Natsume Sōseki

Penulis (1867-1916)

Natsume Sōseki (夏目 漱石, 9 Februari 1867 – 9 Desember 1916) adalah nama pena untuk Natsume Kinnosuke (夏目金之助), novelis Jepang, ahli sastra Inggris, sekaligus penulis esai yang hidup di zaman Meiji hingga zaman Taisho. Sebagian besar novelnya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, termasuk Wagahai wa Neko de aru (I Am a Cat) dan Kokoro (Rahasia Hati). Dari tahun 1984 hingga 2004, potretnya menghiasi uang kertas pecahan 1000 yen.

Natsume Sōseki
Sōseki 1912
Sōseki (1912)
Nama asli
夏目 金之助
LahirNatsume Kin'nosuke
(1867-02-09)9 Februari 1867
Edo, Shogun Tokugawa
Meninggal9 Desember 1916(1916-12-09) (umur 49)
Tokyo, Kekaisaran Jepang
Pekerjaan
Genre
Karya terkenal

Alumnus sastra Inggris, School of Oriental and African Studies, Universitas London, namanya disejajarkan dengan Mori Ōgai sebagai sastrawan besar zaman Meiji. Di perguruan tinggi, Sōseki berteman dengan Masaoka Shiki yang sekaligus menjadi gurunya menulis haiku. Setelah lulus Jurusan Bahasa Jepang, Universitas Kekaisaran Tokyo, Sōseki bekerja sebagai guru sekolah lanjutan pertama di Matsuyama sebelum melanjutkan kuliah ke Inggris.

Sekembalinya di Jepang, Sōseki menjadi dosen di almamaternya, dan novel pendeknya, Wagahai wa Neko de aru dimuat majalah Hototogisu. Kesuksesan karya pertama dilanjutkan novel berjudul Botchan dan London Tō (London Tower). Karyanya dimuat bersambung di surat kabar Asahi Shimbun tempatnya bekerja, antara lain Gubijinsō (The Poppy) dan Sanshirō.

Musim panas 1910, Sōseki sakit parah dan menyepi di kuil Shuzen-ji, Izu. Karyanya setelah sembuh adalah Kōjin (The Wayfarer), Kokoro (Rahasia Hati), dan Garasudo no Uchi (Inside My Glass Doors). Kesehatannya terus menurun akibat tukak lambung. Karya terakhirnya, Meian (Light and Darkness) dimuat bersambung di Asahi Shimbun, namun tidak selesai.

Biografi sunting

Masa kecil sunting

Sōseki lahir sebagai putra kelima (anak bungsu) keluarga Natsume yang terpandang di kawasan Ushigome, Babashita Yokomachi, kota Edo (sekarang Kikui-chō, distrik Shinjuku, Tokyo). Ayahnya yang bernama Natsume Kohei Naokatsu menamainya Kinnosuke. Ibunya merasa malu karena masih hamil dan melahirkan Kinnosuke di usia lanjut. Keluarganya sedang mengalami masa-masa sulit akibat keadaan yang kacau setelah runtuhnya Keshogunan Tokugawa. Sewaktu masih bayi, Kinnosuke diberikan kepada pemilik toko barang bekas untuk dijadikan anak angkat. Kisah lain mengatakan orang tua angkatnya adalah tukang sayur. Hingga tengah malam, bayi Kinnosuke tidur di toko, di samping barang dagangan. Iba melihat nasib adiknya, kakak perempuannya membawa Kinnosuke pulang ke rumah. Setelah berusia setahun, Kinnosuke diberikan kepada teman ayahnya, Masanosuke Shiohara untuk dijadikan anak angkat. Ayah angkatnya yang baru ternyata memiliki wanita simpanan hingga keluarga angkatnya menjadi berantakan. Kinnosuke tertular cacar di usia 3 tahun yang meninggalkan bekas di wajah.

Sewaktu berusia 7 tahun, Kinnosuke dilarikan pulang ke rumah orang tua kandungnya oleh ibu angkatnya. Di sana, ayah dan ibu kandungnya sempat dikira kakek dan neneknya. Sewaktu berusia 9 tahun, Kinnosuke dikembalikan ke rumah orang tuanya setelah orang tua angkatnya bercerai. Akibat buruknya hubungan antara ayah kandung dan ayah angkatnya, status Kinnosuke secara resmi baru dikembalikan sebagai anak dari ayah kandungnya pada tahun 1888. Hubungan antara ayah kandung dan ayah angkatnya diangkat sebagai tema novel otobiografi Michikusa (Grass on the Wayside).

