Pei Ji (Hanzi: 裴寂, 570-629) adalah seorang pejabat pada awal Dinasti Tang dan sempat menjabat perdana menteri pada awal berdirinya dinasti itu. Ia turut membujuk Li Yuan memberontak melawan Kaisar Yang dari Sui yang lalim. Ia banyak membantu Li Yuan dalam usahanya mempersatukan Tiongkok di bawah Dinasti Tang. Sayang di akhir kariernya, reputasinya ternoda oleh skandal korupsi dan ilmu hitam sehingga ia diasingkan ke Guangxi dan meninggal di sana.

Kehidupan awal sunting

Pei Ji dilahirkan di Puzhou (sekarang Yuncheng, Shanxi) pada masa Dinasti Zhou Utara. Ayahnya mati muda dan ia dibesarkan oleh kakak laki-lakinya. Ia dikenal sebagai seorang pemuda yang tampan dan memiliki bakat sastra yang baik. Dalam usia 13 tahun ia sudah bekerja sebagai sekretaris gubernur. Pada masa kekuasaan Kaisar Wen dari Sui, ia menjadi perwira militer, tetapi kondisi ekonominya buruk sampai pernah ketika mendapat tugas untuk menyampaikan laporan ke ibu kota Chang’an (sekarang Xi'an, Shaanxi) ia harus berjalan kaki.

Kariernya mulai menanjak pada masa pemerintahan Kaisar Yang dari Sui. Ia berturut-turut menjabat sebagai juru sensus di Qizhou (sekarang Jinan, Shandong), sekretaris pribadi kaisar, hingga menjadi kepala deputi rumah tangga di istana kedua kekaisaran di Kabupaten Jinyang (sekarang wilayah Taiyuan, Shaanxi). Di sinilah ia bertemu dan bersahabat dengan Li Yuan yang saat itu menjabat sebagai jenderal penjaga Taiyuan. Mereka sering ngobrol dan bersenang-senang bersama. Pada sahabatnya itu, Pei sering kali melanggar peraturan dengan memperbolehkan Li terlibat affair dengan beberapa dayang di Istana Jinyang.

Andil dalam pemberontakan Li Yuan sunting

Ketika pemberontakan meletus di berbagai penjuru negeri menentang kesewenang-wenangan Kaisar Yang, putra ke-2 Li Yuan, Li Shimin dan bupati Jinyang, Liu Wenjing, turut merencanakan pemberontakan melawan Dinasti Sui, namun mereka tidak berani terang-terangan mengutarakannya pada Li Yuan. Mereka pun mencoba menyampaikannya lewat Pei, yang adalah teman dekat Li Yuan. Untuk itu mereka menyuruh sekutu mereka, Gao Binlian mengajak Pei berjudi dan sengaja mengalah padanya. Setelah Gao mulai cocok dengan Pei, mulailah ia menyampaikan maksud Li Shimin dan Liu padanya serta mengajaknya bergabung. Pei yang akhirnya setuju dengan rencana ini kemudian membujuk Li Yuan untuk berontak. Setelah didesak dengan affair-affairnya dengan para dayang di istana Jinyang, Li Yuan pun akhirnya setuju untuk memberontak pada tahun 617. Pei menghibahkan kekayaan pribadinya untuk membantu Li Yuan membangun kekuatan, ia juga membuka gudang negara lalu menyerahkan persediaan pangan, sutra, pakaian perang dan 500 dayang di Istana Jinyang pada Li. Ketika Li memimpin pasukannya ke ibu kota Chang’an, ia mengangkat Pei sebagai sekretarisnya dan menganugerahkannya gelar Adipati Wenxi.

Pada akhir 617, ketika Li Yuan sedang berperang di Hedong (sekarang Yuncheng) namun tidak bisa dengan cepat menaklukkan kota itu karena cuaca buruk dan kuatnya pertahanan kota, tersiar sebuah isu yang mengatakan bahwa suku Tujue Timur akan menyerang Taiyuan dibantu oleh pemimpin pemberontak Liu Wuzhou, Dingyang Khan. Pei menyarankan agar Li Yuan menarik mundur pasukan untuk mempertahankan Taiyuan. Namun Li Shimin dan kakaknya, Li Jiancheng berpendapat bahwa Chang’an harus segera direbut dan mundur akan menjatuhkan semangat pasukan yang pada akhirnya berakibat pada kekalahan. Mereka berhasil membujuk ayah mereka agar tidak mundur. Li Yuan mengambil rute memutar dan mengalahkan pasukan Sui di Huoyi (juga di wilayah Yuncheng) sambil tetap meninggalkan sebagian pasukannya mengepung Hedong. Ia sendiri memimpin pasukannya menyeberangi Sungai Kuning menuju Guanzhong (wilayah pinggiran Chang’an). Li Yuan berhasil menduduki Chang’an akhir tahun itu dan mengangkat cucu Kaisar Yang, Yang You, sebagai kaisar baru dengan gelar Kaisar Gong dan dirinya sebagai wali kaisar. Ia lalu menganugerahi Pei dengan tanah, istana, dan gelar Adipati Wei.

