Nipah

Jenis Tumbuhan
Nipah
Rentang fosil: Kapur Akhir – Sekarang
Tegakan nipah di tepi sungai
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Nypoideae

Genus:
Nypa

Spesies:
N. fruticans
Nama binomial
Nypa fruticans

Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut. Tumbuhan ini juga dikenal dengan banyak nama lain seperti daon, daonan (Sd., Bms.), buyuk (Jw., Bali), bhunyok (Md.), bobo atau boho (Menado, Ternate, Tidore), boboro (Halmahera), ciwêl (Jw. Cilacap), palean, palenei, pelene, pulene, puleanu, pulenu, puleno, pureno, parinan, parenga, parena (Seram, Ambon dan sekitarnya). Kiwel (Pangandaran)[3][4]

Nipah disebut juga sebagai Nypa fruticans merupakan tumbuhan dengan jenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut di dekat tepi laut. Tumbuhan nipah mempunyai batang terendam di bawah lapisan lumpur yang menjalar di bawah tanah dengan tebal batang kira-kira 60 cm.[5]

Di beberapa negara lain, tumbuhan ini dikenal dengan nama (dalam bahasa Inggris) Attap Palm (Singapura), Nipa Palm atau losa (Filipina), atau umumnya disebut Nypa palm. Nama ilmiahnya adalah Nypa fruticans Wurmb, dan diketahui sebagai satu-satunya anggota genus Nypa. Tumbuhan ini merupakan satu-satunya jenis palma dari wilayah mangrove. Fosil serbuk sari palma ini diketahui berasal dari sekitar 70 juta tahun yang silam.

Daunnya tumbuhan nipah yang tumbuh dapat mencapai 7 meter dan tangkai bunganya dapat mencapai 1 meter. Kulit tanaman nipah ini memiliki tekstur yang sangat keras berwarna hijau dan akan berubah menjadi warna cokelat ketika kondisi tanaman nipah tersebut sudah tua. Namun, bagian dalam dari akan terlihat lebih lunak seperti gabus.[5] Tumbuhan nipah biasanya tumbuh subur di bagian belakang hutan bakau. Tumbuhan ini paling banyak ditemukan di bagian tepi sungai atau laut yang memasok lumpur ke pesisir. Namun, beberapa penelitian menyebutkan bahwa tumbuhan ini lebih baik di daerah rawa yang memiliki tanah yang kaya akan bahan organik.

Nipah ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir samudera hindia hingga samudera pasifik. Khususnya di antara Bangladesh hingga pulau-pulau di Pasifik. Tanaman ini cukup aplikatif baik di indonesia sendiri maupun luar negeri. Seperti jenis palem umumnya yang memiliki berbagai kegunaan, nipah berpotensi sebagai bahan pangan yang cukup banyak mengandung karbohidrat, lemak, protein dan vitamin. Selain itu, nipah juga memiliki beragam potensi untuk kebutuhan sehari-hari, seperti bahan bakar, bahan atap rumah, bahan kerajinan, dan produk lainnya, namun potensinya sampai saat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal.[5]

Daun nipah yang masih muda banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk kertas rokok. Tangkai daun dan pelepah nipah dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar yang baik. Pelepah daun nipah juga mengandung selulosa yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat digunakan untuk sapu, bahan anyam-anyaman dan tali.[6]

Pemanfaatan sunting

 
'Kertas' rokok dari daun nipah
 
Ketupat daun nipah
 
Buah nipah

Daun nipah yang telah tua banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk membuat atap rumah yang daya tahannya mencapai 3-5 tahun. Daun nipah yang masih muda mirip janur kelapa, dapat dianyam untuk membuat dinding rumah yang disebut kajang. Daun nipah juga dapat dianyam untuk membuat tikar, tas, topi dan aneka keranjang anyaman. Di Sumatra, pada masa silam daun nipah yang muda (dinamai pucuk) dijadikan daun rokok—yaitu lembaran pembungkus untuk melinting tembakau—setelah dikelupas kulit arinya yang tipis, dijemur kering, dikelantang untuk memutihkannya dan kemudian dipotong-potong sesuai ukuran rokok.[3] Beberapa naskah lama Nusantara juga menggunakan daun nipah sebagai alas tulis, bukannya daun lontar.

