Manjanik

senjata pelontar misil pada peperangan zaman kuno

Manjanik (dari bahasa Arab: منجنيق; manjiniq) adalah suatu alat atau senjata pelontar berpengimbang berat yang banyak digunakan dalam pertempuran pada Abad Pertengahan untuk menghancurkan dinding atau bangunan yang difortifikasi. Manjanik bekerja berdasarkan pada konsep keseimbangan benda dan mekanisme umban tongkat. Diduga manjanik pertama kali digunakan di Eropa oleh Bizantium.

Sebuah manjanik berpengimbang di Château des Baux, Prancis.

Manjanik dipercayai pertama kali dibuat di Cina antara abad ke-5 dan abad ke-3 SM. Senjata ini diperkenalkan di Eropa sekitar tahun 500 M. Manjanik mampu melontarkan batu seberat 150 kg dengan cepat ke arah musuh, sehingga senjata ini dapat merusak tembok dan dinding pertahanan.

Kadang senjata ini digunakan untuk melontarkan mayat dan bangkai binatang yang terjangkit penyakit, termasuk Black Death, agar membuat musuh tertular.

Desain dan fitur sunting

 
Animasi mekanisme manjanik berpengimbang.

Manjanik merupakan jenis katapel tempur yang bekerja melalui tenaga yang ditimbulkan oleh pengimbang untuk melontarkan proyektil. Prinsip kerjanya berasal dari senjata umban tongkat. Bagian utama manjanik antara lain: tali umban, lengan pengumban, dan beban pengimbang. Mekanismenya seperti jungkat-jungkit, dengan tali umban dan beban pengimbang ditempatkan di ujung lengan pengumban secara berlawanan. Pada awalnya, tali umban yang memiliki kantung proyektil diisi dengan amunisi/proyektil. Tali ini ditarik ke bawah dan ujungnya ditempatkan di bagian bawah gandar/poros yang menyokong lengan pengumban, lalu tali pengumban ditahan oleh sebuah pemicu sementara beban pengimbang terangkat ke atas. Setelah melepaskan pemicu, beban pengimbang akan turun ke bawah sehingga tali dan lengan pengumban akan terangkat dan berputar secara vertikal, mengakibatkan kantung proyektil melepaskan amunisi dan melontarkannya ke arah target.

Manjanik berbeda dengan mesin kepung puntiran biasa. Perbedaan utamanya adalah tenaga penggeraknya. Mesin kepung puntiran (misalnya onager dan ballista) menggunakan puntiran tali untuk menghasilkan gaya pegas, sedangkan manjanik menggunakan prinsip timbangan dan mengandalkan energi manusia/gaya gravitasi untuk menarik lengan pengumban agar tali pengumban dapat melenting. Seperti umban, manjanik juga memiliki kantung proyektil untuk membawa proyektil dan melepaskannya pada saat yang tepat untuk jarak lontar maksimum. Lentingan tali pengumban juga berjarak jauh karena lengan pengumban tidak tertahan oleh bantalan, tidak seperti yang terjadi pada mesin kepung puntiran dimana lengan pelontar terbanting pada bantalan saat melontarkan proyektil. Pada manjanik, lentingan tali umban memperoleh tenaga dari laju lengan pengumban sebelum melontarkan proyektil.

Komponen manjanik Abad Pertengahan
 
Gambar komponen manjanik.
Keterangan
  • 1: Beban pengimbang
  • 2: Lengan pengumban
  • 3: Kantung umban
  • 4: Alas
  • 5: Landasan proyektil
  • 6: Rangka penyokong
  • 7: Tali kerek
  • 8: Engkol takal
  • 9: Roda gigi kerek
  • 10: Beban peresap kejut
  • 11: Tali subtensi
  • 12: Tali peraih umban
  • 13: Katrol/Rangkaian pelepas
  • 14: Katrol subtensi
  • 15: Batang penyemat
  • 16: Cantelan
  • 17: Katrol tali kerek

Sejarah sunting

Manjanik tarikan sunting

 
Ilustrasi dari abad ke-12, menggambarkan manjanik tarikan dan umban tongkat.
Video luar
  Video contoh penggunaan manjanik tarikan untuk melontarkan sebuah bola.