Dibawah pemerintahan Kaisar Gaozu sunting

Tahun 618, Kaisar Yang terbunuh dalam kudeta berdarah di Jiangdu (sekarang Yangzhou, Jiangsu) oleh Jenderal Yuwen Huaji. Setelah mendengar berita ini, Li Yuan memaksa Kaisar Gong menyerahkan tahta padanya lalu mendeklarasikan berdirinya Dinasti Tang dengan dirinya sebagai kaisar pertama dengan gelar Kaisar Tang Gaozu. Ketika mengambil alih tahta ia berkata pada Pei, “Orang yang telah membawa saya kesini adalah anda, Tuan Adipati.” Ia mengangkat Pei sebagai kepala deputi eksekutif kanan, sebuah jabatan yang sejajar dengan perdana menteri, ia juga menghadiahkan harta berlimpah padanya. Kaisar Gaozu menugasi Pei dan Liu Wenjing untuk merevisi hukum Sui. Tidak lama setelah menjadi pejabat tinggi negara, Pei dan Liu yang tadinya adalah sahabat kini menjadi musuh karena sering berseberangan pendapat, selain itu Liu juga tidak puas mendapat jabatan yang lebih rendah dari Pei. Belakangan, Liu dituduh menggunakan ilmu hitam untuk meningkatkan kariernya. Walaupun Li Shimin dan pejabat lain seperti Xiao Yu dan Li Gang membela Liu dengan mengatakan ia tidak bersalah dan pantas mendapat pengampunan, Kaisar Gaozu tetap menghukum mati Liu atas desakan Pei.

Tahun 619, Liu Wuzhou menduduki Taiyuan dan Li Yuanji, Pangeran Qi (putra ke-4 Kaisar Gaozu) yang menjaga kota itu kabur. Liu terus maju ke selatan memasuki wilayah Tang. Pei menawarkan jasa untuk memimpin pasukan menghalau serbuan itu. Namun dalam hal kemiliteran, Pei bukanlah orang yang tepat, ia dikalahkan oleh bawahan Liu, Jenderal Song Jin’gang di Dataran Dusuo (sekarang Jinzhong, Shanxi). Song memutus jalur persediaan air pasukan Tang dan menyerang mereka sehingga hampir seluruh pasukan yang dipimpin Pei binasa. Ia kabur ke Pingyang (sekarang Linfen, Shanxi), dari sana ia mengirim surat permintaan maaf pada kaisar atas kegagalannya, ia juga meminta agar dirinya dihukum. Namun Kaisar Gaozu tidak menghukumnya dan tetap mempercayakan pertahanan wilayah itu padanya. Sekali lagi Pei memperlihatkan ketidakkompetenannya dalam militer, ia bertindak pengecut dengan memerintahkan rakyat untuk berlindung di balik benteng kota dan membiarkan daerah pinggiran dikuasai Liu, akibatnya sejumlah kalangan merasa kecewa dan memberontak terhadap pemerintah Tang. Situasi makin memburuk ketika Kaisar Gaozu mempertimbangkan untuk melepaskan seluruh wilayah Shanxi.

Untungnya, Li Shimin, tidak berdiam diri melihat kemunduran ini, ia memimpin pasukannya melakukan serangan balasan terhadap Liu dan Song, secara bertahap merebut kembali daerah-daerah yang jatuh ke tangan musuh hingga akhirnya pada tahun 620 ia berhasil memaksa Liu melarikan diri ke Tujue Timur. Sementara itu, Kaisar Gaozu memanggil Pei kembali ke Chang’an dan memenjarakannya, tetapi tak lama kemudian ia membebaskannya dan kembali menaruh kepercayaan padanya. Pei sering diberi tanggung jawab mengurus ibu kota bisa kaisar sedang keluar kota. Tahun 621, ketika Kaisar Gaozu mulai mencetak uang logam baru, ia memberi Pei hak istimewa untuk mencetak uang logamnya sendiri, suatu kehormatan yang besar karena selain dirinya, hanya Li Shimin dan Li Yuanji yang diberi hak serupa. Kaisar juga menikahkan putri Pei dengan salah satu putranya, Li Yuanjing, Pangeran Zhao. Tahun itu Pei beberapa kali mengajukan pengunduran dirinya hingga akhirnya tahun 626 kaisar menganugerahinya gelar kehormatan Sikong (司空) dan secara efektif mempensiunkannya. Namun ia masih berperan dalam proses penyeleksian pejabat junior di biro eksekutif yang setiap harinya harus menghadap dirinya.