Tangkai daun dan pelepah nipah dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar yang baik. Pelepah daun nipah juga mengandung selulosa yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat digunakan untuk sapu, bahan anyam-anyaman dan tali.

Nipah dapat pula disadap niranya, yakni cairan manis yang diperoleh dari tandan bunga yang belum mekar. Nira yang dikeringkan dengan dimasak dipasarkan sebagai gula nipah (palm sugar). Dari hasil oksidasi gula nipah dapat dihasilkan cuka. Di Pulau Rote dan Sawu, Nusa Tenggara Timur, nira nipah diberikan ke ternak babi di musim kemarau. Konon, hal ini bisa memberikan rasa manis pada daging babi.

Di Filipina dan juga di Papua, nira ini diperam untuk menghasilkan semacam tuak yang dinamakan tuba (dalam bahasa Filipina). Fermentasi lebih lanjut dari tuba akan menghasilkan cuka. Di Malaysia, nira nipah dibuat sebagai bahan baku etanol yang dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak bumi. Etanol yang dapat dihasilkan adalah sekitar 11.000 liter/ha/tahun, jauh lebih unggul dibandingkan kelapa sawit (5.000 liter/ha/tahun).

Umbut nipah dan buah yang muda dapat dimakan. Biji buah nipah yang muda, yang disebut tembatuk, mirip dengan kolang-kaling (buah atep), dan juga diberi nama attap chee ("chee" berarti "biji" menurut dialek China tertentu). Sedangkan buah yang sudah tua bisa ditumbuk untuk dijadikan tepung.

Di Kalimantan arang dari akar nipah digunakan untuk obat sakit gigi dan sakit kepala.

Pemerian sunting

Sebagaimana rumbia (Metroxylon spp.), batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur. Hanya roset daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga nipah tampak seolah-olah tak berbatang. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Karena perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang sifatnya labil maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut.

 
Batang nipah terendam oleh lumpur. Hanya daunnya yang muncul di atas tanah

Dari rimpangnya muncul daun-daun majemuk menyirip khas palma, tegak atau hampir tegak, menjulang hingga 9 m di atas tanah. Panjang tangkainya 1-1,5 m; dengan kulit yang mengilap dan keras, berwarna hijau pada yang muda dan berangsur menjadi cokelat sampai cokelat tua sesuai perkembangan umurnya; bagian dalamnya lunak seperti gabus. Anak daun berbentuk pita memanjang dan meruncing di bagian ujung, memiliki tulang daun yang di sebut lidi (seperti pada daun kelapa). Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4–7 cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap ental mencapai 25-100 helai.

Karangan bunga majemuk muncul di ketiak daun, berumah satu, dengan bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Setiap untai mempunyai 4-5 bulir bunga jantan yang panjangnya mencapai 5 cm. Bunga nipah jantan dilindungi oleh seludang bunga, namun bagian yang terisi serbuk sari tetap tersembul keluar. Bunga nipah betina berbentuk bulat peluru dan bengkok mengarah ke samping. Panjang tangkai badan bunga mencapai 100–170 cm. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk diambil niranya. Empat hingga lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, tandan bunga tersebut dapat disadap. Pada saat ini pengisian biji sedang aktif, maka bila dilakukan penyadapan pasti akan dapat memperoleh jumlah nira yang maksimal.

Buah tipe buah batu dengan mesokarp bersabut, bulat telur terbalik dan gepeng dengan 2-3 rusuk, coklat kemerahan, 11 x 13 cm, terkumpul dalam kelompok rapat menyerupai bola berdiameter sekitar 30 cm.[7] Struktur buah mirip buah kelapa, dengan eksokarp halus, mesokarp berupa sabut, dan endokarp keras yang disebut tempurung. Biji terlindung oleh tempurung dengan panjangnya antara 8–13 cm dan berbentuk kerucut. Dalam satu tandan, buahnya dapat mencapai antara 30-50 butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar. Buah yang masak gugur ke air dan mengapung mengikuti arus pasang surut atau aliran air hingga tersangkut di tempat tumbuhnya. Kerap kali buah telah berkecambah senyampang dihanyutkan arus ke tempat yang baru.