Di tengah keadaan keluarga yang sulit, Kinnosuke sempat pindah ke sekolah dasar yang lebih baik agar bisa diterima di Sekolah Lanjutan 1 Prefektur Tokyo. Namun baru sampai di kelas 2 sekolah lanjutan, Kinnosuke memutuskan untuk berhenti. Alasannya di sekolah tidak diajarkan bahasa Inggris, padahal bahasa Inggris diujikan dalam tes masuk universitas. Lulusan sekolah tersebut memang tidak dipersiapkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Keinginan mendalami sastra klasik Tionghoa menjadi alasan lain dirinya berhenti sekolah. Walaupun sudah berhenti sekolah, Kinnosuke yang takut dimarahi kakak tertua, tetap berpura-pura berangkat sekolah sambil tidak lupa membawa bekal makan siang.

Selanjutnya pada tahun 1881, Kinnosuke mengikuti sekolah privat sastra klasik Tionghoa yang bernama Nishogakusha. Di sana didapatnya etika Konfusianisme dan apresiasi seni Asia Timur yang dimunculkan dalam karyanya di kemudian hari. Setelah belajar beberapa bulan, Kinnosuke kembali berhenti sekolah karena kakak tertuanya, Daisuke menentang keinginan adiknya belajar sastra. Setelah jatuh sakit, Daisuke berhenti dari kuliahnya di Universitas Nankō, dan bekerja sebagai penerjemah di kantor kepolisian. Setelah sadar adiknya lebih pintar darinya, Daisuke berubah pikiran dan mendukung adiknya untuk melanjutkan ke universitas hingga tamat.

Dua tahun kemudian (1883), Kinnosuke mengikuti kursus bahasa Inggris Seiritsu Gakusha di Kandasurugadai. Bahasa Inggris merupakan satu mata pelajaran yang diujikan dalam tes masuk sekolah tingkat persiapan (daigaku yobimon) yang diadakan Universitas Kekaisaran Tokyo. Tahun berikutnya (1884), Kinnosuke lulus tes dan diterima sebagai siswa tingkat persiapan. Di antara teman seasrama terdapat Yoshikoto Nakamura yang di kemudian hari menjadi direktur utama Perusahaan Kereta Api Manchuria Selatan. Pada tahun 1886, sekolah yang diikutinya berubah nama menjadi Sekolah Lanjutan Atas 1 (Dai-ichi Kōtō Gakkō). Kinnosuke menderita apendisitis sehingga tidak dapat mengikuti ujian akhir dan tidak naik kelas. Setelah itu, pekerjaan sebagai guru di bimbingan masuk universitas dan sekolah swasta diterimanya untuk mencari uang. Pengalaman sebagai guru mendorong dirinya semakin rajin belajar, dan mendapat nilai terbaik nomor satu di hampir semua mata pelajaran, terutama bahasa Inggris.

Pertemuan dengan Shiki sunting

Pada tahun 1889, Kinnosuke bertemu dengan Masaoka Shiki, teman satu sekolah yang memberinya pengaruh besar dalam bidang kesusastraan. Di kalangan teman-teman sekolahnya, Shiki mengedarkan kumpulan tulisan tangan puisi Tionghoa dan haiku yang diberinya judul Nanakusa-shū. Di bagian belakang kumpulan puisi tersebut, Kinnosuke menuliskan ulasan dalam bentuk komposisi Tionghoa klasik (kanbun). Pada waktu itu, nama pena "Sōseki" digunakannya untuk pertama kali. Ulasan tersebut merupakan awal persahabatan antara dirinya dan Shiki. Pada bulan September 1889, Sōseki melakukan perjalanan ke Semenanjung Bōsō di Bōshū. Catatan perjalanan dituangkannya dalam komposisi Tionghoa klasik berjudul Bokusetsuroku, dan Shiki dimintanya untuk memberikan ulasan. Persahabatan di antara keduanya terus berlanjut hingga Shiki wafat pada tahun 1902.

