Nengkelan, Ciwidey, Bandung

desa di Kabupaten Bandung, Jawa Barat


Nengkelan adalah desa di kecamatan Ciwidey, Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Sebuah Desa yang terletak disebelah tenggara dari Pusat Pemerintahan Kecamatan Ciwidey yang berjarak ±3 KM dan sebelah barat dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Bandung yang berjarak ±20 KM, dengan ketinggian 1000-1200 M di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayah Desa Nengkelan terdiri dari bentangan bukit-bukit kecil dan daratan dengan kecuraman 15⁰-60⁰ di bagian sebelah Utara dan Barat wilayah Desa Nengkelan. Secara umum wilayah Desa Nengkelan relatif miring ke bagian selatan dengan kemiringan rata-rata 2 % dan sebagian besar wilayahnya dijadikan perkebunan palawija, sayuran, pesawahan.

Nengkelan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenBandung
KecamatanCiwidey
Kode pos
40362[1]
Kode Kemendagri32.04.39.2003
Luas346,183 Ha
Jumlah penduduk5225 jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Sejarah sunting

Pada abad ke 17 terdapat tiga orang tokoh agama islam dari Sukapura Tasikmalaya berkelana untuk menyebarkan agama islam di tatar sunda, ketiga tokoh tersebut adalah:

– Eyang Sembah Malingping Rawabogo yang bernama aslinya Surapraja

– Eyang Sembah Kadu Agung Pasirjambu yang bernama aslinya Natapraja Japu

– Eyang Sembah Pandai Nenggeng Tenjolaya yang bernama aslinya Dalem Ranggadipati

Sekitar Tahun 1610 pada suatu tempat di hutan belantara terjadi suatu kesepakatan untuk membuka hutan tersebut menjadi Babakan. Alkisah tempat tersebut terletak antara perbatasan Desa Lebakmuncang dan Rawabogo yang disebut Pasirkaramat di daerah Babakan Raedin. Bertepatan pada abad ke 17, terjadi peristiwa penting di Kerajaan Mataram dimana anak Raja Mataram yang bernama Abdul Manap pulang dijemput dari Pesantren di Surabaya pada Kiai Ora. Kedatangan Abdul Manaf anak Raja Mataram disambut dengan meriah, pada saat gong dibunyikan maka pada saat itu pula beliau menghilang karena beliau tidak menyukai bunyi gong, dan selanjutnya masuk hutan belantara. Suatu saat abdul Manap menuju ke Gunung Sepuh untuk menemui wali yang bernama Samsul Rizal, Karamat (Raedin). Akan tetapi di suatu tempat menuju kedaerah itu, yang sekarang bernama Lebakmuncang terjadi perkelahian antara beliau dengan seekor macan yang sebenarnya adalah seorang pendekar yang menyamar bernama Empong Timpang. Dari Empong Timpang inilah Abdul manap mendapat petunjuk harus pergi ke sisi Sungai Citarum yang sekarang bernama daerah Mahmud. Di daerah Mahmud, bertemu dengan seorang guru agama islam dari Sukapura bernama Eyang Agung Arif dan berguru disana.

  Setelah tamat belajar disana Eyang Abdul Manap melanjutkan belajar ke Mekah dan sepulang dari sana beliau menikah dengan putri gurunya bernama Imas Permas dan berputra Eyang Agung Abdulah Mahmud.

Eyang Agung Abdulah Mahmud beserta isterinya pindah dan membuka hutan sebagai pemukiman yangh sekarang bernama Babakan Desa Nengkelan. Perluasan daerah jajahan oleh Belanda, pembukaan babakan baru di Nengkelan bertambah dengan adanya pelarian para pejuang yang anti belanda dari Sukapura dan Mahmud. Lebih-lebih ketika Belanda membentuk Ciwidey sebagai Kewadanaan sesuai dengan politik adu dombanya maka diangkat seorang wedana yang bernama Eyang Ranggasadana yaitu keturunan ketiga dari Syeh Syarif Hidayatulloh. Akan tetapi dengan petunjuk dari wedana tersebut menjadikan Nengkelan sebagai tempat yang aman bagi pelarian pemberontak yang anti Belanda sehingga pembentukan babakan-babakan baru meningkat.

Pada tahun 1850, terjadi suatu kesepakatan antara babakan yang ada di Desa Nengkelan untuk membentuk suatu kekuatan hukum dalam suatu wadah Desa Nengkelan.

Pemberian nama Desa Nengkelan dapat ditinjau dari beberapa faktor, yaitu:

– Merupakan hari bersejarah dimana kesepakatan pembentukan pemerintahan desa terjadi di Nengkelan

– Penyesuaian dengan keadaan daerah dimana banyak batu kecil dan pasir. Nengkelan berarti Kereuwik yang dalam Bahasa Indonesia bermakna daerah pasir dan batu kecil.

– Pemberian nama oleh seorang yang mempunyai wibawa, dimana pada saat terjadinya peristiwa aneh seorang pendatang baru berteriak-teriaqk di Balai Desa dan ditanyakan asal usulnya dari Nengkelan.

