Meiosis

salah satu jenis pembelahan sel

Meiosis (dari bahasa Yunani yang berarti "berkurang") adalah salah satu jenis pembelahan sel yang terjadi pada organisme yang bereproduksi secara seksual untuk memproduksi sel gamet seperti sperma maupun sel telur. Ciri utama dari meiosis adalah prosesnya terjadi dalam dua tahapan pembelahan. Pada akhirnya, sel yang mengalami meiosis akan menghasilkan empat sel dengan setiap sel hanya memiliki satu salinan dari kromosom induknya (haploid).[1] Selain itu, sebelum pembelahan pertama, kromosom dari sel yang mengalami meiosis akan saling berbagi materi genetik dalam suatu proses yang disebut pindah silang sehingga akan menghasilkan kombinasi materi genetik pada setiap kromosom sel tersebut. Nantinya, ketika sel hasil meiosis yang haploid ini menyatu dengan sel haploid lainnya dalam suatu proses yang disebut fertilisasi, sel yang memiliki dua pasangan kromosom (diploid) akan terbentuk kembali sebagai zigot. Mekanisme meiosis ini memungkinkan organisme yang melakukan reproduksi secara seksual untuk tetap mempertahankan jumlah kromosomnya.

Pada meiosis, kromosom anakannya hanya memiliki satu kromosom saja tanpa memiliki pasangannya. Hal ini terjadi agar ketika sel gamet yang dihasilkan meiosis berfertilisasi, sel zigot yang dihasilkan kembali memiliki dua kromosom.
Proses bergeraknya kromosom ke kutub yang berlawanan pada anafase meiosis I spematosit serangga Tipulidae.

Pada manusia dan hewan, meiosis terjadi di dalam gonad dan menghasilkan sel gamet seperti spermatosit atau sel telur .Pada tumbuhan, meiosis terjadi pada antheridium dan ovarium dan menghasilkan meiospor yang nantinya akan terdiferensiasi menjadi sel gamet juga.[2]

Tahapan pertama yang terjadi dalam proses meiosis adalah replikasi DNA. Replikasi DNA ini akan menghasilkan kromatid baru untuk setiap kromosom (sekarang istilah kromosom ini merujuk kepada kedua kromatid bersaudara). Selanjutnya, pembelahan meiosis pertama akan menghasilkan sel haploid namun masih memiliki kromatid bersaudaranya sehingga pembelahan sekali lagi dibutuhkan untuk melepaskan kromatid saudaranya.[3] Sel haploid ini merupakan produk akhir meiosis yang memiliki setengah kromosom dari induknya. Pembelahan pertama disebut meiosis I dan pembelahan kedua disebut meiosis II.

Sebelum meiosis dapat dimulai, sel akan mengalami terlebih dahulu interfase.[4] DNA dari setiap kromosom akan direplikasi sehingga menghasilkan dua kromatid bersaudara yang identik dan terikat. Replikasi ini terjadi pada fase-S. Setelah replikasi DNA, sel akan memasuki fase G2. Selanjutnya, kromosom homolog (kromosom yang mengkodekan sifat yang sama, tetapi yang satu berasal dari paternal, sedangkan satu lagi berasal dari maternal) akan saling berpasangan membentuk tetrad dan saling berbagi materi genetik dalam suatu proses yang disebut rekombinasi genetik. Proses ini dibantu dengan jembatan fisik yang dibentuk antara dua kromosom homolog tersebut yang disebut dengan kiasmata (dari bahasa Yunani, chi (X)). Pada banyak organisme, ikatan ini akan mengarahkan setiap pasangan kromosom homolog untuk saling berpisah pada proses meiosis I, sehingga menghasilkan sel haploid yang memiliki setengah dari jumlah kromosom namun kromatid bersaudaranya masih menempel.[5]

Pada meiosis II, kohesi antara kromatid bersaudara ini mulai terlepas dan mereka mulai bersegregasi dari satu sama lain seperti pada proses mitosis.[6] Proses ini menghasilkan empat jenis sel yang memiliki kromosom haploid dan tidak lagi memiliki kromatid bersaudara. Pada beberapa organisme, keempat sel ini akan berubah menjadi gamet seperti sperma, spora, maupun pollen. Pada hewan betina (termasuk manusia), tiga dari empat sel ini akan tereliminasi menjadi badan polar sehingga hanya satu sel yang akan berkembang menjadi gamet membentuk sel telur (ovum).

Karena jumlah kromosomnya terbagi menjadi setengah saat proses meiosis, gamet-gamet ini dapat berfusi (fertilisasi) untuk membentuk zigot yang diploid yang terdiri dari dua salinan kromosom, satu dari masing-masing orang tua. Sehingga, siklus yang berulang-ulang antara meiosis dan fertilisasi memungkinkan terjadinya reproduksi seksual. Melalui siklus ini, generasi selanjutnya dapat mempertahankan jumlah kromosom yang sama seperti induknya. Sebagai contoh, manusia memiliki kromosom diploid yang memiliki 23 pasangan kromosom termasuk 1 pasang kromosom kelamin (sehingga semuanya berjumlah 4. 23 dari kromosom ini berasal dari ayah, sedangkan 23 sisanya berasal dari ibu. Proses meiosis dari sel gamet akan menghasilkan gamet yang memiliki 23 kromosom (haploid). Ketika dua gamet (sel telur dan sperma) berfusi, zigot akan terbentuk yang akan memiliki 23 pasangan kromosom, sehingga zigot tersebut kembali diploid. Pola siklus seperti ini terjadi pada semua organisme yang memiliki meiosis, tapi dengan jumlah kromosom yang berbeda.[1]

Kesalahan dalam proses meiosis akan menghasilkan kondisi yang disebut aneuploidi, yaitu sebuah kondisi dimana sel hasil meiosis-nya memiliki jumlah kromosom yang tidak sesuai.[7] Aneuploidi merupakan salah satu penyebab utama dari keguguran dan salah satu penyebab paling utama pada kelainan perkembangan janin.

