Paradoks kemahakuasaan

Paradoks kemahakuasaan adalah paradoks semantik yang mempertanyakan dua hal: Apakah entitas mahakuasa itu mungkin ada secara logis? dan apa yang dimaksud dengan 'kemahakuasaan'? Menurut paradoks ini: jika suatu yang-ada dapat melakukan semua hal, maka ia harus mampu menciptakan suatu tugas yang tak dapat ia lakukan; akibatnya, ia tak dapat melakukan semua hal. Namun, di sisi lain, jika ia tak bisa membuat tugas yang tak dapat ia lakukan, maka ada suatu hal yang tak dapat ia lakukan.

Ibnu Rusyd.

Salah satu contoh paradoks kemahakuasaan adalah paradoks batu: "Bisakah sesuatu yang mahakuasa menciptakan batu yang sangat berat hingga ia tak mampu mengangkatnya?"[1]

Argumen ini sudah ada semenjak abad pertengahan, paling tidak semenjak abad ke-12, dan diutarakan oleh Ibnu Rasyd (1126–1198) dan kemudian oleh Thomas Aquinas.[2] Pseudo-Denys (sebelum tahun 532) mengungkapkan pendahulu paradoks ini dan bertanya apakah Tuhan bisa "menolak dirinya sendiri."

Catatan kaki sunting

  1. ^ Savage, C. Wade. "The Paradox of the Stone" Philosophical Review, Vol. 76, No. 1 (Jan., 1967), pp. 74–79 DOI:10.2307/2182966
  2. ^ Averroës, Tahafut al-Tahafut (The Incoherence of the Incoherence) trans. Simon Van Der Bergh, Luzac & Company 1969, sections 529–536