Manjanik berasal dari senjata kuno, yaitu umban. Suatu variasi umban, yang disebut umban tongkat (Latin: fustibalus) memiliki galah yang berfungsi sebagai lengan pengumban yang jika disentakkan dapat melontarkan proyektil sampai jarak jauh. Konsep ini menjadi dasar mekanisme manjanik tarikan, dimana sejumlah orang menarik tali yang menjulur di lengan pengumban yang lebih pendek sementara kantung proyektil terletak di lengan pengumban yang lebih panjang, sedangkan titik tumpu berada di antara keduanya seperti sebuah jungkat-jungkit. Manjanik jenis ini berukuran kecil dan jangkauan lontarannya lebih pendek, namun lebih mudah dibawa dan pengisian ulang amunisinya lebih cepat daripada jenis manjanik yang besar dan berpemberat. Manjanik tarikan yang ukurannya terkecil dapat difungsikan oleh tenaga satu orang saja dengan satu tali tarikan, namun kebanyakan manjanik jenis ini dirancang untuk difungsikan oleh 15 sampai 45 orang, umumnya dua orang mendapat bagian satu tali tarikan. Kelompok penarik tersebut biasanya diperoleh dari penduduk lokal yang membantu suatu pengepungan atau sedang mempertahankan kotanya. Manjanik tarikan memiliki jarak lontar sejauh 100 hingga 200 kaki (30 hingga 61 m) jika beban yang dilontarkan sampai seberat 250 pon (110 kg). Dipercaya bahwa jenis manjanik tarikan yang pertama digunakan oleh para pengikut Mohisme di Cina pada awal abad ke-5 SM dengan deskripsi yang dapat ditemukan dalam kitab Mojing (disusun abad ke-4 SM). Orang Cina menyebut manjanik berpengimbang yang muncul di kemudian hari sebagai Huihui Pao (senjata Muslim, "huihui" berarti Muslim) atau Xiangyang Pao (襄陽砲), dimana kata Pao berarti senjata penggempur/peledak.

Pada masa selanjutnya, manjanik tarikan muncul di Bizantium. Strategikon karya Kaisar Mauricius, disusun pada akhir abad ke-6, menyebutkan "balista yang berputar pada dua arah," (Βαλλίστρας έκατηρωθεν στρεφόμενας), kemungkinan merupakan manjanik tarikan (Dennis 1998, p. 99). Mukjizat St. Demetrius, disusun oleh John I, uskup agung Thesalonika, sejara jelas mendeskripsikan penggunaan manjanik tarikan oleh artileri Avaro-Slavia: "Yang tergantung di sisi belakang dari potongan kayu ini merupakan umban dan dari depan tali tarikan yang kuat, yang mana ditarik lalu dilepas, mereka [manjanik] melontarkan batu-batu ke atas dengan suara yang berisik." (John I 597 1:154, ed. Lemerle 1979)

Senjata ini juga digunakan dengan pengaruh yang besar oleh pasukan Muslim selama Penaklukkan Islam. Panduan berbahasa Arab yang masih tersisa mengenai mekanismenya adalah Kitab Aniq fi al-Manajaniq ( كتاب أنيق في المنجنيق, Buku Istimewa tentang Manjanik), ditulis tahun 1462 oleh Yusuf ibn Urunbugha al-Zaradkash. Buku tersebut menyediakan informasi penggunaan dan perakitan yang terperinci.

Ada keraguan mengenai kapan pastinya penggunaan manjanik tarikan, maupun pengetahuan mengenainya, menjamah wilayah Skandinavia. Bangsa Viking mungkin mengetahuinya lebih awal, sebagaimana Pendeta Abbo de St. German melaporkan pengepungan Paris dalam catatan wiracarita De bello Parisiaco bertanggal sekitar tahun 890 bahwa penggunaan mesin perang seperti itu telah digunakan.