– Menyambarkan seorang wanita cantik dimana ada seorang pengembara melihatnya dan karena kurang puas, maka ia berkata “Neng ke Lanan” untuk melihat sekali lagi wajah cantik itu dari dekat. Hal ini sesuai dengan keadaan desa yang kecil dan mungil.

– Nama Nengkelan berasal dari sebuah batu besar tinggi yang berada disebuah bukit yang bernama Kancah Nangkub. Pada batu besar tersebut terdapat batu-batu kecil yang menempel dan orang-orang menyebutnya (bahasa sunda) batu tèh narangkèl parenjul. Pada akhirnya, Desa ini disebut Nengkelan dari kata narangkèl. Pada kenyataannya, kata Nengkelan sesuai dengan keadaan fisik wilayah Desa yang memiliki banyak bukit dan memiliki banyak bebatuan.

Dalam riwayat yang lain menyebutkan bahwa Penduduk pemula Desa Nengkelan ini adalah Mbah Nanggaraksa dari Tasikmalaya yang telah meninggal dan dimakamkan disana yang sekarang disebut dengan daerah Pemakaman Nangga (Pasir Nangka) yang terletak di Kp. Cisaat RW 07 Desa Nengkelan Kecamatan Ciwidey. Didaerah pemakaman itu terletak beberapa Leuwi, diantaranya Leuwi Kendang, Leuwu Bedog dan Leuwi Seueur.

Nama-nama dikampung di Desa Nengkelan pun berasal dari istilah-istilah orang sunda, seperti;

Kampung Ngamprah, berlokasi di RW 08. Ceritanya, dahulu daerah ini disediakan sebagai daerah baru bagi masyarakat yang semakin banyak. Karena disediakan secara khusus maka disubut dengan ngamprah. (Ngamprah=disediakan) Kampung Pasirpari, dinamakan Pasirpari karena didaerah tersebut terdapat pasir yang berbukit dan banyak mangga dengan spesies golek atau mangga golek, sedangkan mangga golek didaerah ini dinamakan dengan pari. Jadi dinamakan dengan Pasir pari. Kampung Cisegok, dinamakan demikian karena daerah ini merupakan daerah perbatasan yang sangat terpencil dan menjorok kedalam, jika dilihat di peta Desa Nengkelan sehingga disebut Cisegok yang artinya penutup kampung. Kampung Bunisari, berlokasi di RW 05. Dinamakan demikian karena daerah ini tertutup serta sulit dijangkau sehingga disebut Bunisari (Buni = tetutup). Kampung Sikluk, berlokasi di RW 05. Dinamakan demikian karena daerah ini dahulunya merupakan daerah perladangan leuweung (hutan), di daerah ini ladang disebut Sikluk. Kampung Ciburuy, dinamakan demikian karena dahulu daerah ini ada sebuah kubangan yang didalamnya terdapat Kecebong (Kecebong = buruy). Begitupun nama Ciwidey, nama ini memiliki silsilah tersendiri. Dahulu didaerah ini terdapat banyak sekali ikan dan untuk mengambilnya, orang biasanya menggunakan suatu wadah khusus yang disebut- wide. Kata wide sendiri mengalami proses asimilasi dengan bahasa sunda menjadi widey sehingga disebut Ciwidey (wide = wadah untuk mengambil ikan, ci = air).

Perkembangan Desa Nengkelan tercatat beberapa peristiwa penting, antara lain:

– Pada Tahun 1850, pada saat pemerintahan Kepala Desa Eyang Madali Pusat Pemerintahan Desa Nengkelan meliputi:

1) Kampung Nengkelan

2) Kampung Raedin

3) Kampung Babakan

4) Kampung Cisaat

5) Kampung Ngamprah

– Pada Tahun 1880-1882 Kepala Desa dijabat oleh penduduk Lio, Desa/ Kecamatan Pasirjambu, hal ini dikarenakan masa transisi. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Kampung Nengkelan ke Kampung Babakan.

– Masa Revolusi fisik pada Tahun 1946, terjadi pengungsian para pejuang dari kota ke hutan pesisir-pesisir hutan. Nengkelan merupakan tempat para pejuang Indonesia bersembunyi dan merupakan jalan menuju ke kota, Pejuang tersebut antara lain Letjen A.R. Darsono dan Jaksa Agung Sugiarto.

Batas Wilayah sunting

Sebelah Utara: Kecamatan Sindangkerta dan Desa Sukawening Sebelah Selatan: Desa Lebakmuncang dan Desa Mekarmaju Sebelah Barat: Desa Rawabogo Sebelah Timur: Desa Sukawening

Pendidikan sunting

  1. TK/RA/PAUD 4 Unit
  2. SD/MI 4 Unit
  3. SMP 2 Unit
  4. SLTA 1 Unit

9

Potensi Pertanian sunting

  1. Cabe Merah
  2. Kopi
  3. Padi
  4. Jagung
  5. Bawang Merah

Potesi Pertenakan sunting

  1. Sapi
  2. Ayam
  3. Ikan

Referensi sunting

Pranala luar sunting