlightened Empress?" 2005. 15.

Daftar pustaka sunting

  • Billington, James H. The Icon and the Axe: An Interpretive History of Russian Culture (Alfred A. Knopf, 1966)
  • Dixon, Simon. The Modernisation of Russia 1676-1825 (Cambridge University Press, 1999)
  • Frolova-Walker, Marina: Russian Federation, 1730-1860, (Opera, Concert life, Domestic music making, Sacred music), The Grove Dictionary of Music and Musicians, vol. 21 ISBN 0-333-60800-3
  • Kahan, Aracadius. "The Cost of "Westernization" in Russia: The Gentry and the Economy in the Eighteenth Century." Slavic Review 25.1 (1966): 40-66.
  • Kelly, Catriona. Refining Russia: Advice Literature, Polite Culture, and Gender from Catherine to Yeltsin (Oxford University Press, 2001).
  • Riasanovsky, Nicholas V., dan Mark D. Steinberg. A History of Russia (8th ed. 2011)
  • A b c d, Richard: Russia in 'The New Grove Dictionary of Opera', ed. Stanley Sadie (London, 1992) ISBN 0-333-73432-7
  • Wirtschafter, Elise Kimerling. "Thoughts on the Enlightenment and Enlightenment in Russia", Modern Russian History & Historiography, 2009, Vol. 2 Edisi 2, pp 1-26
  • Wirtschafter, Elise Kimerling. "Religion and Enlightenment in Eighteenth-Century Russia: Father Platon at the Court of Catherine II", Slavonic & East European Review, Januari–April 2010, Vol. 88 Masalah 1/2, pp 180-203
  • Zhivov, Viktor M.. "The Myth of the State in the Age of Enlightenment and Its Destruction in Late Eighteenth Russia", Russian Studies in History, musim dingin 2009/2010, Vol. 48 Edisi 3, pp 10–29