Persyaratan Tumbuh dan Penyebaran sunting

 
Tegakan nipah di hutan bakau Maitum, Filipina

Nipah adalah tumbuhan tropis dengan rata-rata suhu minimum pada daerah pertumbuhannya adalah 20 °C dan maksimumnya 32-35 °C. Nipah disinyalir juga dapat tumbuh dengan baik di daerah rawa-rawa atau paya, di tanah berliat yang kaya akan bahan organik serta di daerah tropis basah dengan curah hujan tahunan lebih dari 1500 mm. Nipah tergolong tanaman dataran rendah yang menyukai iklim pantai dan tumbuh liar pada ketinggian 0-10 meter dari permukaan laut. tanaman ini tumbuh dengan baik pada tanah lumpur halus yang berair payau dengan tingkat keasaman (pH) 6-6,5 dan kadar salinitas antara 50-100 mmosh/cm3 serta pada suhu lingkungan berkisar 200 °C-350 °C. Suhu rendah sangat mempengaruhi pertumbuhan nipah karena nipah sangat toleran terhadap suhu lingkungan. Untuk mengatasi peningkatan abrasi pantai yang terjadi di daerah-daerah pesisir pantai dengan tingkat laju tinggi diperlukan tipe tanaman sejenis tanaman nipah. Tanaman ini memberikan produksi nira yang layak diusahakan dengan input rendah dan sangat cocok untuk tujuan konservasi air dan tanah.[8]

Iklim optimumnya adalah agak lembap sampai lembap dengan curah hujan lebih dari 100 mm perbulan sepanjang tahun. Sebenarnya nipah dapat tumbuh pada lingkungan air yang asin. Kondisi optimum adalah bagian dasar palem dan rimpangnya terendam air asin secara reguler. Namun, Nipah dapat mendiami daerah muara sungai yang masih mendapat akibat arus pasang surut dari sungai. Konsentrasi garam optimum adalah 1-9 per mil. Tanah rawa nipah berlumpur dan kaya akan endapan alluvial, tanah liat dan humus yaitu kandungan garamnya bukan organik, kalsium, sulfur, besi dan mangan yang tinggi, yang mempengaruhi aroma dan warna gelapnya. Biasanya nipah dapat tumbuh dengan membentuk tegakan murni, tetapi di beberapa daerah tumbuh bercampur dengan pohon bakau yang lain.[8]

Sebaran jenis tanaman Nipah utamanya di daerah ekuator, melebar dari Sri Langka ke Asia Tenggara hingga Australia Utara. Luas areal pertanaman nipah di Indonesia diperkirakan 700.000 ha, terluas dibandingkan dengan Papua Nugini (500.000 ha) dan Filipina (8.000 ha). Di Indonesia pohon nipah mempunyai berbagai nama lokal seperti daon, daonan, bhunjok, lipa, buyuk (Sunda, Jawa), buyuk (Bali), bhunyok (Madura), bobo (Menado, Ternate, Tidore), boboro (Halmahera), palean, palenei, pelene, pulene, puleanu, pulenu, puleno, pureno, parinan, parenga, (Maluku). Nipah merupakan salah satu angiospermae tertua dan kemungkinan besar jenis palem tertua. Fosil-fosil Eocene dan Miocene dari Eropa, Amerika Utara dan Timur Tengah dan strata Paleocene di Brasil menunjukkan bahwa nipah memiliki penyebaran secara pantropis pada 13-63 juta tahun yang lalu. Saat ini, Nipah umum dijumpai di daerah ekuator, melebar dari Sri Lanka ke Asia Tenggara sampai Australia Utara. Keberadaan alami pada daerah yang paling utara dari jenis ini terdapat di kepulauan Ryukyu, Jepang dan paling selatan di Australia Utara. Di Asia Tenggara, nipah juga dibudidayakan. Di Papua New Guinea metode ‘pocket and channel’ telah digunakan dengan baik untuk memperbanyak nipah. Buah ditanam langsung pada kantong plastik atau di lubang sedalam 10–20 cm sepanjang tepi kanal-kanal irigasi. Di Filipina kecambah ditumbuhkan dulu dengan teknik penyemaian kemudian dipindahkan ke lubang-lubang dengan jarak tanam 1,5–2 m, selanjutnya dijarangkan menjadi 400 tanaman per ha. Tegakan alami nipah biasanya rapat; di Papua New Guinea 2.000-5.000, di Filipina 10.000 tanaman per ha.[8]