Meiosis terjadi pada semua organisme eukariot yang bereproduksi secara seksual[a], baik itu organisme sel tunggal maupun multiseluler.[8]

Gambaran Umum sunting

Walaupun meiosis berhubungan dengan proses mitosis yang lebih umum pada setiap organisme, meiosis berbeda dalam mitosis dalam dua aspek yang sangat penting :

Rekombinasi meiosis Selalu terjadi. Gen pada masing-masing kromosom akan berpindah silang secara acak, menghasilkan kromosom rekombinan yang memiliki kombinasi genetik yang unik pada setiap gamet.
mitosis Hanya terjadi sesekali untuk memperbaiki kerusakan DNA sehingga tidak menghasilkan kombinasi genetik yang baru
Jumlah kromosom meiosis Menghasilkan empat jenis sel yang memiliki informasi genetik yang berbeda-beda. Setiap sel memiliki setengah jumlah kromosom yang dimiliki induk
mitosis Menghasilkan dua jenis sel yang memiliki jumlah kromosom yang sama seperti induk.
 
Struktur kromosom. Kromosom merupakan DNA yang terkompresi. Kromosom yang telah berduplikasi disebut dengan kromatid. Dengan istilah kromosom sekarang menunjukkan dua kromatid bersaudara.

Meiosis dimulai dengan sel yang diploid, yaitu sel yang memiliki dua salinan untuk setiap kromosom. Kedua salinan kromosom ini disebut dengan kromosom homolog. Pertama-tama, sel mengalami replikasi DNA, sehingga setiap kromosom homolog ini akan mereplikasi dirinya masing-masing membentuk struktur yang identik yang disebut dengan kromatid bersaudara. Selanjutnya, setiap pasangan homolog ini nantinya akan membentuk kiasmata, yaitu jembatan antara kromosom homolog ini dan saling berbagi informasi genetik dengan rekombinasi genetik.[9] Struktur pasangan kromosom yang memiliki kromatid pasangannya serta berpasangan pula dengan kromosom homolognya disebut dengan tetrad. Pada fase pembelahan meiosis pertama, kromosom homolog ini akan berpisah dengan benang spindel. Selanjutnya, sel akan memasuki meiosis tahap dua dimana kromatid bersaudara ini akan berpisah. Sehingga pada akhirnya, meiosis akan menghasilkan empat sel dengan kromosom haploid. Namun, hewan betina hanya akan memiliki satu sel fungsional saja yang akan berekmbang menjadi ovum, sisanya akan membentuk badan polar.[10]

 
Suatu tetrad terdiri dari empat kromatid bersaudara atau bisa pula disebut terdiri dari dua kromosom homolog

Karena rekombinasi genetik, suatu kromatid tunggal akan memiliki kombinasi informasi genetik dari ayah dan ibu, sehingga menghasilkan anak yang secara genetis berbeda dari kedua orangtuanya. Perbedaan genetik yang dihasilkan dari reproduksi seksual ini berkontribusi terhadap variasi sifat yang dimiliki suatu spebisies.[9] Sifat-sifat ini nantinya akan diseleksi oleh alam.

Meiosis banyak menggunakan mekanisme yang sama seperti mitosis, yaitu pembelahan sel yang digunakan oleh eukariota untuk membagi sel menjadi dua sel yang identik. Pada beberapa tanaman, jamur, dan protista, meiois menghasilkan spora, yaitu sel haploid yang dapat membelah tanpa harus melewati fertilisasi. Beberapa eukariota, seperti rotifera, tidak dapat melakukan meiosis. Tapi mereka dapat bereproduksi lewat parthenogenesis.[11]

Meiosis tidak ada pada arkea maupun bakteri, yang biasanya bereproduksi secara aseksual lewat pembelahan biner.[12] Namun, mereka juga memiliki proses "seksual" yang disebut dengan transfer gen horizontal. Proses ini memungkinkan bakteri maupun arkea mengirimkan DNA mereka dan DNA tersebut akan direkombinasi dengan DNA lain sehingga menghasilkan molekul DNA yang merupakan percampuran dari dua asal yang berbeda.

Tahapan sunting

Meiosis dibagi menjadi dua, yaitu meiosis I dan meiosis II. Pembagian ini juga dapat dibagi lebih jauh lagi menjadi kariokinesis I, sitokinesis I, kariokinesis II, dan sitokinesis II. Tahapan persiapan sebelum menuju meiosis identik dengan tahapan interfase dari mitosis. Interfase dibagi menjadi tiga tahapan:[13]

  • Fase G1 (growth 1) : Pada fase aktif ini, sel akan mensintesis banyak sekali protein. Termasuk enzim dan protein yang dibutuhkan untuk perkembangan sel. Pada G1, kromosom masih terdiri dari satu molekul DNA saja.
  • Fase S (synthesis)  : Pada fase ini, materi genetik akan berduplikasi, sehingga setiap kromosom akan berduplikasi dan namanya berubah menjadi dua struktur kromatid bersaudara yang identik yang teikat pada sentromer. Replikasi ini tidak mengubah jumlah kromosom (ploidi) dari sel karena jumlah sentromernya tetap sama. Kromatid bersaudara belum berkondensasi menjadi kromosom yang dapat dilihat mikroskop cahaya. Kondensasi ini baru terlihat pada profase I meiosis.
  • Fase G2 (growth 2) : Merupakan fase yang terlihat sebelum mitosis, namun tidak ada pada meiosis.