Manjanik tangan sunting

Manjanik tangan (bahasa Yunani: cheiromangana) adalah sebuah umban tongkat yang menggunakan prinsip tuas sebagai mekanismenya untuk melontarkan proyektil. Secara sederhana senjata ini merupakan manjanik portabel yang dapat difungsikan oleh satu orang. Senjata ini digunakan oleh Kaisar Nikephoros II Phokas sekitar th. 965 untuk mengacaukan formasi musuh di medan perang. Senjata ini juga disebutkan dalam Taktika Jendral Nikephoros Ouranos (sekitar th. 1000 M), dan tercantum dalam Anonymus De obsidione toleranda sebagai bentuk senjata artileri.[1]

Manjanik berpengimbang sunting

 
Manjanik berpengimbang di Château de Castelnaud, Prancis.
 
Ilustrasi lentingan pengumban pada manjanik berpengimbang.
Video luar
  Video mekanisme manjanik mini dalam gerak lambat
  Video jenis manjanik lengan ambang

Catatan terawal mengenai manjanik berpengimbang, yang lebih kuat daripada manjanik tarikan, muncul dalam karya sejarawah Bizantium abad ke-12, Niketas Choniates. Niketas mendeskripsikan sebuah manjanik yang digunakan Andronikos I Komnenos (yang kemudian menjadi Kaisar Bizantium), pada pengepungan Zevgminon tahun 1165. Manjanik tersebut dilengkapi oleh mesin kerek yang tidak ditemui dalam jenis manjanik sebelumnya.[2]

Kemajuan dramatis dalam aksi militer untuk pertama kalinya tersurat dalam catatan sejarah mengenai peristiwa pengepungan Tyre kedua tahun 1124, saat pasukan perang salib mengatakan penggunaan "manjanik besar".[3] Pada tahun 1120–30-an, penggunaan manjanik berpengimbang tersebar tak hanya pada negara-negara Perang Salib, namun juga wilayah barat hingga Kerajaan Sisilia Normandia dan ke timur hingga Dinasti Seljuk. Penggunaan artileri bertenaga gravitasi mencapai puncaknya pada abad ke-12 selama pengepungan Acre (1189–91) yang mana Raja Richard I dari Inggris dan Philip II dari Prancis bergumul mempertahankan kota tersebut dari pasukan Salahuddin.[4]

Bukti gambar mengenai manjanik berpengimbang pada abad ke-12 berasal dari sarjana Muslim, Mardi bin Ali al-Tarsusi, yang menulis buku panduan militer untuk Salahuddin Ayyubi sekitar tahun 1187.[4][5] Ia menjelaskan suatu manjanik hibrida yang dikatakannya memiliki kekuatan lontaran yang setara dengan manjanik tarikan yang ditarik oleh lima puluh orang sekaligus karena "gaya konstan [dari gravitasi], yang berbeda dengan kekuatan tarikan manusia." (dengan menunjukkan kemahirannya dalam mekanika, Tarsusi merancang manjaniknya dengan dilengkapi busur silang, kemungkinan untuk melindungi operatornya dari serangan.)[6] Konon ia menulis bahwa "manjanik merupakan mesin yang diciptakan oleh para kafir" (Al-Tarsusi, Bodleian MS 264). Ini menunjukkan bahwa pada masa Salahuddin, kaum Muslim mempelajari mesin-mesin berpemberat, namun tidak menganggap bahwa merekalah yang pertama kali menciptakan mesin-mesin tersebut.