Pada tahun 1890, Sōseki diterima di jurusan sastra Inggris Universitas Kekaisaran (Teikoku Daigaku) yang baru saja didirikan. Universitas tersebut nantinya menjadi Universitas Kekaisaran Tokyo (Tokyo Teikoku Daigaku). Sejak itu pula, Sōseki menganut paham pesimisme sekaligus mengidap gangguan kejiwaan yang waktu itu populer dengan sebutan lemah saraf (neurastenia). Kematian berturut turut orang yang dekat dengannya diduga menjadi salah satu penyebab. Kakak tertuanya, Daisuke meninggal dunia bulan Maret 1887, disusul tiga bulan kemudian oleh Einosuke kakak nomor dua. Istri dari kakak nomor tiga yang bernama Toyo juga meninggal pada tahun 1891. Sōseki memang sering dikatakan menaruh hati pada Toyo, dan kematian Toyo membuat hatinya terluka. Perasaan terhadap Toyo ditumpahkannya menjadi puluhan haiku.

Pada tahun berikutnya (1892), Sōseki menerima beasiswa, dan dipercayakan dosennya yang bernama J.M. Dixon untuk menerjemahkan Hōjōki ke dalam bahasa Inggris. Pada tahun yang sama, Sōseki mengelak dari wajib militer dengan mendirikan percabangan keluarga, sekaligus memindahkan alamat tempat tinggalnya ke Hokkaido. Setelah itu (Mei 1892), Soseki mulai bekerja sebagai pengajar di Tokyo Senmon Gakkō (sekarang Universitas Waseda) untuk membayar biaya kuliah. Pada waktu itu, Shiki sudah berhenti kuliah. Sewaktu mengunjungi rumah keluarga Shiki di Matsuyama, Sōseki bertemu dengan Kyoshi Takahama yang mendorongnya untuk terus menekuni pekerjaan sebagai penulis.

Belajar di Inggris sunting

Setelah lulus dari Universitas Kekaisaran Tokyo pada tahun 1893, Sōseki menjadi guru bahasa Inggris di Sekolah Tinggi Guru Tokyo. Pada waktu itu, Sōseki mulai berpendapat orang Jepang tidak cocok belajar sastra Inggris. Kesedihan ditinggal mati Toyo ditambah penyakit tuberkulosa pada tahun 1894 menjadikan lemah saraf dan gangguan obsesif kompulsif yang dideritanya terlihat semakin parah. Pengobatan dengan meditase Zen di kuil Engaku-ji, Kamakura tidak juga membuahkan hasil. Pada tahun 1895, Sōseki mengundurkan diri dari Sekolah Tinggi Guru Tokyo. Berkat rekomendasi Suga Torao, Sōseki diterima sebagai sebagai guru di Sekolah Lanjutan Pertama (Jinjō Chūgakko), Prefektur Ehime (sekarang Sekolah Lanjutan Atas Matsuyama) pada bulan April 1895. Di kampung halaman Shiki di Matsuyama, Sōseki beristirahat selama 2 bulan. Kesempatan tersebut digunakannya untuk mendalami haiku bersama Shiki. Tahun berikutnya (1896), Sōseki bekerja sebagai guru bahasa Inggris di Sekolah Lanjutan Atas 5 Prefektur Kumamoto (sekarang Universitas Kumamoto). Pada tahun yang sama, Sōseki menikah dengan Kyōko, putri sulung Nakane Shigekazu yang menjabat sekretaris dewan aristokrat (Kizoku-in Shokikan).

 
Bekas tempat tinggal Sōseki di London

Pada tahun 1900, Kementerian Pendidikan Jepang (Monbushō) memberinya beasiswa untuk belajar ke Inggris. Di London, Sōseki mendalami karya Charles Dickens dan George Meredith. Selain belajar teori kesusastraan, bimbingan pribadi diterimanya dari dari peneliti Shakespeare, Profesor W.J. Craig. Namun, Sōseki lagi-lagi merasakan dirinya tidak cocok belajar sastra Inggris, dan lemah saraf yang dideritanya semakin parah. Hati Soseki terluka akibat sering mengalami diskriminasi ras karena dirinya orang Asia Timur. Studi yang berjalan tidak semulus perkiraan juga membuatnya jengkel, dan harus berkali-kali pindah tempat kos.

Setelah tinggal selama 2 bulan pada tahun 1901 bersama dengan ahli kimia Ikeda Kikunae, Sōseki mendapat semangat baru dan mulai giat belajar sambil mengurung diri di kamar. Akibatnya, pergaulan dengan sesama mahasiswa menjadi semakin jarang. Kabar beredar di kalangan mahasiswa bahwa Sōseki sudah gila. Berita tersebut sampai ke Kementerian Pendidikan Jepang yang segera memintanya untuk pulang. Setelah berada di Inggris selama 3 tahun, Soseki tiba kembali di Jepang pada tahun 1903.

