Pancasila (Buddha)

Lima nilai moral dasar dalam agama Buddha

Pancasila (Pāli: pañcasīla; Sanskerta: pañcaśīla) atau lima aturan latihan (Pāli: pañcasikkhapada; Sanskerta: pañcaśikṣapada) adalah sistem moralitas yang paling penting bagi umat awam Buddhisme. Kata "pañcasīla" berarti berarti lima sila, lima akhlak, atau lima moralitas. Pengambilan tekad pancasila setelah pembacaan syair perlindungan kepada Tiratana umum dilakukan bagi seseorang yang berniat atau sudah menganut Buddhisme. Silanya berisi komitmen untuk tidak membunuh makhluk hidup, tidak mencuri, tidak melakukan perbuatan seksual yang salah, tidak berbohong, dan tidak mabuk-mabukan.

Dhammacakka.

Dalam ajaran agama Buddha, seseorang yang menaati dan menjalani kelima nilai pancasila secara utuh telah dianggap menerapkan dharma dalam tiap aspek kehidupannya. Sang Buddha pernah bersabda:

Sīladassanasampannaṁ, dhammaṭṭhaṁ saccavedinaṁ; attano kamma kubbānaṁ, taṁ jano kurute piyaṁ.
"Barang siapa sempurna dalam sila dan mempunyai pandangan terang, teguh dalam dhamma, selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka semua orang akan mencintainya." (Dhammapada, XVI: 217).[1][2]

Syair sunting

Berikut merupakan syair Pañcasīla Buddhis dalam bahasa Pali:[3]

  1. Pāṇātipātā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
  2. Adinnādānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
  3. Kāmesu micchācārā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
  4. Musāvāda veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.
  5. Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhāpadaṁ samādiyāmi.

Dalam bahasa Indonesia, sila-sila ini diterjemahkan sebagai berikut:[4]

  1. Aku bertekad akan melatih diri untuk menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  2. Aku bertekad akan melatih diri untuk menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan.
  3. Aku bertekad akan melatih diri untuk menghindari perbuatan asusila.
  4. Aku bertekad akan melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar.
  5. Aku bertekad akan melatih diri menghindari segala minuman keras yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan.

Upacara sunting

Di Indonesia sunting

Pancasila Buddhis ini biasanya dibacakan dalam puja bakti. Dalam ritual pembacaan Pancasila ini, umumnya seorang pandita atau pemimpin puja bakti dari umat biasa memohon tuntunan Tisarana dan Pancasila kepada bhikkhu dengan membacakan kalimat berikut:[4]

Mayaṁ bhante, Tisaraṇena saha pañcasīlāni yācāma. Dutiyampi mayaṁ bhante, Tisaraṇena saha pañcasīlāni yācāma. Tatiyampi mayaṁ bhante, Tisaraṇena saha pañcasīlāni yācāma. (Bhante, kami memohon Tisarana & Pancasila. Untuk kedua kalinya Bhante, kami memohon Tisarana & Pancasila. Untuk ketiga kalinya Bhante, kami memohon Tisarana & Pancasila.)[4]

Kemudian, bhikkhu akan menjawab sebagai berikut:

Yam-ahaṁ vadāmi taṁ bhaveta. (Ikutilah apa yang saya ucapkan)[4]

Setelah itu, umat menjawab dengan kalimat Āma bhante (Baik, Bhante). Kemudian bhikkhu membacakan kalimat Vandana sebanyak tiga kali yang kemudian diikuti oleh umat

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammā Sambuddhassa. (Terpujilah Sang Bhagawa, Yang Mahasuci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna).[4]

Sesudah itu, bhikkhu membacakan ayat-ayat Tisarana per kalimatnya yang kemudian diikuti oleh umat per kalimatnya.

Buddhaṁ saranaṁ gacchāmi, Dhammaṁ saranaṁ gacchāmi, Saṅghaṁ saranaṁ gacchāmi. Dutiyampi buddhaṁ saranaṁ gacchāmi, Dutiyampi dhammaṁ saranaṁ gacchāmi, Dutiyampi saṅghaṁ saranaṁ gacchāmi. Tatiyampi buddhaṁ saranaṁ gacchāmi, Tatiyampi dhammaṁ saranaṁ gacchāmi, Tatiyampi saṅghaṁ saranaṁ gacchāmi. (Aku berlindung kepada Buddha, aku berlindung kepada Dhamma, aku berlindung kepada Saṅgha. Untuk kedua kalinya, aku berlindung kepada Buddha, aku berlindung kepada Dhamma, aku berlindung kepada Saṅgha. Untuk ketiga kalinya, aku berlindung kepada Buddha, aku berlindung kepada Dhamma, aku berlindung kepada Saṅgha)[4]

Seusai pembacaan Tisarana terlengkapi, bhikkhu akan berkata sebagai berikut:

Tisaraṇa gamanaṁ paripuṇṇaṁ. (Tisarana telah diambil dengan lengkap)[4]