Selama Perang Salib, Philip II dari Prancis menamakan dua manjanik yang ia gunakan dalam Pengepungan Acre tahun 1191 dengan nama "Pelontar Batu Milik Tuhan" dan "Tetangga yang Buruk."[7] Selama pengepungan Istana Stirling tahun 1304, Edward Longshanks memerintahkan para insinyurnya untuk menciptakan manjanik raksasa bagi pasukan Inggris, yang dinamai "Warwolf". Jangkauan dan ukuran senjata tersebut bervariasi. Tahun 1421, Charles VII dari Prancis mengkomisikan sebuah manjanik (coyllar) yang mampu melontarkan sebuah batu seberat 800 kg, sementara tahun 1188 di Ashyun, batu sampai seberat 1,500 kg digunakan. Berat rata-rata proyektil yang digunakan berkisar antara 50–100 kg, dengan jangkauan lontaran sekitar 300 meter. Banyaknya tembakan yang dihasilkan merupakan hal penting: pada pengepungan Lisbon (1147), dua manjanik mampu melontarkan batu tiap 15 detik. Jenazah manusia juga dapat digunakan dalam kesempatan tertentu. Sebagai contoh, tahun 1422, Pangeran Korybut dalam pengepungan Istana Karlštejn menembakkan tubuh manusia dan pupuk ke arah dinding pertahanan musuh, kemungkinan besar untuk menyebarkan infeksi terhadap para musuh yang bertahan. Manjanik berukuran besar membutuhkan kayu dalam jumlah sangat banyak. Pada pengepungan Damietta tahun 1249, Louis IX dari Prancis mampu membangun dinding pertahanan bagi seluruh perkemahan tentara Perang Salib dengan menggunakan kayu dari 24 manjanik Mesir yang dirampas.

Manjanik berpengimbang tidak disebutkan dalam catatan sejarah Cina sampai sekitar tahun 1268, saat pasukan Mongol mengepung kota Fancheng dan Xiangyang. Pada pengepungan Fancheng dan Xiangyang, pasukan Mongol yang tidak mampu menaklukkan kota tersebut memanggil dua ahli mesin dari Persia untuk membuat manjanik berpengimbang dan kemudian berhasil menggempur kota tersebut. Alat penggempur tersebut oleh sejarawan Cina disebut Huihui Pao (回回砲)("huihui" berarti Muslim) atau Xiangyang Pao (襄陽砲), karena pertama kali disaksikan dalam pertempuran tersebut. Penelitian terkini oleh Paul E. Chevedden mengindikasikan bahwa hui-hui pao tersebut sebenarnya berdasarkan rancangan dari Eropa, sebuah mesin dengan pemberat ganda yang diperkenalkan di wilayah Levant (Syam) oleh Kaisar Romawi Suci Frederick II (1210–1250) tak lama sebelumnya.[8] Sejarawan muslim Rashid-al-Din Hamadani (1247?–1318) menyebutkan dalam sejarah universalnya bahwa manjanik bangsa Mongol tersebut merupakan "manjanik Prancis" atau "manjanik Eropa" ("manjaniq ifranji" atau "manjaniq firanji"):

Sebelumnya tidak ada katapel tempur Prancis di Cathay [i.e. Cina], tetapi Talib, pembuat katapel tempur dari negeri ini, pernah pergi ke Baalbek dan Damaskus, dan para putranya: Abu Bakar, Ibrahim, dan Muhammad, dan para pegawainya membuat tujuh katapel tempur ukuran besar dan mempersiapkannya untuk menggempur kota [Sayan Fu atau Hsiang-yang fu = Xiangfan masa kini].[9]

Sejak dimulainya zaman penggunaan bubuk mesiu, peran manjanik sebagai mesin kepung tergantikan oleh meriam. Manjanik masih digunakan dalam pengepungan Burgos (1475–1476) dan pengepungan Rhodes (1480). Salah satu penggunaannya untuk yang terakhir kali tercatat dalam riwayat Hernán Cortés, tepatnya tahun 1521 dalam pengepungan ibu kota Aztek, Tenochtitlán. Menurut catatan, manjanik digunakan karena suplai bubuk mesiu yang terbatas. Usaha tersebut dikatakan gagal karena proyektilnya jatuh mengenai manjanik itu sendiri sehingga alat tersebut hancur.[10]