Bekerja di Asahi Shimbun sunting

 
Potret Sōseki di uang kertas pecahan 1000 yen

Setelah berada kembali di Jepang pada tahun 1903, Sōseki mengajar sekaligus di dua tempat, Sekolah Lanjutan Atas 1 (Dai-ichi Kōtō Gakkō) dan Universitas Kekaisaran Tokyo sebagai pengganti Koizumi Yakumo. Namun, mahasiswa melakukan aksi protes agar Yakumo dipertahankan. Mahasiswa tidak senang dengan cara Soseki memberikan kuliah. Di Sekolah Lanjutan Atas 1, Sōseki memiliki murid bernama Misao Fujimura. Setelah dimarahinya karena malas belajar, Fujimura bunuh diri di Air terjun Kegon. Peristiwa tersebut membuat lemah saraf yang dideritanya kambuh dan Sōseki harus tinggal terpisah dari istri sekitar 2 bulan. Setelah pulih (1904), Sōseki bekerja sebagai staf pengajar Universitas Meiji.

Akhir tahun 1904, Kyoshi Takahama menganjurkannya agar menulis untuk meringankan gangguan lemah saraf. Hasilnya berupa karya pertama Sōseki, Wagahai wa Neko de aru (I Am a Cat). Karya tersebut menerima pujian saat pertama kali diedarkan di perkumpulan murid Shiki (Yama Kai). Bulan Januari tahun berikutnya, majalah Hototogisu memuat cerita tersebut hingga habis dalam sekali pemuatan. Sambutan yang baik dari pembaca menjadikan cerita tersebut ditulis kelanjutannya. Sejak itu pula Sōseki bermaksud mencari nafkah dari menulis. Dua karya selanjutnya, London Tō (London Tower) dan Botchan berhasil menempatkan Sōseki sebagai penulis terkenal. Karya Sōseki bagaikan melupakan dunia orang kebanyakan, dan memandang hidup dengan lebih santai. Berbeda dengan aliran naturalisme yang waktu itu merupakan aliran utama, Sōseki termasuk sastrawan Yoyū-ha (aliran berkecukupan).

Pada tahun 1906, Toyotaka Komiya dan Shōhei Morita sering berkunjung ke rumah Sōseki. Miekichi Suzuki juga datang teratur sebagai muridnya setiap hari Kamis. Sejumlah muridnya menjadi sastrawan dan orang terkenal, misalnya Hyakken Uchida dan Nogami Yaeko. Selain itu, di antara murid Sōseki terdapat novelis Ryūnosuke Akutagawa dan Masao Kume, serta ilmuwan seperti Torahiko Terada, Jirō Abe, dan Yoshishige Abe.

Atas undangan Ikebe Sanzan, Sōseki berhenti dari pekerjaan mengajar dan mulai bekerja untuk surat kabar Asahi Shimbun sejak tahun 1907. Awal kariernya sebagai penulis tetap ditandai dengan pemuatan Gubijinsō sebagai cerita bersambung di Asahi Shimbun pada Juni 1907. Di tengah penulisan Gubijinsō, Sōseki terganggu oleh penyakit lemah saraf dan sakit lambung. Perjalanan ke Manchuria dan Korea dilakukannya pada tahun 1909 atas undangan mantan teman seasrama Yoshikoto Nakamura yang menjabat direktur utama Perusahaan Kereta Api Manchuria Selatan. Catatan perjalanannya dimuat bersambung di Asahi Shimbun dengan judul Mansen Tokoro Dokoro (Tempat-tempat di Manchuria dan Korea).

Sakit parah di Shuzen-ji sunting

Sewaktu menulis Mon (The Gate) yang merupakan bagian terakhir trilogi Sanshirō, dan Sorekara (And Then), Sōseki masuk rumah sakit karena tukak lambung pada bulan Juni 1910. Bulan Agustus 1910, Sōseki pergi ke kuil Shuzen-ji di Izu setelah mengikuti saran seorang muridnya, Tōyōjō Matsune. Suasana di tempat baru ternyata tidak membuat penyakitnya cepat sembuh melainkan bertambah parah. Keadaan Sōseki semakin kritis, sehingga rekan dan murid-muridnya datang menjenguk. Setelah sekitar 4 bulan di Shuzen-ji, Sōseki kembali masuk rumah sakit di Tokyo.