Kecepatan Tumbuh dan Produksi sunting

Nipah dapat menghasilkan 0,4 sampai 1,2 l nira per pohon per harinya. Nira nipah mengandung sukrosa sebanyak 13-17% yang merupakan suatu bahan yang sangat potensial untuk diolah menjadi bioetanol. Untuk pemanenannya, daun dewasa biasanya akan dipotong, dan kemudian dikeringkan. Tanaman umur 5 tahun ditapis tiap hari selama periode 2-3 bulan. Tanaman ini dapat menghasilkan 3000 kg gula tiap hektar dan buah nipahnya juga dapat dipanen selama 2 bulan sekali. Nipah juga merupakan salah satu jenis tanaman utama penyusun hutan mengrove dengan komposisi sekitar 30% dari total luas area mangrove. Berdasarkan data citra estimasi luas mangrove adalah 3.244.018,46 ha, sehingga diperkirakan 973.205,54 ha hutan nipah di Indonesia.[9]

Nira yang dihasilkan dari pohon nipah digunakan sebagai bahan baku pembuatan gula merah. Umumnya rata-rata produksi nira perhari satu tangkai bunga nipah mampu memproduksi sekitar 3 liter nira perhari dan setiap tangkai dapat dipanen terus menerus selama 20 hari (Riyadi, 2010). Rata-rata produksi nira per malai 48 – 60 liter per pohon untuk jangka penyadapan selama 3 bulan. Berdasarkan analisis laboratorium, nira segar memiliki komposisi: Brix 15 – 17%; Sukrosa 13 – 15 %; Gula reduksi 0,2 – 0,5 % dan abu 0,3 – 0,7%.[10]

Potensi Tanaman Nipah di Indonesia sunting

Potensi tanaman nipah di Indonesia berada di beberapa pulau besar seperti pulau Sumatra, pulau kalimantan, pulai Sulawesi, pulau Maluku dan pulau Papua. Berdasarkan data dari Ditjen Perkebunan tahun 2009 total area tanaman nipah di seluruh Indonesia mencapai 558 Ha dengan produksi nira nipah sebesar 116 ton/tahun. Areal dan produksi nira nipah terbesar terdapat pada 4 provinsi yaitu: Jawa Tengah 231 Ha dengan produksi 4 ton/tahun, Jawa Timur 46 Ha dengan produksi 21ton/tahun, Kalimantan Timur 106 Ha dengan produksi 43 ton/tahun, dan Sulawesi Selatan 175 Ha dengan produksi 48 ton/tahun.[11]