Catatan kaki sunting

  1. ^ Chevedden 2000, hlm. 110
  2. ^ Chevedden 2000, hlm. 86
  3. ^ Chevedden 2000, hlm. 92
  4. ^ a b Chevedden 2000, hlm. 104f.
  5. ^ Bradbury, Jim (1992). The Medieval Siege. The Boydell Press. ISBN 0-85115-312-7. 
  6. ^ "Historynet.com". Historynet.com. Diakses tanggal 2010-09-12. 
  7. ^ "Historic Trebuchets – Acre 1191", IInet.net.au
  8. ^ "Black Camels and Blazing Bolts: The Bolt-Projecting Trebuchet in the Mamluk Army", Mamluk Studies Review Vol. 8/1, 2004, pp. 227–277 (232f.)
  9. ^ Rashiduddin Fazlullah’s Jamiʻuʾt-tawarikh (Compendium of Chronicles), English translation & annotation by W.M. Thackston, 3 vols., Cambridge, Mass.: Harvard University, Dept. of Near Eastern Languages and Civilizations, 1998–99, 2: 450
  10. ^ Chevedden 1995, hlm. 5

Daftar pustaka sunting

  • Chevedden, Paul E. (1995). "The Trebuchet" (PDF). Scientific American: 66–71. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2004-07-26. Diakses tanggal 2012-02-25.  . Original version.
  • Chevedden, Paul E. (2000). "The Invention of the Counterweight Trebuchet: A Study in Cultural Diffusion". Dumbarton Oaks Papers. 54: 71–116. doi:10.2307/1291833. JSTOR 1291833. 
  • Dennis, George (1998). "Byzantine Heavy Artillery: The Helepolis". Greek, Roman, and Byzantine Studies (39). 
  • Gravett, Christopher (1990). Medieval Siege Warfare. Osprey Publishing. 
  • Hansen, Peter Vemming (1992). "Medieval Siege Engines Reconstructed: The Witch with Ropes for Hair". Military Illustrated (47): 15–20. 
  • Hansen, Peter Vemming (1992). "Experimental Reconstruction of the Medieval Trebuchet". Acta Archaeologica (63): 189–208. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-04-03. Diakses tanggal 2012-02-25. 
  • Jahsman, William E. (2000). The Counterweighted Trebuchet – an Excellent Example of Applied Retromechanics. 
  • Jahsman, William E. (2001). FATAnalysis (PDF). 
  • Archbishop of Thessalonike, John I (1979). Miracula S. Demetrii, ed. P. Lemerle, Les plus anciens recueils des miracles de saint Demitrius et la penetration des slaves dans les Balkans. Centre National de la Recherche Scientifique. 
  • Liang, Jieming (2006). Chinese Siege Warfare: Mechanical Artillery & Siege Weapons of Antiquity – An Illustrated History. 
  • Needham, Joseph (2004). Science and Civilization in China. Cambridge University Press. hlm. 218. 
  • Needham, Joseph (1986). Science and Civilization in China: Volume 4, Part 2. Taipei: Caves Books, Ltd.
  • Payne-Gallwey, Sir Ralph (1903 Reprinted). "LVIII The Trebuchet". The Crossbow With a Treatise on the Balista and Catapult of the Ancients and an Appendix on the Catapult, Balista and Turkish Bow. hlm. 308–315. 
  • Saimre, Tanel (2007). Trebuchet – a gravity operated siege engine. A Study in Experimental Archaeology (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-08-30. Diakses tanggal 2012-02-25. 
  • Siano, Donald B. (March 28, 2001). Trebuchet Mechanics (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2004-05-25. Diakses tanggal 2012-02-25. 
  • Al-Tarsusi (1947). Instruction of the masters on the means of deliverance from disasters in wars. Bodleian MS Hunt. 264. ed. Cahen, Claude, "Un traite d'armurerie compose pour Saladin". Bulletin d'etudes orientales 12 [1947–1948]:103–163. 

Pranala luar sunting