Seusai memberi kuliah di Kansai pada bulan Agustus 1911, tukak lambungnya kambuh, dan Sōseki masuk rumah sakit di Osaka. Sekembalinya di Tokyo, penyakit wasir memaksanya berobat jalan, dan operasi wasir kembali dijalaninya bulan September 1912. Pada bulan Desember 1912, penulisan Kōjin terputus di tengah jalan karena sakit. Sampai bulan Juni 1913, Sōseki terus menderita lemah saraf dan tukak lambung. Pada bulan September 1914, tukak lambung menyebabkan dirinya terbaring sakit untuk keempat kalinya. Pengalaman antara hidup dan mati menjadikan karya berikutnya sering menampilkan manusia yang mengejar kepentingan diri sendiri. Tema tersebut menjadi benang merah trilogi Higan Sugi Made, Kōjin, dan Kokoro (Rahasia Hati). Bulan Maret 1915, Sōseki pergi berwisata ke Kyoto, tapi jatuh sakit untuk kelima kalinya di sana.

Bulan berikutnya (Juni 1915), Sōseki memulai cerita bersambung Michikusa (Grass on the Wayside) sambil berusaha menghidupkan kembali ingatan dan suasana sewaktu menulis Wagahai wa Neko de Aru. Tahun berikutnya (1916), Sōseki menderita diabetes, dan wafat akibat perdarahan dalam pada 9 Desember 1916. Novel berjudul Meian (Light and Darkness) tidak sempat diselesaikannya, dan Sōseki berusia 49 tahun sewaktu meninggal. Pesan terakhirnya, "Nanti mati membuat masalah saja" ("Shinu to komaru kara").

Keesokan harinya, otopsi dilakukan dokter pribadinya, Matarō Nagayo di Fakultas Kedokteran, Universitas Kekaisaran Tokyo. Otak dan lambungnya disumbangkan ke Universitas Kekaisaran Tokyo. Sampai hari ini otaknya masih disimpan di dalam toples, beratnya 1,425 kg.

Penerjemah karya Sōseki, Ikuo Tsunematsu membuka Museum Soseki di London pada tahun 1984. Museum tersebut menempati gedung yang berseberangan dengan tempat kos Sōseki di London. Di dalam museum dipamerkan keadaan tempat tinggal, foto kawan-kawan, dan buku-buku yang dibaca Sōseki di London.

Bibliografi sunting

 
Puisi Tionghoa karya Sōseki

Kumpulan karya sunting

  • Sōseki Zenshū, 1993-1999, Iwanami Shoten, 28 volume, 1 volume suplemen.

Novel sunting

  • I Am a Cat (1905-1907, Ōkura Shoten)
  • Maboroshi no Tate (April 1905, diterbitkan dalam Hototogisu tahun 1906, dan antologi cerita pendek Yokyo-Shu terbitan Ōkura Shoten)
  • Koto no Sorane (Juli 1905, dalam Shichinin)
  • Ichiya (September 1905, dalam Chūōkōron)
  • Kairo-kō (September 1905, dalam Chūōkōron)
  • Syumi no Iden (Januari 1906, dalam Teikoku Bungaku tahun 1906, dan Yokyo-Shu)
  • Botchan (April 1906, dalam Hototogisu tahun 1907, dan Uzurakago terbitan Shunyodo)
  • Kusamakura (September 1906, dalam Shin Shōsetsu dan Uzurakago)
  • Nihyakutōka (Oktober 1906, dalam Chūōkōron dan Uzurakago)
  • Nowaki (1907, dalam Hototogisu tahun 1908, dan Kusa Awase terbitan Shunyodo)
  • Gubijinsō (Shunyodo, Januari 1908)
  • Kōfu (Januari-April 1908 dalam Asahi Shimbun dan Kusa Awase)
  • Yume Jūya (Juli-Agustus 1908, dalam Asahi Shimbun tahun 1910, dan antologi Shihen terbitan Shunyodo)
  • Sanshirō (Shunyodo, Mei 1909)
  • Sorekara (Shunyodo, Januari 1910)
  • Mon (Shunyodo, Januari 1911)
  • Higan Sugi Made (Shunyodo, September 1912)
  • Kōjin (Ōkura Shoten, Januari 1914)
  • Kokoro (Iwanami Shoten, September 1914, terjemahan bahasa Indonesia: Rahasia Hati)
  • Michikusa (Iwanami Shoten, Oktober 1915)
  • Meian (Iwanami Shoten, Januari 1917)

Puisi gaya baru (shintaishi) sunting

  • Jūgunkō (Teikoku Bungaku, Vol.10, No.5, Mei 1904)

Keluarga sunting

Murid sunting

Daftar pustaka sunting

Pranala luar sunting