Model Kübler-Ross

Model Kübler-Ross, yang juga dikenal dengan sebutan Lima Tahapan Kedukaan (The Five Stages of Grief), pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Elisabeth Kübler-Ross pada bukunya tahun 1969, On Death and Dying.[1]

Termasuk dalam bukunya adalah sebuah contoh, Teladan Mengatasi Kematian, yang didasari oleh penelitian dan wawancaranya dengan lebih dari 500 pasien yang menghadapi kematian. Teladan tersebut menjelaskan, dalam lima tahapan tersendiri, sebuah proses oleh mereka yang mengatasi dan berhadapan dengan kedukaan dan tragedi, terutama ketika didiagnosa memiliki penyakit berat atau mengalami kerugian yang sangat besar. Menambahi teladan ini, bukunya membawa kesadaran awal akan kepekaan yang dibutuhkan untuk perlakuan yang lebih baik atas individu yang sedang mengalami sakit atau penyakit berat.[2]

Sekarang, teladan ini telah diterima secara luas sebagai panduan guna tanggapan emosional dan psikologis yang dialami oleh banyak manusia ketika berhadapan dengan penyakit yang mengancam nyawa atau keadaan yang mengubah kehidupan. Tahapan-tahapan ini tidak hanya berlaku untuk mereka yang kehilangan oleh karena kematian tetapi dapat pula tampak kepada seseorang yang mengalami peritiwa yang mengubah hidup, seperti perceraian atau putusnya suatu hubunga, atau kehilangan sebuah pekerjaan.

Dr. Kübler-Ross menambahkan bahwa sangatlah penting untuk mengetahui bahwa tahapan-tahapan ini tidak berarti harus diselesaikan atau kronologis. Tidak semua yang mengalami peristiwa yang mengancam nyawa atau peristiwa yang mengubah hidup, merasakan kelima tanggapan ataupun mereka yang mengalami hal tersebut, melakukannya dalam urutan sebagaimana tertulis. Reaksi atas penyakit, kematian dan kehilangan sangatlah khusus selayaknya mereka yang mengalaminya.

Tidak semua orang melalui seluruh tahapan ataupun dalam urutan susunan. Beberapa tahapan mungkin dilewati sepenuhnya, sebagian lain akan mengalami dalam urutan tahapan yang berbeda, sebagian akan mengalami kembali dan bagian lain mungkin akan terjebak pada satu tahapan.

Tahapan-tahapan mengatasi keadaan sekarat, sekarang ini lebih sering dikenal sebagai Tahapan Kübler-Ross, Lima Tahapan Sekarat — The Five Stage of Dying, Lima Tahapan Kedukaan — The Five Stages of Grief, Lima Tahapan Kehilangan — The Five Stages of Loss, Lima Tahapan Mengatasi Kematian — The Five Stages of Coping With Dying, Lima Tahapan Mengatasi Kedukaan — The Five Stages of Coping With Grief atau Lima Tahapan Mengatasi Kehilangan — The Five Stages of Coping With Loss.

Tahapan sunting

Tahapan-tahapan, yang lebih dikenal dengan singkatannya dalam bentuk DABDA, termasuk:[2]

  1. Penyangkalan (Denial) — "Saya merasa baik-baik saja."; "Hal ini tidak mungkin terjadi, tidak pada saya."
    Penyangkalan biasanya merupakan pertahanan sementara untuk diri sendiri. Perasaan ini pada umumnya akan digantikan dengan kesadaran yang mendalam akan kepemilikan dan individu yang ditinggalkan setelah kematian..
  2. Marah (Anger) — "Kenapa saya ? Ini tidak adil!"; "Bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi pada saya?"; "Siapa yang harus dipersalahkan?"
    Ketika berada pada tahapan kedua, individu akan menyadari bahwa ia tidak dapat senantiasa menyangkal. Oleh karena kemarahan, orang tersebut akan sangat sulit untuk diperhatikan oleh karena perasaan marah dan iri hati yang tertukar.
  3. Menawar (Bargaining) — "Biarkan saya hidup untuk melihat anak saya diwisuda."; "Saya akan melakukan apapun untuk beberapa tahun."; "Saya akan memberikan simpanan saya jika..."
    Tahapan ketiga melibatkan harapan supaya individu dapat sedemikian rupa menghambat atau menunda kematian. Biasanya, kesepakatan untuk perpanjangan hidup dibuat kepada kekuasaan yang lebih tinggi dalam bentuk pertukaran atas gaya hidup yang berubah. Secara psikologis, individu mengatakan, "Saya mengerti saya akan mati, tetapi jika saja saya memiliki lebih banyak waktu..."
  4. Depresi (Depression) — "Saya sangat sedih, mengapa perduli dengan lainnya?"; "Saya akan mati .. Apa keuntungannya?"; "Saya merindukan orang saya cintai, mengapa melanjutkan?"
    Pada tahapan keempat, penderita yang sekarang, menolak dibesuk dan menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka. Proses ini memberikan kesempatan kepada pasien yang sekarat untuk memutus hubungan dengan sesuatu yang dicintai ataupun disayangi. Tidak disarankan untuk mencoba menghibur individu yang berada pada tahapan ini. Ini merupakan waktu penting untuk berduka yang harus dilalui.
  5. Penerimaan (Acceptance) — "Semuanya akan baik-baik saja."; "Saya tidak dapat melawannya, Saya sebaiknya bersiap untuk hal itu."
    Ini merupakan tahapan terakhir, individu tiba pada kondisi sebagai mahluk hidup atau kepada yang dicintainya.