Interfase dilanjutkan dengan meiosis I dan meiosis II. Meiosis I akan memisahkan kromosom homolog, yang keduanya masih memiliki kromatid bersaudaranya, ke dalam dua sel anakan, sehingga jumlah kromosomnya akan berkurang setengahnya. Pada meiosis II, kromatid bersaudara akan berpisah sehingga kromosom akan berpisah ke dalam empat sel anak. Untuk organisme diploid, sel anak yang dihasilkan dari meiosis ini akan mewarisi satu salinan dari setiap kromosom. Meiosis I dan II sama-sama dibagi ke beberapa tahapan, yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Fase ini analog dengan yang ada pada fase-fase di mitosis. Namun, pada meiosis tahapan ini diberi angka romawi sesuai dengan pada meiosis keberapa fase tersebut berada. Sehingga meiosis terdiri dari profase I, metafase I, anafase I, telofase I, profase II, metafase II, anafase II, dan telofase II.[13]

Pada meiosis, beberapa gen ditranskripsikan dengan sangat banyak.[14] Selain itu, ada juga mekanisme translasi protein yang spesifik untuk meregulasi fase-fase meiosis. Oleh karena itu, baik transkripsi maupun translasi dari gen-lah yang mengatur restrukturisasi sel untuk menjalankan meiosis.

Diagram dari fase mitosis

Meiosis I sunting

Meiosis I memisahkan kromosom homolog, yang sebelumnya menyatu sebagai tetrad (2n, 4k), sehingga menghasilkan dua sel haploid (n) dengan setiap sel memiliki pasangan kromatid (1n, 2k). Karena ploidi berkurang dari diploid ke haploid, meiosis I disebut juga pembelahan terreduksi. Meiosis II merupakan pembelahan seimbang yang analog dengan mitosis, yaitu kromatid bersaudara yang berpisah, sehingga menghasilkan empat sel haploid (1n, 1k).[15]

Profase I sunting

 
Profase meiosis I pada mencit. Kromosom yang diwarnai SYPC3 mulai menebal pada leptoten (L). Pada zigoten, kompleks sinaptonemal dari kromosom mulai terbentuk (berwarna kuning karnena bertumpukkan dengan SYPC3). Pada pakiten (P), semua kromosom sudah membentuk sinaps, kecuali pada kromosom seks. Pada diploten (D), kompleks sinaptonemal mulai terurai dan kiasmata terbentuk. CREST menandai sentromer.
 
Skema dari kompleks sinaptonemal pada tahapan profase I. Perhatikan bahwa pada pakiten kompleks sinaptonemal sudah selesai terbentuk sehingga keseluruhan kromosom sudah sinaps. Pada diploten, kompleks sinaptonemal terurai kecuali pada tempat terjadinya pindah silang yang disebut dengan kiasmata.

Profase I merupakan fase terlama dari meiosis. Pada mencit, fase ini terjadi selama 13 hari dari 14 hari keseluruhan terjadinya meiosis.[15] Pada profase I, kromosom homolog akan saling berpasangan membentuk sinaps dan akan bertukar informasi genetik melalui pindah silang. Pindah silang ini terlihat pada kromosom sebagai kiasmata. Kiasmata ini akan menstabilkan pasangan kromosom analog sehingga memungkinkan pemisahan kromosom ini nantinya terjadi dengan akurat. Pasangan kromosom homolog yang sudah bereplikasi ini disebut dengan bivalen (dua kromosom) atau tetrad (empat kromatid), dengan satu kromosom datang dari salah satu orang tua.[16] Profase I selanjutnya dibagi-bagi lagi menjadi beberapa tahapan lebih lanjut yang dinamai sesuai bentuk dari kromosom itu sendiri.

Leptoten sunting

Fase pertama dari profase I adalah fase leptoten, atau disebut juga leptonema, dari bahasa Yunani yang berarti "benang tipis". Pada tahap ini, kromosom (yang masing-masing memiliki kromatid bersaudara) sudah terlihat sebagai benang dalam nukleus. Kromosom selanjutnya akan mulai berpasangan dengan kromosom homolognya dengan dibantu oleh kohesin sehingga membentuk kompleks sinaptonemal.[17] Rekombinasi dimulai pada tahap ini dibantu oleh enzim SPO11 yang mengatur pemisahan untai ganda DNA (sekitar 300 per-meiosis pada mencit). Proses ini akan menghasilkan DNA untai tunggal yang dilapisi oleh RAD51 dan DMC1 yang akan membentuk jembatan antar kromosom homolog, sehingga menghasilkan pasangan kromosom homolog dengan jarak ~400 nm.[18]

Zigoten sunting

Setelah leptoten, terdapat fase zigoten, disebut juga zigonema yang berarti "benang berpasangan". Pada tahap ini, kromosom homolog menempel lebih dekat (~100 nm) dan lebih stabil sehingga terjadi sinapsis, yaitu perpasangan dua kromosom homolog. Sinapsis dibantu oleh bagian pusat dan transversal dari kompleks sinaptonemal.[17] Sinapsis (titik temu antara dua kromosom homolog) terbentuk dengan proses yang mirip seperti resleting yang sedang dirapatkan dan dimulai dari titik rekombinasi. Kromosom yang berpasangan ini disebut bivalen ataupun tetrad.