Pada daerah Kalimantan menunjukkan bahwa jumlah pohon nipah rata-rata per ha ada 1.972 dengan jumlah pohon yang berbuah 674 pohon/ha, jumlah bonggol tua per pohon 1,87 atau 1.267 bonggol/ha. Jumlah buah tua nipah di lokasi penelitian adalah 71.476 buah/ha, potensi daging buah tua nipah 2,55 ton/ha. Rata-rata berat 100 daging buah nipah adalah 3.489 g dan dari jumlah tersebut 1.622 g tepung nipah atau sebesar 46,39%. Potensi tepung nipah per hektar sebesar 1,19 ton/ha. Kandungan gizi gula nipah cukup baik, yaitu karbohidrat (89,61%), protein (5,95%), kadar Ca (44,58 mg/kg) dan kalori sebesar 3.172 cal/gr. Tepung nipah mengandung serat cukup tinggi dengan kandungan lemak dan kalori rendah yang berpotensi untuk dijadikan makanan bagi orang yang melakukan diet.Tanaman nipah dapat tumbuh dalam luasan yang kecil-kecil yang terdapat di daerah NTB dan NTT, Sulawesi Selatan, dan Pulau Jawa. Daerah Jawa Barat sendiri, untuk produksi Nipah juga sangat signifikan pertahunnya. Namun, untuk aplikasinya masih belum teralu optimal. Hal tersebut dapat dikarenakan tumbuhan ini biasanya tumbuh dengan sangat subur pada daerah yang memiliki lautan yang luas. Hal itu dikarenakan dapat memicu adanya pertumbuhan nipah dengan sangat luas.[11]

Produk Utama, Karakterisasi dan Kualitas Nipah sunting

Produk utama dari tanaman nipah yang banyak dimanfaatkan ialah produksi bioetanolnya. Keunggulan penggunaan nipah sebagai bahan baku utama pembuatan bioetanol antara lain karena nipah bukan sumber utama pangan sehingga tidak akan bersaing dengan kebutuhan pangan lainya. Bagian yang digunakan sebagai bahan baku bioetanol adalah niranya sehingga tidak merusak ekologinya, serta satu tangkai bunga nipah mampu memproduksi sekitar 3 liter nira perhari dan setiap tangkai dapat dipanen terus menerus selama 20 hari.[12] Untuk menghasilkan bioetanol yang maksimal dari tumbuhan nipah, perlu diketahui faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh. Salah satu parameter lingkungan tempat tumbuhnya nipah yang belum terukur untuk menghasilkan nira terbaik sebagai bahan baku penghasil bioetanol adalah salinitas.

Bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik dibandingkan dengan bensin berbasis petrokimia karena beberapa hal yaitu sebagai berikut.

1. Bioetanol mengandung 35% oksigen, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca

2. Bioetanol memiliki nilai oktan yang lebih tinggi sehingga dapat menggentikan fungsi bahan aditif seperti metal tetra butyl eter dan tetra etil timbale.

3. Bioetanol memiliki nilai oktan (ON) 96-113, sedangkan nilai oktan bensin hanya 85-96.

4. Bioetanol bersibersifat ramah lingkungan, karena gas buangannya rendah terhadap senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai karbon monoksida, nitrogen oksida, dan gas-gs rumah kaca.

5. Bioetanol mudah terurai dan aman karena tidak mencemari air.

6. Bioetanol dapat diperbaharui (renewable energy) dan proses produksinya relatif lebih rendah dibandingkan dengan proses produksi bensin.[13]

Produk Sekunder Tanaman Nipah sunting

Tanaman nipah memiliki kandungan senyawa bahan aktif antioksidan dan antibakteri yang dapat pula dijadikan sebagai produk sekunder yang dapat dihasilkan. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kasar daun nipah dengan pelarut polar metanol 1:5 (b/v) memiliki nilai IC50 17,72 ppm.[14] Nypa fruticans memiliki aktivitas antibakteri terhadap Vibrio harveyi pada udang windu (Penaeus monodon). (Effendi,1998) Kemudian didapatkan adanya zona penghambatan fraksi etil asetat ekstrak daun nipah terhadap bakteri Eschericia coli (9,39 mm) dan Bacillus cereus (9,01 mm) pada kosentrasi 1000 ppm. Senyawa-senyawa aktif yang umumnya berperan dalam aktivitas antioksidan yaitu tanin, flavonoid, fenolik, saponin, dan terpenoid. Senyawa fenolik memiliki gugus hidroksil pada struktur molekulnya yang mempunyai aktivitas penangkap radikal bebas dan apabila gugus hidroksilnya lebih dari satu maka aktivitas antioksidannya semakin kuat. Senyawa flavonoid, saponin, terpenoid, fenolik dan tanin juga merupakan senyawa aktif yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba. Nypa fruticans diduga mengandung komponen yang memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri.[15]