Di bawah pemerintahan Kaisar Taizong sunting

Tahun 626, pertikaian antara Li Shimin dengan kakaknya, Putra Mahkota Li Jiancheng mencapai klimaksnya. Li Shimin yang sebelumnya lolos dari beberapa usaha pembunuhan yang didalangi kakaknya, mengambil tindakan balasan dengan menyergap dan membunuh kakak dan adiknya, Li Yuanji (yang pro Li Jiancheng) di Gerbang Xuanwu. Kemudian ia memaksa ayahnya mengangkatnya sebagai pewaris tahta dan tak lama kemudian Li Yuan turun tahta, Li Shimin menjadi kaisar dengan gelar Kaisar Tang Taizong. Walaupun dalam perseteruan Li Shimin dan saudara-saudaranya, Pei lebih condong ke Li Jiancheng, tetapi Kaisar Taizong tetap menaruh hormat padanya. Ketika melakukan ritual memberi persembahan pada surga di luar kota, kaisar meminta Pei bersama Zhangsun Wuji menemaninya di kereta kekaisaran, suatu kehormatan yang luar biasa pada masa itu.

Tahun 629, seorang biksu bernama Faya dituduh menyebarkan ajaran sesat yang berisi ajakan memberontak dan dijatuhi hukuman mati. Pei didakwa melakukan kelalaian karena ia telah mengetahui ajaran sesat itu namun tidak melaporkannya. Maka gelar kehormatan Sikong-nya dicabut dan ia diperintahkan pulang ke kampung halamannya di Puzhou. Ketika ia bersikeras tetap tinggal di Chang’an, Kaisar Taizong menegurnya dengan keras, “Tuan Adipati, kontribusi anda tidaklah sepadan dengan jabatan anda; hanya karena kedekatan anda dengan ayah sayalah maka anda mendapat tempat terhormat seperti sekarang ini. Selain itu beberapa kasus salah urus pemerintahan pada Zaman Wude (nama rezim pemerintahan Kaisar Gaozu) adalah kesalahan anda juga. Kini saya telah mempersilakan anda pulang ke kampung halaman anda, mengapa masih harus protes?”

Begitu Pei tiba di kampung halamannya, seorang gila bernama Xin Xing mengatakan sebuah ramalan pada pembantu Pei bahwa satu hari nanti Pei akan menjadi kaisar. Pembantu itu melaporkan hal itu pada kepala pembantu yang kemudian meneruskannya pada Pei. Pei yang takut isu ini akan menyebar membunuh Xin Xing dan pembantunya itu. Si kepala pembantu yang ketakutan menggelapkan uang Pei dan melaporkan segalanya pada kaisar. Kaisar Taizong dengan marah berkata, “Pei Ji telah melakukan empat dosa besar. Pertama, sebagai salah satu dari tiga pejabat tertinggi ia telah terlibat ilmu hitam; kedua, bahkan setelah dicabut jabatannya, ia masih berani menggerutu dengan mengatakan dinasti ini tidak akan pernah bangkit tanpa dirinya; ketiga, ia gagal menjaga jarak dari kata-kata jahat; keempat, ia telah membunuh orang agar mereka tidak berbicara. Alasan-alasan ini sudah cukup kuat untuk menghukum matinya.”

Banyak orang yang membela Pei agar ia tidak dihukum mati sehingga Kaisar Taizong pun akhirnya membatalkan niatnya dan menggantinya dengan hukuman pengasingan ke Jingzhou (sekarang Wuzhou, Guangxi). Sementara itu, suku minoritas Qiang disana memberontak, sebuah isu mengatakan bahwa mereka telah mengangkat Pei sebagai pemimpin mereka. Menanggapi isu ini, Kaisar Taizong berkata, “Saya telah mengampuninya, dan saya yakin ia tidak akan berbuat demikian.” Tak lama kemudian datang kabar bahwa Pei dan para bawahannya telah berhasil menumpas pemberontakan Qiang. Kaisar Taizong mempertimbangkan lagi jasa-jasanya dan bermaksud memanggilnya kembali ke Chang’an. Namun sebelum rencana ini terlaksana, Pei meninggal. Kaisar Taizong menganugerahinya sejumlah gelar kehormatan secara anumerta, termasuk gelar Adipati Hedong.