Pakiten sunting

Tahapan pakiten, atau disebut juga pakinema yang dari bahasa Yunani berarti "benang tebal" adalah tapap dimana semua kromosom sudah mengalami sinapsis. Tahapan rekombinasi homolog, termasuk juga pindah silang, sudah selesai dengan kembali bersatunya untai ganda DNA yang sebelumnya dipecah pada fase leptoten. Kebanyakan pecahan dapat diperbaiki tanpa terjadi pindah silang. Namun, pada beberapa bagian pecahan (setidaknya satu per kromosom) dapat membentuk pindah silang antara kromosom lain yang non-homolog sehingga terbentuk pertukaran informasi genetik. Namun, kromosom seks hanya dapat bertukar informasi genetik pada area kecil yang disebut area pseudoautosom. Walaupun pindah silang ini sudah terjadi pada daerah yang disebut kiasmata, tetapi kiasmata tersebut masih belum terlihat dengan jelas di bawah mikroskop karena masih terututupi oleh kompleks sinaptonemal.[17]

Diploten sunting

Pada fase diploten atau disebut juga diplonema dari bahasa Yunani yang berarti "dua benang", kompleks sinaptonemal terurai dan kromosom homolog sedikit berpisah satu sama lain, namun tidak pada tempat terjadinya pindah silang, sehingga bentuk tetrad sudah dapat terlihat.[19] Tempat terjadinya pindah silang tersebut dinamakan kiasmata. Kiasmata tetap berada pada kromosom sampai anafase I dimana kromosom homolog dipaksa untuk bergerak ke bagian sel yang berlawanan.

Pada oogenesis janin, semua oosit yang sedang berkembang berhenti pada tahapan ini. Keadaan oosit ini disebut dengan tahapan diktioten atau diktiat.[20] Pada oosit tersebut, sel baru akan melanjutkan meiosis pada saat ovulasi yang terjadi pada masa pubertas.

Diakinesis sunting

Kromosom berkondensasi pada tahapan diakinesis yang dalam bahasa Yunani berarti "bergerak". Ini adalah tahapan pertama dari meiosis dimana empat bagian tetrad terlihat sangat jelas. Tempat terjadinya pindah silang kadang terlihat bertumpukan sehingga kiasmata-pun terlihat jelas.[3] Selain itu, tahapan ini mirip dengan prometafase pada mitosis, yaitu nukleolus mulai menghilang, membran inti berdisintegrasi menjadi vesikel, dan benang spindel mulai terbentuk.

Metafase I sunting

Pasangan kromosom homolog mulai bergerak pada bidang metagase. Seiring mikrotubulus kinetokor yang menempel pada kinetokor kromosom masing-masing, kromosom homolog mulai bergerak pada bidang katulistiwa. Dasar fisik dari hukum mendel kedua, yaitu hukum asortasi bebas, dapat terlihat pada fase ini.[21] Orientasi dari bivalen merupakan proses acak yang tidak terkait dengan orientasi bivalen lainnya.

Anafase I sunting

Mikrotubulus yang menempel pada kinetokor memendek, sehingga menarik kromosom homolog (yang masih memiliki pasangan kromatid bersaudara) ke kutub yang berlawanan. Mikrotubulus yang tidak menempel pada kinetokor akan memanjang, sehingga mendorong sentrosom menjauhi satu sama lain. Hal ini membuat sel memanjang dan bersiap untuk membelah. TIdak seperti pada mitosis, hanya kohesin pada lengan kromosom yang terdegradasi. Kohesin yang mengelilingi sentromer tetap dilindungi oleh suatu protein yang disebut Shugosin (dari bahasa jepang "makhluk penjaga") yang menjaga kromatid bersaudara agar tetap menyatu.[6] Hal ini membuat kromatid bersaudara tetap menyatu walau pasangan kromosom homolognya berpisah.

Telofase I sunting

Pembelahan meiosis pertama berakhir setelah kromosom sampai pada kutub yang berlawanan. Setiap sel anak sekarang memiliki setengah jumlah kromosom awalnya namun masih memiliki kromatid bersaudara. Mikrotobulus yang sebelumnya merambat pada jaringan spindel dalam sel mulai menghilang dan membran inti mulai terbentuk pada pasangan kromosom haploid tersebut. Kromsom mulai kembali memudar menjadi kromatin. Membran sel mulai mengalami sitokinesis, proses dimana membran sel mulai menjempit (atau pada tumbuhan, pembentukan dinding sel) terjadi. Sitokinesis menyelesaikan pembentukan dua sel anak. Namun, sitokinesis yang tidak terjadi secara sempurna akan membentuk "jembatan sitokinesis" yang memungkinkan kedua sel anakan masih menyatu sampai akhir meiosis II.[22] Kromatid bersaudara masih ada pada telofase I.

Sel mungkin akan memasuki fase istirahat yang disebut interkinesis atau interfase II. Tidak ada lagi replikasi DNA pada fase ini.

Meiosis II sunting

Meiosis II merupakan tahap kedua dari pembelahan meiosis. Pada tahap ini terjadi pembelahan kromatid bersaudara. Secara fisik, proses ini sama dengan mitosis, walaupun hasil genetisnya sangatlah berbeda. Hasil meiosis II adalah empat sel haploid (n, k) dari dua sel haploid yang masih memiliki kromatid bersaudara (n, 2k) yang dihasilkan dari meiosis I. Empat tahapan dari meiosis II adalah profase II, metafase II, anafase II, dan telofase II.[10]

Pada profase II, nukleolus dan membran inti mulai menghilang dan kromatid mulai menebal. Sentrosom mulai bergerak ke arah kutub berlawanan dan mulai mengatur benang spindle untuk mempersiapkan pembelahan pada meiosis II

Pada metafase II, sentromer yang memiliki dua kinetokor akan menempel pada benang spindel yang terhubung pada sentromer di kutub yang berlainan. Bidang metafase yang baru akan terbentuk dan dirotasi 90 derajat dibandingkan meiosis pertama.

Pembelahan dilanjutkan dengan anafase II, yaitu kohensin sentromer tidak lagi dilindungi oleh Shugoshin, sehingga kromatid bersaudara sekarang dapat berpisah. Kromatid bersaudara sekarang sudah dapat disebut dengan kromosom karena mereka berpisah ke kutub yang berlainan

Proses ini berakhir dengan telofase II. Proses ini mirip dengan telofase I, yaitu kromosom mulai berkondensasi kembali dan benang spindel mulai terurai. Membran inti mulai terbentuk kembali dan sel mencubit sehingga membentuk dua sel baru. Sehingga proses ini berakir dengan total empat sel anakan yang haploid.