Selain kandungan dari zat-zat tersebut, produk sekunder yang dimaanfaatkan oleh masyarakat sekitar ialah sebagai bahan bakar, bahan atap rumah, bahan kerajinan, dan produk lainnya yang memanfaatkan batang tanaman nipah, namun potensinya sampai saat ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal.[5] ). Daun nipah yang masih muda banyak pula dimanfaatkan secara tradisional untuk kertas rokok. Tangkai daun dan pelepah nipah dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar yang baik. Pelepah daun nipah juga mengandung selulosa yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat digunakan untuk sapu, bahan anyam-anyaman dan tali.[6]

Kajian Metabolomik sunting

Untuk kajian metabolomik untuk Nipah masih belum berkembang pada saat ini namun senyawa-senyawa yang menguntungkan dari tanaman ini sudah dapat diketahui dan diekstraksi dengan metode lain, bukan dengan menggunakan tools dari kajian metabolomik itu sendiri. Senyawa-senyawa aktif yang umumnya berperan dalam aktivitas antioksidan yaitu tanin, flavonoid, fenolik, saponin, dan terpenoid. Senyawa fenolik memiliki gugus hidroksil pada struktur molekulnya yang mempunyai aktivitas penangkap radikal bebas dan apabila gugus hidroksilnya lebih dari satu maka aktivitas antioksidannya semakin kuat. Mengatakan senyawa flavonoid, saponin, terpenoid, fenolik dan tanin juga merupakan senyawa aktif yang berfungsi sebagai senyawa antimikroba. Nypa fruticans diduga mengandung komponen yang memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri.[15]

Biasanya sampel yang diambil untuk dianalisis yaitu pada bagian Daun dari tanaman ini dikarenakan pada daun mengandung banyak sekali metabolit yang dapat diekstrak yang dapat berguna untuk zat antibakteri dan antioksidan. Uji aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan metode 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazil (DPPH). Parameter yang umum digunakan untuk menginterpretasikan hasil pengujian DPPH adalah nilai IC50.[15]

Uji fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan tanin. Berdasarkan uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daun nipah mengandung senyawa kimia aktif antara lain; flavonoid, tanin, fenol hidrokuinon, diterpen, steroid dan saponin. Senyawa-senyawa aktif yang umumnya berperan dalam antioksidan dan antibakteri yakni tanin, flavonoid, saponin dan steroid. Senyawa flavonoid, saponin, terpenoid, fenolik dan tanin juga merupakan senyawa aktif yang berfungsi sebagai bahan antimikroba. Mekanisme kerja bahan aktif dalam mematikan bakteri dilakukan dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel bakteri dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel.[6]

Kajian Metabolomik yang dapat dilakukan sunting

Untuk kedepannya, dapat dilakukan penentuan kualitas produk metabolit yang dihasilkan dari bagian-bagian tanaman nipah tersebut seperti flavonoid, tanin, saponin dan lain sebagainya dengan menggunakan tools metabolomik mengingat bahwa saat ini kajian metabolomik pada tumbuhan ini masih sangat terbatas. Biasanya kualitas tanin sangat menentukan kualitas dari produk yang dihasilkan. Hal itu dikarenakan tanin menjadi salah satu senyawa antimikroba. Sehingga apabila ingin membuat sebuah produk dari tanaman nipah tersebut, maka kandungan taninnya harus sesuai dengan takaran sehingga dapat efektif dalam membunuh mikrob target.[16]

Kemudian dapat pula dilakukan kajian metabolomik dari ekstraksi senyawa-senyawa yang potensial yang ditemukan di tanaman nipah ini seperti bioetanol sebagai produk utamanya, kemudian juga senyawa-senyawa lain yang potensial seperti tanin, flavonoid, saponin dan sebagainya. Kajian metabolomik yang dilakukan dapat berupa penentuan kandungan senyawa yang lebih dominan dari beberapa tanaman nipah yang berasal dari beberapa negara dengan menggunakan beberapa tools metabolomik seperti GC.MS, HPLC dan lain sebagainya sehingga dapat ditentukan kualitas produk yang dihasilkan.