Kemudian, umat menjawabnya dengan kalimat Āma bhante (Baik, Bhante). Setelah itu, bhikkhu membacakan ayat-ayat Pancasila per kalimatnya yang kemudian diikuti pembacaannya oleh umat per kalimatnya pula. Sesudah membacakan Pancasila, bhikkhu akan mengucapkan

Imāni pañca sikkhā-padāni. Sīlena sugatiṁ yanti. Sīlena bhoga-sampadā. Sīlena nibbutiṁ yanti. Tasmā sīlaṁ visodhaye. (Itulah yang dinamakan Lima Latihan. Dengan melaksanakan Sila akan berakibat terlahir di alam bahagia. Dengan melaksanakan Sila akan berakibat memperoleh kekayaan (dunia dan dhamma). Dengan melaksanakan Sila akan berakibat tercapainya Nibbana. Sebab itu Anda harus melaksanakan Sila dengan sempurna.)[4]

Kemudian, diakhiri dengan jawaban dari para umat yaitu Āma bhante. Sādhu, sādhu, sādhu (Baik, Bhante. Sadhu, sadhu, sadhu).

Di Thailand sunting

Seperti di Indonesia, umat Buddha di Thailand pun biasanya mendaraskan Pancasila ketika pelaksanaan upacara pemujaan yang dipimpin oleh salah seorang dari umat awam. Perbedaan ritual ini terletak pada kalimat yang diucapkan oleh umat untuk memohon tuntunan Tisarana dan Pancasila. Salah seorang umat akan memohon tuntunan Tisarana dan Pancasila kepada bhikkhu dengan kalimat berikut:

Mayaṁ bhante, visuṁ visuṁ rakkhaṇatthāya tisaraṇena saha pañcasīlāni yācāma. Dutiyampi mayaṁ bhante, visuṁ visuṁ rakkhaṇatthāya tisaraṇena saha pañcasīlāni yācāma. Tatiyampi mayaṁ bhante, visuṁ visuṁ rakkhaṇatthāya tisaraṇena saha pañcasīlāni yācāma. (Bhante, kami memohon Tisarana dan Pancasila untuk menaatinya satu per satu secara terpisah. Untuk kedua kalinya Bhante, kami memohon Tisarana dan Pancasila untuk menaatinya satu per satu secara terpisah. Untuk ketiga kalinya Bhante, kami memohon Tisarana dan Pancasila untuk menaatinya satu per satu secara terpisah.)[5]

Setelah itu, bhikkhu akan membacakan Vandana sebanyak tiga kali yang kemudian akan diikuti oleh umat. Setelah umat selesai mendaraskan Vandana, bhikkhu akan membacakan Tisarana per kalimat yang kemudian umat akan ikut mendaraskannya per kalimat. Setelah pembacaan Tisarana selesai, bhikkhu akan mengucapkan

Tisaraṇa gamanaṁ niṭṭhitaṁ (Tisarana telah diambil sebagai perlindungan)[5]

dan kemudian dijawab Āma bhante. (Baiklah, Bhante) oleh umat. Setelah itu, bhikkhu langsung membacakan Pancasila per kalimatnya yang kemudian diikuti oleh umat per tiap-tiap kalimat. Setelah pembacaan Pancasila usai, bhikkhu akan menutupnya dengan kalimat

Imāni pañca sikkhā-padāni. Sīlena sugatiṁ yanti. Sīlena bhoga-sampadā. Sīlena nibbutiṁ yanti. Tasmā sīlaṁ visodhaye. (Itulah yang dinamakan Lima Sila. Dengan melaksanakan Sila akan berakibat terlahir di alam bahagia. Dengan melaksanakan Sila akan berakibat memperoleh kekayaan (dunia dan dhamma). Dengan melaksanakan Sila akan berakibat tercapainya Nibbana. Sebab itu Anda harus melaksanakan Sila dengan sempurna.)[5]

yang kemudian akan diakhiri oleh jawaban umat yaitu Sādhu, sādhu, sādhu dan sujud.

Referensi sunting

  1. ^ Dhammapada – Kisah Lima Ratus Anak. Diakses tanggal 20 Mei 2022. Samaggi-Phala.or.id
  2. ^ Piya Vagga – Dhammapada. Diakses tanggal 20 Mei 2022. Sariputta.
  3. ^ Paritta, Pali. "PANCASILA (Lima Latihan Sila)". parittabuddhist.com. Paritta dan Lagu Buddhis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-22. Diakses tanggal 20 Desember 2015. 
  4. ^ a b c d e f g h Sangha Theravada Indonesia. "Paritta Suci" (PDF). Yayasan Dhammadīpa Ārāma. hlm. 45–47. Diakses tanggal 2 Desember 2019. 
  5. ^ a b c Terwiel, Barend Jan (2012). "Monks & Magic: Revisiting A Classic Study of Religious Ceremonies in Thailand" (PDF) (dalam bahasa Inggris). hlm. 179–183. 

Lihat pula sunting

Pranala luar sunting