Asal Usul dan Fungsi sunting

Asal usul dari meiosis belum diketahui secara sempurna. Saat ini, belum ada konsensus antara ilmuwan tentang bagaimana jenis kelamin muncul dalam eukariota lewat evolusi. Hal ini penting karena jenis kelamin-lah yang memerlukan meiosis. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul selain itu adalah apa sebenarnya fungsi jenis kelamin dan mengapa jenis kelamin dipetahankan dalam evolusi, mempertimbangkan bahwa reproduksi seksual tidaklah efisien karena memiliki biaya dua kali lipat dibanding reproduksi aseksual[b] (organisme aseksual dapat bereproduksi jauh lebih cepat dibanding dengan orangisme seksual).[8] Yang sudah diketahui, sudah jelas bahwa jenis kelamin berevolusi sekitar 1,2 milyar tahun yang lalu dan hampir semua spesies yang merupakann keturunan organisme yang bereprodusi seksual sampai sekarang masih bereproduksi seksual pula, termasuk tanaman, fungi, dan hewan.

Meiosis merupakan siklus kunci pada eukariota. Meiosis dapat ditemukan dari organisme bersel tunggal seperti ragi sampai organisme multiseluler kompleks seperti manusia. Eukariota berkembang dari prokariota lebih dari 2,2 milyar tahun yang lalu.[23]

Selain mutasi, meiosis merupakan salah satu cara untuk menciptakan kombinasi DNA baru sehingga menciptakan alel baru, yang mungkin dapat bermanfaat bagi suatu organisme. Meiosis menciptakan variasi genetik dengan dua cara, yaitu hukum asortasi bebas dan pindah silang. Hukum asortasi bebas menyatakan bahwa orientasi pasangan kromosom homolog dan pasangan kromatid bersaudara dapat terjadi secara acak dan tidak terkait dengan orientasi kromosom maupun kromatid lainnya.[24] Hal ini memungkinkan distribusi kromosom secara acak kepada setiap sel hasil meiosis. Selain itu, pindah silang memungkinkan terjadinya perpindahan materi genetik antara dua kromosom homolog sehingga menghasilkan kromosom dengan informasi genetik yang baru.

Keberadaan sunting

Pada siklus kehidupan sunting

 
Siklus hidup diplontik
 
Siklus hidup haplontik

Meiosis muncul pada siklus hidup eukariota yang mengalami reproduksi seksual. Proses ini terjadi seiring dengan terjadinya mitosis. Pada tahapan tertentu, sel nutfah akan menghasilkan sel gamet lewat proses meiosis. Sedangkan sel-sel tubuh fungsional akan dihasilkan oleh sel somatik yang dihasilkan lewat proses mitosis. Pada organisme mulitseluler, meiosis dan fertilisasi terjadi berulang-ulang. Pengulangan ini menghasilkan transisi antara keadaan organisme yang haploid dan diploid. Kehidupan suatu organisme dapat terjadi pada masa diploid, sehingga disebut diplontik, atau organisme tersebut hidup pada masa haplod, sehingga disebut haplontik, atau bahkan keduanya, sehingga disebut haplodiplontik. Dengan pembagian seperti ini, ada tiga tipe organisme yang melakukan reproduksi secara seksual yang dibedakan dengan pada jumlah kromosom berapa suatu organisme tersebut hidup.[25]

Pada siklus hidup diplontik, kehidupan organisme tersebut berada pada masa diploid yang berkembang dari zigot.[25] Sel-sel nutfah organisme ini akan mengalami meiosis untuk menghasilkan gamet yang haploid, yang akan terfertlisiasi untuk membentuk zigot. Zigot diploid akan mengalami mitosis untuk berkembang menjadi organisme.

Pada organisme haplontik, organisme tersebut akan hidup dengan kromosom haploid. Organisme ini berkembag dari pembelahan dan diferensiasi dari sel haploid tunggal yang disebut gamet. Dua organisme yang memiliki jenis kelamin berbeda akan menggabungkan gamet mereka untuk membentuk zigot yang diploid. Zigot ini akan segera mengalami meiosis dan menghasilkan empat sel haploid. Sel haploid inilah yang akan membelah lewat mitosis dan bediferensiasi membentuk organisme. Banyak jamur dan protozoa merupakan organisme haplontik.[25]

Terakhir, pada siklus hidup haplodiplontik, organisme ini akan mengalami siklus haploid dan diploid secara bergantian.[25] Akibatnya, siklus ini disebut juga pergiliran generasi. Fase diploid-nya akan mengalami meiosis untuk menghasilkan spora. Spora ini akan diperbanyak lewat mitosis, lalu akan berkembang membentuk organisme haploid. Organisme haploid ini nantinya akan menghasilkan gamet, lalu berfertilisasi degnan gamet organisme haploid lainnya, membentuk zigot. Zigot ini nantinya akan melakukan mitosis dan berdiferensiasi untuk menjadi organisme diploid kembali. Paku dan lumut merupakan contoh organisme yang mengalami pergiliran generasi.

