Operation Paperclip adalah sebuah program rahasia Joint Intelligence Objectives Agency (JIOA) yang dilaksanakan oleh agen khusus CIC untuk mengumpulkan dan merekrut ilmuwan dan insinyur Jerman yang berjumlah sekitar 1.600 orang yang terjadi antara tahun 1945 dan 1959 oleh Amerika Serikat.[1]

Latar belakang sunting

Setelah berakhirnya Perang Dunia II di Eropa, Amerika Serikat beserta Uni Soviet sedang gencar-gencarnya mengumpulkan beberapa ilmuwan, teknisi, dan insinyur Nazi Jerman yang bertujuan untuk mengembangkan teknologi baru, membuat senjata baru, dan memperkuat kekuatan militer mereka agar tidak ada yang bisa menandingi kedua negara tersebut. Selain mencari barang-barang peninggalan Jerman, seperti roket terbaru, konstruksi pesawat, dan alat elektronik; pihak Amerika Serikat dan Uni Soviet juga memburu ilmuwan yang telah bekerja untuk memenangkan Jerman. Tidak hanya itu, para teknisi dan perwira intelijen yang berperan sebagai mesin perang Nazi Jerman juga diincar.

Amerika Serikat dalam operasinya yang bernama Operasi Paperclip (sebelumnya Operasi Overcast) mulai mengumpulkan teknisi, ilmuwan, dan insinyur terbaik Nazi Jerman agar tidak jatuh ke tangan Uni Soviet. Bahkan insinyur roket terbaik Nazi Jerman, Wernher von Braun dan rekan se-timnya yang mengerjakan roket V-2 juga direkrut oleh Amerika Serikat. Sebagian yang direkrut oleh Amerika Serikat merupakan mantan petinggi Nazi Jerman.[2]

Operasi sunting

Pihak militer Amerika Serikat berhasil mendapatkan ilmuwan Nazi dan membawanya ke Amerika Serikat. Meski demikian, Amerika Serikat tidak mau gegabah. Para ilmuwan yang berhasil didapatkan, dilitsus (dilakukan penelitian khusus) terlebih dulu, tentang sejauh mana kesetiaan mereka terhadap Amerika Serikat dan kemampuan di bidang masing-masing.

Pihak kementerian perang Amerika Serikat pada awalnya menilai bahwa kebijakan merekrut ilmuwan Nazi Jerman sebagai sebuah "pemborosan". Banyak ilmuwan Nazi Jerman yang kemudian kembali lagi ke negara asalnya. Namun, adanya penemuan piring terbang yang digunakan untuk bertempur, juga senjata sinar laser di pusat militer Jerman, membuat Amerika Serikat berpikir ulang. Akhirnya, kementerian Perang Amerika Serikat memutuskan bahwa NASA dan CIA harus mengendalikan teknologi ini.[3]

Referensi sunting

Bacaan lanjutan sunting

Pranala luar sunting