Pada awalnya, Kübler-Ross menerapkan tahapan-tahapan ini pada penderita penyakit gawat, kemudian diterapkan pada bentuk lain mengenai kerugian/kehilangan milik pribadi yang sangat luar biasa (pekerjaan, penghasilan, kebebasan). Termasuk dalam hal ini adalah peristiwa penting dalam kehidupan seperti kematian seseorang yang sangat dicintai, perceraian, kecanduan obat-obatan, awal menderita sakit atau penyakit gawat, diagnosa ketidaksuburan, juga banyak tragedi dan bencana lainnya.

Kübler-Ross menyatakan bahwa tahapan-tahapan ini tidak senantiasa berada dalam urutan seperti di atas, juga tidak semua pasien mengalami seluruh tahapan-tahapan tersebut, walau ia menerangkan bahwa seorang pasien setidaknya selalu mengalami paling tidak dua tahapan. Seringkali, individu akan mengalami beberapa tahapan secara berulang-ulang, bergantian antara dua atau lebih tahapan, yang kemudian kembali pada satu atau beberapa tahapan selama beberapa kali sebelum menyelesaikan tahapan tersebut.[2]

Secara signifikan, mereka yang mengalami (atau pantauan mereka yang merawat) tahapan-tahapan ini seharusnya tidak memaksakan proses. Proses kedukaan sangatlah pribadi dan tidak seharusnya ditidak seharusnya tergesa-gesa, ataupun diperpanjang, pada dasar rentang waktu yang diberikan individu ataupun pendapat. Ia selayaknya sadar bahwa tahapan-tahapan tersebut akan lewat dengan sendirinya dan pada akhirnya tahapan "Penerimaan" (Acceptance) akan dicapai.

Akan tetapi, adapun individu-individu yang berjuang dengan kematian hingga akhirnya. Beberapa psikolog percaya bahwa semakin keras seseorang melawan kematian, semakin besar kemungkinan mereka akan berada pada tahap penyangkana. Jika hal ini terjadi, sangat mungkin penderita akan menghadapi kesulitan meninggal dengan cara yang baik. Psikolog lain menyatakan bahwa penderita yang tidak menentang kematian merupakan hal yang dapat diterima oleh sekelompok individu.[2] Mereka yang menghadapi kesulitan mengatasi tahapan-tahapan ini sebaiknya mempertimbangkan untuk bertemu dengan kelompok konsultasi kedukaan profesional ataupun kelompok pendukung lainnya.

Referensi sunting

  1. ^ Broom, Sarah M. (Aug. 30, 2004). "Milestones". TIME. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-02-24. Diakses tanggal 2011-05-14. 
  2. ^ a b c d Santrock, J.W. (2007). A Topical Approach to Life-Span Development. New York: McGraw-Hill. ISBN 0073382647. 

Bacaan lanjutan sunting

  • (Inggris) Kübler-Ross, E. (1969) On Death and Dying, Routledge, ISBN 0-415-04015-9
  • (Inggris) Kübler-Ross, E. (2005) On Grief and Grieving: Finding the Meaning of Grief Through the Five Stages of Loss, Simon & Schuster Ltd, ISBN 0-7432-6344-8
  • (Inggris) Scire, P. (2007). "Applying Grief Stages to Organizational Change"
  • (Inggris) An Attributional Analysis of Kübler-Ross' Model of Dying, Mark R Brent. Harvard University, 1981.
  • (Inggris) An Evaluation of the Relevance of the Kübler-Ross Model to the Post-injury Responses of Competitive Athletes, Johannes Hendrikus Van der Poel, University of the Free State. Published by s.n., 2000.

Pranala luar sunting