Pada tumbuhan dan hewan sunting

Meiosis terjadi pada semua jenis hewan dan tumbuhan. Produksi gamet dengan setengah jumlah kromosom. Namun detail prosesnya berbeda. Pada hewan, meiosis langsung menghasilkan gamet. Sedangkan pada tanaman, terdapat pergiliran generasi dimana generasi diploid yang disebut sporofit akan menghasilkan spora haploid. Spora ini akan membelah lewat mitosis dan berkembang menjadi gametofit haploid, yang akan menghasilkan gamet secara langsung (tanpa meiosis). Pada kedua hewan dan tanaman, tahapan terkahirnya tetap sama, yaitu fusi kedua gamet sehingga mengembalikan jumlah kromosom induknya.[26]

Pada mamalia sunting

Pada organisme betina, meiosis terjadi pada sel yang disebut oosit. Setiap oosit primer akan membelah dua kali pada meiosis. Pembelahan ini tidak menghasilkan sel dengan ukuran yang sama besar. Pembelahan pertama menghasilkan sebuah sel anak dan sel polar yang sangat kecil dan mungkin tidak akan meneruskan meiosis II. Pada meiosis II, pemeblahan sel anak akan kemabli menghasilkan sel badan polar kedua yang kecil dan satu sel haploid yang akan membesar membentuk ovum. Oleh karena itu, pada betina, setiap oosit primer yang mengalami meiosis akan menghasilkan satu ovum dan satu atau dua badan polar.[27]

Meiosis pada betina dimulai segera setelah sel nutfah bermigrasi ke ovarium pada embrio. Ingat bahwa ada jeda pada saat meiosis pada perempuan. Oosit yang sedang berkembang akan berhenti pada profase I dari meiosis I dan akan dorman dalam suatu sel pembungkus yang disebut sel folikel. Pada setiap awalan siklus menstruasi, sekresi FSH (bahasa inggris : follicle stimulating hormone) dari kelenjar ptiuitari akan menstimulasi beberapa folikel untuk menjadi matang. Pada proses ini, oosit akan melanjutkan meiosis sampai pada tahapan metafase II dari meiosis II. Selanjutnya, oosit akan kembali berhenti pada fase ini tepat saat sebelum ovulasi. Pada proses folikulogenesis pada manusia, biasanya satu folikel akan menjadi dominan dan yang lain akan mengalami atresia. Proses meiosis pada perempuan disebut dengan oogenesis. Proses ini berbeda dengan proses meiosis lainnya karena mengalami fase berhenti yang disebut dengan fase diktiat dan tidak membutuhkan bantuan sentrosom.[27]

Pada laki-laki, meiosis disebut dengan spermatogenesis (pembentukan sperma) yang terjadi pada tubulus seminiferus di testis. Sel yang mengalami spermatogenesis merupakan sel yang spesifik yang disebut dengan spermatosit. Meiosis dari sel nutfah terjadi pada saat pubertas, jauh lebih lama dibandingkan perempuan. Jaringan dari testis akan menahan terjadinya meiosis dengan mendegradasi asam retinoat, sesuatu yang diyakini sebagai stimulator dari meiosis. Degradasi ini akan dihentikan saat pubertas ketika sel yang ada pada tubulus seminiferus, yaitu sel Sertoli, mulai membuat asam retinoatnya sendiri. Senstivtias terhadap asam retinoat ini juga diregulasi oleh protein nanos dan DAZL.[28] Studi menunjukkan bahwa asam retinoat ini dibutuhkan setelah kelahiran untuk menstimulasi diferensiasi spermatogonia yang merupakan produk dari spermatosit yang mengalami meiosis. Namun, asam retinoat ini tidak dibutuhkan pada saat meiosis sudah berjalan.

Penyimpangan meiosis sunting

Non-disjungsi sunting

Pemisahan kromosom pada meiosis I atau kromatid bersaudara pada meiosis II disebut dengan disjungsi. Ketika pemisahan tersebut tidak berjalan normal, maka permisahan disebut dengan non-disjungsi. Hal ini bisa disebabkan oleh produksi gamet yang memiliki kelebihan atau kekurangan jumlah kromosom sehingga umumnya menyebabkan trisomi maupun monosomi. Non-disjungsi dapat terjadi pada meisosi I, meiosis II, atau bahkan pada mitosis.[29]

Kebanyakan embrio monosomik dan trisomik pada manusia tidak dapat bertahan hidup. Namun, beberapa aneuploidi dapat bertahan, seperti trisomi pada kromosom nomor 21 yang menyebabkan sindrom down. Fenotip dari aneuploidi ini dapat bermacam-macam mulai dari yang paling parah gejalanya sampai bahkan tidak bergejala sama sekali.[30] Beberapa contohnya adalah :

  • Sindrom down - trisomi kromosom 21
  • Sindrom patau - trisomi kromosom 13
  • Sindrom edwards - trisomi kromosom 18
  • Sindrom klinefelter - kelebihan kromosom X pada laki-laki, seperti XXY, XXXY, XXXXY, dll.
  • Sindrom turner - kehilangan satu kromosom X pada perempuan, X0.
  • Sindrom triplet X - kelebihan satu kromosom X pada perempuan
  • Sindrom Jacobs - kelebihan satu kromosom Y pada laki-laki

Probabilitas terjadinya non-disjungsi akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia ibu. Kemung. Hal ini mungkin disebabkan berkurangnya kohesin seiring penuaan.[31]

Meiosis satu tahap sunting

Selain non-disjungsi, variasi lain pada meiosis mungkin terjadi dengan cara meiosis hanya satu tahap. Meiosis satu tahap ini sangatlah jarang dan terjadi hanya pada beberapa flagellata. Seperti pada kecoa pemakan kayu Cryptocercus.[32]

Perbedaan dengan mitosis sunting

Untuk memahami meiosis, memahami perbandingannya dengan mitosis juga diperlukan. Tabel di bawah ini menunjukkan perbedaan antara mitosis dan meiosis.[33]

