Kuskus

mamalia berkantung & nokturnal

Kuskus atau kusu (bahasa lokal Maluku) adalah mamalia berkantung (Marsupialia) nokturnal termasuk dalam famili Phalangeridae. Kelompok hewan ini persebarannya terbatas di Indonesia bagian timur (Sulawesi, Maluku, dan Papua), Australia dan Papua New Guinea. Total genus kuskus di dunia ada enam genus yakni Ailurops, Phalanger, Spilocuscus, Strigocuscus, Wyulda, dan Trichosurus, empat genus yang disebut pertama dapat ditemukan di Indonesia.[1]

Kuskus diketahui berkisar dalam ukuran dari hanya 15 cm sampai lebih dari 60 cm, meskipun kuskus berukuran rata-rata cenderung sekitar 45 cm (18 inci). Kuskus juga memiliki cakar yang panjang dan tajam yang membantu kuskus saat bergerak di sekitar pepohonan. Kuskusnya memiliki bulu yang tebal dan bermacam warna seperti coklat,hitam dan putih.Selain itu kuskus mempunyai ekor yang panjang dan kuat (prehensile) yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Ekor kuskus juga menjadi senjata pertahanan dengan cara mengaitkan ekornya kuat-kuat pada batang atau cabang pohon.[2]

Kuskus menghabiskan hidupnya hampir secara khusus di pepohonan. Kuskus berada di pepohonan pada siang hari, tertidur di dedaunan lebat dan terbangun di malam hari untuk mulai bergerak melalui pepohonan untuk mencari makanan. Kuskus adalah hewan omnivora tetapi makanan utama kuskus adalah serangga, daun dan buah sesekali kuskus memakan anak burung dan reptil kecil.[2]

Reproduksi sunting

Kuskus diperkirakan berkembang biak sepanjang tahun. Kuskus betina melahirkan antara 2 sampai 4 anak kuskus setelah masa kehamilan yang berlangsung hanya beberapa minggu. Seperti semua marsupialia lainnya, kuskus betina memiliki kantong di perutnya dimana bayi kuskus baru lahir merangkak masuk dan bertahan sampai mereka lebih besar dan bisa mulai makan sendiri. Biasanya hanya satu dari bayi kuskus yang akan bertahan dan keluar dari kantong setelah 6 atau 7 bulan.[2]

Persebaran sunting

Persebaran kuskus di Indonesia terbatas hanya berada pada bagian timur yakni di Sulawesi, Maluku dan Papua. Di Papua, ditemukan dua genus yaitu Phalanger (kuskus tidak bertotol) dan Spilocuscus (kuskus bertotol); di Maluku ditemukan dua genus yaitu Phalanger dan Spilocuscus yang dapat ditemukan di Maluku Utara, Pulau Halmahera, Pulau Bacan, dan Pulau Morotai yang terlihat pada wilayah dengan ketinggian 100 m di atas permukaan laut; dan di Sulawesi ditemukan genus Spilocuscus, Strigocuscus dan Ailurops, yang merupakan satwa endemis Sulawesi. Kuskus di Sulawesi ditemukan di daerah Sulawesi Utara,Sulawesi Tengah, Pulau Buton, Pulau Sangihe dan Talaud.[1]

Menurut Petocz (1994), berdasar morfologi ditemukan lima spesies kuskus di Papua yaitu: Phalanger gymnotis (kuskus kelabu), Spilocuscus maculatus (kuskus bertotol biasa), P. orientalis (kuskus timur), S. rufoniger (kuskus totol hitam), dan P. vestitus (kuskus rambut sutera). Menurut Menzies (1991), ada juga S. papuensis (Waigeo cuscus, kuskus pulau Waigeo) yang merupakan spesies endemik di Pulau Waigeo, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat, serta menurut Aplin dan Helgen (2008) ada S. wilsoni (kuskus totol Pulau Biak) yang merupakan kuskus endemik di Pulau Biak dan Supiori, Provinsi Papua.[1]

