Meriam tank

jenis artileri yang terpasang pada tank sebagai senjata utamanya

Meriam tank adalah senjata utama sebuah tank. Meriam tank modern adalah meriam kaliber besar berkecepatan tinggi yang mampu menembakkan peluru penembus energi kinetik, hulu ledak antitank berdaya ledak tinggi, dan dalam beberapa kasus, peluru kendali. Senjata antipesawat juga bisa dipasang pada tank.

Meriam L30 pada tank Challenger 2 Royal Scots Dragoon Guards.


Sebagai persenjataan utama tank, meriam ini hampir selalu digunakan dalam mode tembakan langsung untuk mengalahkan berbagai target darat di semua jarak, termasuk infanteri di perkubuan, kendaraan lapis baja ringan, dan terutama tank lapis baja berat lainnya. Meriam tank harus memberikan akurasi, jangkauan, penetrasi, dan tembakan cepat dalam satu paket yang seringkas dan seringan mungkin, untuk memungkinkan pemasangan di dalam kubah meriam berlapis baja yang sempit. Meriam tank umumnya menggunakan amunisi yang utuh, memungkinkan pemuatan cepat (atau penggunaan autoloader). Meriam tank sering menampilkan tonjolan di bagian laras yang merupakan evakuator laras, atau perangkat di moncong laras yang merupakan rem moncong.

Sejarah sunting

 
Tank Perancis Saint-Chamond tahun 1917, dengan meriam hidung 75 mm
 
Replika A7V Jerman "Wotan" menampilkan meriam Maxim-Nordenfelt 57 mm di bagian depan
 
Tank Mk II Inggris ditangkap oleh pasukan Jerman pada bulan April 1917, menunjukkan meriam laut panjang 57 mm pada sponson samping

Perang Dunia I sunting

Tank-tank pertama kali digunakan untuk menerobos pertahanan parit untuk mendukung aksi-aksi infanteri khususnya posisi senapan mesin selama Perang Dunia Pertama dan mereka dilengkapi dengan senapan mesin atau meriam berdaya ledak tinggi kaliber kecil. Meriam-meriam tersebut adalah artileri laut atau lapangan yang dilucuti dari kereta pembawanya dan dipasang di sponson atau kasemat di kendaraan lapis baja. Tank Mark I Inggris pada awal tahun 1916 menggunakan meriam laut 57 mm QF 6 pounder Hotchkiss yang dipasang pada sponson samping. Meriam ini terbukti terlalu panjang untuk digunakan dalam desain tank Inggris karena mereka akan bersentuhan dengan rintangan dan tanah di medan yang tidak rata, dan tank Mark IV berikutnya pada tahun 1917 dilengkapi dengan versi 6 pounder 6 cwt yang diperpendek yang dapat dianggap meriam tank khusus pertama. Tank Jerman pertama, A7V, memanfaatkan meriam benteng 57 mm benteng Maxim-Nordenfelt yang ditangkap dari Belgia dan Rusia, tetapi dipasang di depan. Tank Perancis Schneider CA1 dipasangi mortir pendek 75 mm mortar di satu sisi, sedangkan Saint-Chamond dipasangi meriam lapangan standar 75 mm di bagian hidung. Baju besi tipis dari tank musuh berarti bahwa meria seperti itu efektif terhadap kendaraan lain, meskipun Jerman tetap menerjunkan sedikit tank dan tank Sekutu berkonsentrasi pada kegiatan dukungan anti infanteri dan infanteri.

Perang Dunia II sunting

 
Meriam 2 pon ini (40 mm), tipikal desain awal Perang Dunia II, cukup memadai untuk menghancurkan tank lapis baja ringan awal perang.
 
Meriam laras panjang 75 mm dari Panzer IV ini adalah tipikal dari desain penghujung Perang Dunia II yang dibuat untuk menghancurkan tank-tank lapis baja berat.

Pemikiran ini tetap beredar hingga awal Perang Dunia II, ketika sebagian besar meriam tank masih merupakan modifikasi dari artileri yang ada, dan diharapkan terutama digunakan untuk melawan target yang tidak bersenjata. Meski begitu, artileri kaliber yang lebih besar, dengan jangkauan yang lebih pendek tidaklah hilang. Tank yang ditujukan khusus untuk dukungan infanteri (tank infanteri), yang diperkirakan akan menghancurkan perkubuan dan konsentrasi infanteri, membawa meriam kaliber besar untuk menembakkan peluru berdayaledak tinggi - walaupun peluru ini bisa sangat efektif terhadap kendaraan lain dalam jarak dekat. Dalam beberapa desain - misalnya, M3 Lee, Churchill, Char B1 - meriam dengan laras yang lebih besar dipasang pada lambung tank sementara senjata kedua untuk digunakan melawan tank dipasang di kubah.

Namun, ahli strategi lain melihat peran baru untuk tank dalam perang, dan menginginkan meriam yang lebih khusus dikembangkan dan disesuaikan untuk misi ini. Kemampuan untuk menghancurkan tank musuh ada dalam pikiran mereka. Untuk tujuan ini, desain meriam anti-tank yang muncul dimodifikasi agar sesuai dengan tank. Senjata-senjata ini menembakkan peluru yang lebih kecil, tetapi pada kecepatan yang lebih tinggi dengan akurasi lebih tinggi, meningkatkan kinerja mereka terhadap lapisan baja. Meriam ringan seperti QF 2-pounder (40 mm) dan 37 mm melengkapi tank-tank jelajah dan tank-tank infanteri Inggris pada akhir 1930-an. Meriam-meriam ini tidak memiliki peluru berdayaledak tinggi yang bagus untuk menyerang infanteri dan benteng, tetapi efektif terhadap kendaraan lapis baja ringan saat itu.

Perang Dunia II mejadi saksi lompatan di semua bidang teknologi militer. Pengalaman medan tempur menyebabkan senjata yang semakin kuat diadopsi. Senjata dengan kaliber dari 20 mm hingga 40 mm segera memberi jalan pada senjata kaliber 50 mm, 75 mm, 85 mm, 88 mm, 90 mm dan 122 mm. Pada tahun 1939, panzer standar Jerman memiliki meriam berkecepatan sedang 20 mm atau 37 mm, tetapi pada tahun 1945 senjata berkecepatan tinggi laras panjang 75 mm dan 88 mm adalah hal yang biasa. Soviet memerkenalkan meriam 122 mm dalam seri tank beratnya, tank Iosef Stalin. Peluru ditingkatkan untuk memberikan penetrasi yang lebih baik dengan bahan yang lebih keras dan bentuk yang ilmiah. Semua ini berarti peningkatan dalam akurasi dan jangkauan, meskipun tank secara rata-rata harus tumbuh juga untuk membawa amunisi, pemasangan, dan perlindungan untuk meriam-meriam yang kuat ini.

Sementara meriam tank kecepatan tinggi efektif terhadap tank lain, sebagian besar meriam tank Inggris digantikan oleh 75 mm dwi-guna yang mampu menembakkan peluru HE yang berguna; kemudian dalam perang menambahkan tank bermeriam 76mm 17pdr untuk kemampuan antitank yang lebih baik.

Lihat pula sunting