Meiosis Mitosis
Hasil Akhir Normalnya empat sel. Setiap sel memiliki jumlah kromsom setengah dari induknya. Dua sel dengan jumlah kromosom yang identik dengan induknya.
Fungsi Pembentukan sel gamet pada eukariota yang bereproduksi secara seksual Perkembangan, perbaikan, dan reproduksi sel, serta reproduksi aseksual
Dimana proses ini terjadi? Hampir semua eukariota (hewan, tanaman, jamur); Pada gonad, sebelum gamet (pada siklus diplontik); Setelah zigot (pada haplontik); Sebelum spora (pada haplodiplontik). Semua sel somatik pada eukariota
Tahapan Profase I, Metafase I, Anafase I, Telofase I, Profase II, Metafase II, Anafase II, Telofase II Profase, Prometafase, Metafase, Anafase, Telofase
Apakah secara genetis identik dengan induk? Tidak Iya
Apakah pindah silang terjadi? Iya, terjadi antara kromosom homolog Sangat jarang
Apakah kromosom homolog berpasangan? Iya Tidak
Sitokinesis Terjadi pada Telofase I dan Telofase II Terjadi pada Telofase
Pemisahan sentromer Tidak terjadi pada Anafase I, tapi terjadi pada Anafase II Terjadi pada Anafase

Regulasi Molekuler sunting

Masih belum diketahui bagaimana suatu sel dapat melanjutkan meiosis pada siklus hidupnya. Faktor promotor pematangan (MPF) mungkin berperan pada meiosis oosit katak. Pada jamur S. pombe, ada peranan MeiRNA yang berfungsi untuk mengikat protein yang dibutuhkan untuk pembelahan sel meiosis.[34]

Rekombinasi meiosis terjadi dengan pemecahan untai ganda DNA. Proses ini dikatalisis oleh protein spo11. Setelah pemecahan terjadi, rekombinasi terjadi dan mungkin saja melalui jalur Holliday (dHj) atau SDSA (jalur ini akan menghasilkan produk tanpa pindah silang). Selain itu, tampaknya juga ada semacam mekanisme pemeriksaan dari proses meiosis. Pada S. pombe, protein Rad, Cdc25, Cdc2 disebut-sebut sebagai protein yang memeriksa proses meiosis. Pada oogenesis vertebrata, faktor sitostatik (CSF) dibutuhkan agar proses oogenesis dapat berlanjut ke meiosis-II.[35]