Menurut Fatem dan Sawen (2007), kuskus merupakan salah satu jenis satwa endemik di Papua yang secara hukum dilindungi pemerintah melalui SK. Menteri Pertanian No. 247/KPTS/UM4/1979. Perlindungan terhadap hewan langka meliputi lima jenis Kuskus yaitu P. orientalis (kuskus coklat biasa/kuskus timur), P. gymnotis (kuskus kelabu), P. rufoniger (kuskus totol hitam), P. vestitus (kuskus rambut sutra), dan S. maculatus (kuskus bertotol biasa). Selain itu yang terancam punah juga jenis P. urinus (kuskus putih) yang banyak hidup di hutan belantara Papua. Hal ini akibat perburuan liar secara tak terkendali untuk diperjualbelikan dengan harga relatif mahal. Spesies kuskus menurut Latinis (1996) yang ada di Maluku adalah S. maculatus dan P. orientalis. Kuskus yang ada di Sulawesi adalah Strigocuscus celebensis (kuskus kerdil) dan Ailurops ursinus (kuskus beruang).[1]

Jenis-jenis kuskus sunting

 
Pohon Dracontomelum dao di Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus.

Beberapa jenis kuskus di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut:

Kuskus beruang (Ailurops ursinus) sunting

 
Kuskus beruang (Ailurops ursinus)

Kuskus beruang (Ailurops ursinus) merupakan salah satu jenis kuskus yang hanya dapat ditemukan di Sulawesi. Kuskus beruang memiliki berat 7 kg dan tinggi sekitar 1,2 m (untuk ukuran dewasa). Kuskus beruang adalah hewan arboreal sehingga habitat dari hewan ini berada di bagian canopy atas pohon di hutan hujan tropis.[3] Kuskus beruang memiliki yang sangat pendek, telinga berbulu. Perpaduan kenampakan itu terdiri dari kulit bawah yang halus dan licin dan rambut yang kasar. Warna rambut dari kuskus ini bervariasi berkisar dari hitam sampai abu-abu sampai coklat dengan perut berwarna lebih terang dan ujung ekstremitas, dengan variasi tergantung lokasi geografis dan umur hewan.[3] Kuskus beruang memiliki ekor prehensile yang panjangnya setengah dari total panjang tubuh yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Ekor kuskus juga menjadi senjata pertahanan dengan cara mengaitkan ekornya kuat-kuat pada batang atau cabang pohon.[2][3] Sistem kawin dan tingkah laku dari kuskus beruang tidak diketahui. Betina dewasa A. ursinus melahirkan satu atau dua kali dalam setahun. Bayi kuskus lahir di bagian altrisial yang ekstrim pada tubuh dan terus berkembang di kanton. Setelah delapan bulan, perkembangannya cukup untuk memungkinkan kelangsungan hidup, meski tetap dengan induknya untuk periode tambahan. Tidak diketahui usia berapa Ailurops ursinus mencapai kematangan perkembangan.[3] Kuskus beruang cenderung hidup berpasangan atau kelompok tiga sampai empat. Mereka tipe hewan arboreal, bergerak perlahan dari pohon ke pohon menggunakan ekor prehensile mereka. Sebagian besar hidupnya setiap hari dihabiskan untuk beristirahat atau tidur, dengan sedikit waktu untuk memberi makan dan perawatan dan bahkan lebih sedikit interaksi sosial. Telah diduga bahwa aktivitas menyebar sepanjang siang dan malam, dengan periode istirahat antara makan atau aktivitas lainnya. Daun, sumber makanan utama, mengandung kadar gizi rendah dan masa istirahat mungkin diperlukan untuk mencerna selulosa. Makanan umum yang dimakan meliputi: daun pohon (Garuga floribunda, Melia azedarach, Dracontomelum dao), daun mistletoe (Cananga odorata, Palaquium amboinense), buah mentah, bunga dan kuncup.[3] Kuskus beruang terdaftar sebagai satwa rentan (Vulnerable) karena penurunan populasi yang terus berlanjut diperkirakan dan diproyeksikan melebihi 30% dalam periode sepuluh tahun (5 pada masa lalu, 5 pada masa depan) karena tingginya laju deforestasi dan perburuan spesies ini di Sulawesi.[4]

Kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis) sunting

 
Kuskus kerdil (Strigocuscus celebensis)

Strigocuscus celebensis atau kuskus kerdil hanya ditemukan di Sulawesi. Kuskus kerdil berhabitat di hutan hujan, di hutan sekunder dan kebun di sekitar tempat tinggal manusia. Kuskus kerdil memiliki warna pucat keseluruhan tubuhnya, garis dorsal yang kurang, dan ekornya sebagian telanjang. Kuskus ini berukuran kecil, beratnya 1 kg atau kurang. Panjang kepala dan badan 294 sampai 380 mm dan panjang ekor 270 sampai 373 mm. Sistem reproduksi dari kuskus kerdil ini adalah monogami. Spesies kuskus ini makanannya adalah daun, buah, bunga, kulit kayu, serbuk sari, dan jamur.[5] Kuskus kerdil bersifat nokturnal dan arboreal. Pasangan kuskus ini dikenal sering melakuan tidur di mahkota pohon kelapa. Strigocuscus celebensis terjadi pada sympatry dengan kuskus beruang di Sulawesi (Ailurops ursinus) di pulau Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya. Jantan dari spesies kuskus paling agresif satu sama lain dan tidak dapat disimpan bersama di penangkaran.[5] Kuskus kerdil terdaftar sebagai satwa rentan (Vulnerable) karena penurunan populasi yang terus berlanjut diperkirakan dan diproyeksikan melebihi 30% dalam periode sepuluh tahun (5 pada masa lalu, 5 pada masa depan) karena tingginya laju deforestasi dan perburuan spesies ini di Sulawesi.[6]

Konservasi sunting

Menurut CITES, kuskus termasuk hewan langka kategori Appendix 2, yaitu hewan langka yang dilindungi di alamnya, tak boleh diambil dan dijual apabila keturunan hewan langka langsung dari alam. Namun, apabila sudah ditangkarkan, keturunan generasi ketiga atau F2-nya boleh dimanfaatkan.[7]

Kuskus di Indonesia sendiri termasuk dalam satwa yang diatur dalam UU. No 7 Tahun 1999.[8]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d Widayanti, Rini, Hery Wijayanto, Woro Danur Wendo, and Rony Marsyal Kunda. "Identifikasi Keragaman Genetik Gen 12S Ribomsom RNA Sebagai Penanda Genetik untuk Penentuan Spesies Kuskus (IDENTIFICATION OF GENETIC DIVERSITY 12SRRNA GENES AS GENETIC MARKER FOR DETERMINING SPECIES CUSCUS)." Jurnal Veteriner 16, no. 2: 227-235.
  2. ^ a b c d http://a-z-animals.com/animals/cuscus/
  3. ^ a b c d e "Ailurops ursinus (bear cuscus)". Animal Diversity Web (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  4. ^ "Ailurops ursinus (Bear Cuscus, Bear Phalanger, Sulawesi Bear Cuscus, Sulawesi Bear Phalanger)". www.iucnredlist.org. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  5. ^ a b "Strigocuscus celebensis (little Celebes cuscus)". Animal Diversity Web (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-03. 
  6. ^ "Strigocuscus celebensis (Little Celebes Cuscus, Small Cuscus, Small Sulawesi Cuscus)". www.iucnredlist.org. Diakses tanggal 2017-11-03. 
  7. ^ https://www.cites.org/sites/default/files/notif/E-Notif-2016-064-A.pdf
  8. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-11-26. Diakses tanggal 2017-11-03.