Sebagai contoh pengembangannya adalah dengan menganalisis kandungan senyawa bioethanol yang dapat dihasilkan oleh tanaman Nipah ini dengan menggunakan analisis dan tool meabolomik. Banyak penelitian pada masa sekarang adalah meneliti tentang kandungan yang menjadi kunci dari terproduksinya bioethanol yang berguna dalam pembentukan energi dan sebagai biomaterial. Oleh karena itu, untuk kajian kedepannya, kandungan yang terkandung didalam bioethanol yang dihasilkan oleh Nipah dapat dipelajari.

Referensi sunting

  1. ^ "genus Nypa". Germplasm Resources Information Network (GRIN) [Online Database]. United States Department of Agriculture Agricultural Research Service, Beltsville, Maryland. 16 March 2010. Diakses tanggal 9 January 2017. 
  2. ^ "Nypa fruticans". World Checklist of Selected Plant Families (WCSP). Royal Botanic Gardens, Kew. Diakses tanggal 9 January 2017. 
  3. ^ a b Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 487-490.
  4. ^ Crawfurd, John (2017). Sejarah Kepulauan Nusantara: Kajian Budaya, Agama, Politik, Hukum dan Ekonomi. 1. Diterjemahkan oleh Zara, Muhammad Yuanda. Yogyakarta: Penerbit Ombak. hlm. 322. ISBN 9786022584698. 
  5. ^ a b c d Sardjono. 1992. Nipah. Berita P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia),Pasuruan
  6. ^ a b c Sukojo, B.M. 2003. Penggunaan Metode Analisis Ekologi dan Penginderaan Jauh untuk Pembangunan Sistem informasi Geografis Ekosistem Pantai. Makara Sains Vol 7(1) hal 30- 37.
  7. ^ Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 135.
  8. ^ a b c Flach, M. dan F. Rumawas. 1996. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) No 9. Plants Yielding Non Seed Carbohydrates.Bogor.
  9. ^ Hartini, S., G.B. Saputro, M. Yulianto, dan Suprajaka. 2010. Assessing the Used of Remote Sense Data for Mapping Mangroves Indonesia Iwate Prefectural University. Jepang. Hal 210-215.
  10. ^ Alrasyid,H. 2001. Pedoman Pengelolaan Hutan Nipah (Nypa fruticans) Secara Lestari. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor
  11. ^ a b Effendi, H. 1992. Nipah atau Nypa fruticans (Thunb.) Wurmb. Sumber pemanis alternatif. Gula Indonesia. Vol. XVII/3. Pasuruan.
  12. ^ Riyadi, A. 2010. Nipah Membawa Berkah. http://jurnalenergi.com/news/55-nipahmembawa -berkah. diakses pada 28 Maret 2018 pukul 22:01 WIB.
  13. ^ Hambali, Eliza, dkk, 2007, Teknologi Bioenergi, Jakarta, ArgoMedia Pustaka Putra, P, Y, D, 2010, Analisis perbandingan unjuk kerja motor berbahan bakar premium dan campuran premium bioethanol (BE30, BE50, BE70, BE90),Fakultas Teknik, Universitas Panca Sakti, Tegal.
  14. ^ Putri IJ, Fauziyah, Elfita. 2013. Aktivitas antioksidan daun dan biji buah nipah (Nypa fruticans) asal pesisir Banyuasin Sumatera Selatan dengan metode DPPH. Maspari Journal 5(1): 16-21.
  15. ^ a b c Ajizat A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhirium terhadap ekstrak daun Psidium Guajava. Journal Bioscientive 1: 31-38
  16. ^ Amarowicz R. Tannins: The new natural antioxidant? Eur J Lipid Sci Technol. 2007;109:549-51.

Pranala luar sunting