Rujukan sunting

  1. ^ a b Zakrinal; Purnama, Sinta. Jago Biologi SMA. Niaga Swadaya. hlm. 139. ISBN 978-979-1474-25-2. 
  2. ^ Griffiths, Anthony JF; Miller, Jeffrey H.; Suzuki, David T.; Lewontin, Richard C.; Gelbart, William M. (2000). "Historical development of the chromosome theory". An Introduction to Genetic Analysis. 7th edition (dalam bahasa Inggris). 
  3. ^ a b "Meiosis | Cell division | Biology (article)". Khan Academy (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-17. Diakses tanggal 2020-11-21. 
  4. ^ Alters, Sandra (2000). Biology: Understanding Life (dalam bahasa Inggris). Jones & Bartlett Learning. hlm. 398. ISBN 978-0-7637-0837-5. 
  5. ^ Reece, Jane B.; Meyers, Noel; Urry, Lisa A.; Cain, Michael L.; Wasserman, Steven A.; Minorsky, Peter V. (2015-05-20). Campbell Biology Australian and New Zealand Edition (dalam bahasa Inggris). Pearson Higher Education AU. hlm. 257. ISBN 978-1-4860-1229-9. 
  6. ^ a b Benavente, Ricardo; Volff, Jean-Nicolas (2009). Meiosis (dalam bahasa Inggris). Karger Medical and Scientific Publishers. hlm. 109. ISBN 978-3-8055-8967-3. 
  7. ^ Ferdinand, Fictor; Ariewibowo, Mukti. Praktis Belajar Biologi. PT Grafindo Media Pratama. hlm. 119. ISBN 978-979-9177-67-4. 
  8. ^ a b Lodé, Thierry (2011). "Sex is not a solution for reproduction: The libertine bubble theory". BioEssays (dalam bahasa Inggris). 33 (6): 419–422. doi:10.1002/bies.201000125. ISSN 1521-1878. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-08. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  9. ^ a b Agus, Rosana (2018-01-16). Dasar-Dasar Biologi Molekuler: Basics of Molecular Biology (IND SUB). Celebes Media Perkasa. hlm. 89. ISBN 978-602-51177-6-3. 
  10. ^ a b Fried, George; J. Hademenos, George. Schaums : Tss Biologi Ed. 2. Erlangga. hlm. 98. ISBN 978-979-781-713-8. 
  11. ^ Schön, Isa; Martens, Koen; Dijk, Peter van (2009-09-22). Lost Sex: The Evolutionary Biology of Parthenogenesis (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 261. ISBN 978-90-481-2770-2. 
  12. ^ Sudjadi, Bagod; Laila, Siti (2007). Biologi. Yudhistira Ghalia Indonesia. hlm. 84. ISBN 978-979-676-571-3. 
  13. ^ a b Susilowarno, Gunawan; Hartono, Sapto; Mulyadi; Mutiarsih, Enik; Murtiningsih. Biologi SMA/MA Kls XII (Diknas). Grasindo. hlm. 89. ISBN 978-979-025-021-5. 
  14. ^ Brar, Gloria A.; Yassour, Moran; Friedman, Nir; Regev, Aviv; Ingolia, Nicholas T.; Weissman, Jonathan S. (2012-02-03). "High-Resolution View of the Yeast Meiotic Program Revealed by Ribosome Profiling". Science (dalam bahasa Inggris). 335 (6068): 554. doi:10.1126/science.1215110. ISSN 0036-8075. PMC 3414261 . PMID 22194413. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-23. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  15. ^ a b McElreavey, Ken (2000). The Genetic Basis of Male Infertility (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 132. ISBN 978-3-540-66264-8. 
  16. ^ Elrod, Susan L. (2007). Schaum's Genetika. Erlangga. hlm. 9. ISBN 978-979-015-301-1. 
  17. ^ a b c Snustad, D. Peter; Simmons, Michael J. (2015-10-26). Principles of Genetics (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. hlm. 30. ISBN 978-1-119-14228-7. 
  18. ^ Zickler, Denise; Kleckner, Nancy (2015-06-01). "Recombination, Pairing, and Synapsis of Homologs during Meiosis". Cold Spring Harbor Perspectives in Biology (dalam bahasa Inggris). 7 (6): a016626. doi:10.1101/cshperspect.a016626. ISSN 1943-0264. PMC 4448610 . PMID 25986558. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-06. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  19. ^ Begot, Santoso (Juni, 2007). Biologi Pelajaran Biologi untuk SMA/MA. Jakarta: Ganeca Exact. hlm. 76. ISBN 978-979-744-700-7. 
  20. ^ Krstic, Radivoj V. (2013-03-14). Human Microscopic Anatomy: An Atlas for Students of Medicine and Biology (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 392. ISBN 978-3-662-02676-2. 
  21. ^ Hartl, Daniel L.; Jones, Elizabeth W. (2009). Genetics: Analysis of Genes and Genomes (dalam bahasa Inggris). Jones & Bartlett Learning. ISBN 978-0-7637-5868-4. 
  22. ^ Haglund, Kaisa; Nezis, Ioannis P.; Stenmark, Harald (2011-01-01). "Structure and functions of stable intercellular bridges formed by incomplete cytokinesis during development". Communicative & Integrative Biology. 4 (1): 7. doi:10.4161/cib.13550. PMID 21509167. 
  23. ^ Retallack, Gregory J.; Krull, Evelyn S.; Thackray, Glenn D.; Parkinson, Dula (2013-09-01). "Problematic urn-shaped fossils from a Paleoproterozoic (2.2Ga) paleosol in South Africa". Precambrian Research (dalam bahasa Inggris). 235: 78. doi:10.1016/j.precamres.2013.05.015. ISSN 0301-9268. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-11-05. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  24. ^ Monaghan, Floyd; Corcos, Alain (1984-01-01). "On the origins of the Mendelian laws". Journal of Heredity (dalam bahasa Inggris). 75 (1): 67–69. doi:10.1093/oxfordjournals.jhered.a109868. ISSN 0022-1503. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-09. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  25. ^ a b c d Experts, Arihant (2019-06-04). Master The NCERT for NEET Biology - Vol.1 2020 (dalam bahasa Inggris). Arihant Publications India limited. hlm. 47. ISBN 978-93-131-9230-5. 
  26. ^ Campbell; Reece. Biologi Jl. 2 (lux) Ed. 5. Erlangga. hlm. 155. ISBN 978-979-688-469-8. 
  27. ^ a b Miller, Orlando J.; Therman, Eeva (2001). Human Chromosomes (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 134. ISBN 978-0-387-95046-4. 
  28. ^ Lin, Y.; Gill, M. E.; Koubova, J.; Page, D. C. (2008-12-12). "Germ Cell-Intrinsic and -Extrinsic Factors Govern Meiotic Initiation in Mouse Embryos". Science (dalam bahasa Inggris). 322 (5908): 1685–1687. doi:10.1126/science.1166340. ISSN 0036-8075. 
  29. ^ Hartl, Daniel L.; Jones, Elizabeth W.; Daniel, Hartl (2002). Essential Genetics: A Genomics Perspective (dalam bahasa Inggris). Jones & Bartlett Learning. hlm. 117. ISBN 978-0-7637-1852-7. 
  30. ^ Gardner, R. J. McKinlay; Sutherland, Grant R. (2003-08-28). Chromosome Abnormalities and Genetic Counseling (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 249. ISBN 978-0-19-972524-3. 
  31. ^ Tsutsumi, Makiko; Fujiwara, Reiko; Nishizawa, Haruki; Ito, Mayuko; Kogo, Hiroshi; Inagaki, Hidehito; Ohye, Tamae; Kato, Takema; Fujii, Takuma (2014 Mei 7). "Age-Related Decrease of Meiotic Cohesins in Human Oocytes". PLOS ONE (dalam bahasa Inggris). 9 (5): e96710. doi:10.1371/journal.pone.0096710. ISSN 1932-6203. PMC 4013030 . PMID 24806359. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-17. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  32. ^ Raikov, Igor B. (1995-03-15). "Meiosis in protists: Recent advances and persisting problems". European Journal of Protistology (dalam bahasa Inggris). 31 (1): 1. doi:10.1016/S0932-4739(11)80349-4. ISSN 0932-4739. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-17. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  33. ^ "NOVA Online | Life's Greatest Miracle | How Cells Divide: Mitosis vs. Meiosis (Flash)". www.pbs.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-01. Diakses tanggal 2020-11-23. 
  34. ^ Kimble, Judith (2011-08-01). "Molecular Regulation of the Mitosis/Meiosis Decision in Multicellular Organisms". Cold Spring Harbor Perspectives in Biology (dalam bahasa Inggris). 3 (8): a002683. doi:10.1101/cshperspect.a002683. ISSN 1943-0264. PMC 3140684 . PMID 21646377. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-15. Diakses tanggal 2023-06-07. 
  35. ^ Honigberg, Saul M.; McCarroll, Robert M.; Esposito, Rochelle Easton (1993-04-01). "Regulatory mechanisms in meiosis". Current Opinion in Cell Biology (dalam bahasa Inggris). 5 (2): 219–225. doi:10.1016/0955-0674(93)90106-Z. ISSN 0955-0674. 


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan