Kolam adalah perairan di daratan yang lebih kecil ukurannya daripada danau. Kolam terbentuk secara alami atau dapat dibuat manusia.

Lukisan kolam oleh Claude Monet, 1916 - 1919

Pembatasan pasti yang membedakan danau dan kolam tidak pernah tuntas. Selain ada yang memberi kriteria berdasarkan luas, ada pula yang memberi kriteria berdasarkan kemampuan tembus cahaya ke dasar terdalam atau berdasarkan kealamiannya. Semua pembedaan itu selalu memiliki perkecualian. Suatu tubuh air yang terbentuk akibat bendung, meskipun berukuran kecil, akan disebut sebagai danau. Kriteria kolam sebagai tubuh air di daratan yang luasnya terlalu kecil untuk dilayari suatu perahu juga sering dilanggar, karena ada kolam di taman yang relatif luas dan dapat dilayari perahu.

Dilihat dari sisi ekologi, kolam dapat membentuk suatu ekosistem tersendiri, yang berbeda dari danau.

Perbedaan dengan telaga dan danau sunting

 
Kolam ikan di sebuah taman

Perbedaan antara kolam, telaga, dan danau melibatkan ukuran, kedalaman, asal-usul, dan karakteristik ekologi. Berikut adalah perbedaan mendasar antara ketiganya:

Kolam adalah bentuk perairan yang umumnya memiliki ukuran kecil hingga sedang, dengan kedalaman dangkal. Kolam dapat terbentuk secara alami, seperti kolam hujan atau mata air kecil, atau diciptakan oleh manusia untuk berbagai tujuan, seperti kolam ikan. Mereka cenderung mendukung kehidupan tanaman berakar dan seringkali memiliki ekosistem yang beragam.[1]

 
Lukisan sebuah telaga

Telaga adalah perairan yang lebih besar daripada kolam, tetapi lebih kecil daripada danau. Mereka memiliki ukuran sedang hingga besar dan kedalaman yang lebih signifikan daripada kolam. Telaga dapat terbentuk secara alami, misalnya sebagai hasil dari pencairan gletser atau perpanjangan sungai, atau dapat diciptakan oleh manusia untuk tujuan seperti perikanan atau irigasi. Ekosistem telaga sering mencakup berbagai jenis tumbuhan air dan ikan, dan mereka sering digunakan untuk rekreasi.

 
Topologi Danau Toba

Danau adalah bentuk perairan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kolam dan telaga. Mereka memiliki luas permukaan yang mencakup beberapa kilometer persegi dan dapat memiliki kedalaman yang sangat bervariasi. Danau bisa terbentuk secara alami melalui proses geologis atau tektonik, atau sebagai akibat dari penimbunan sungai. Beberapa danau juga diciptakan oleh manusia sebagai waduk buatan. Ekosistem danau sering kompleks, dengan berbagai spesies ikan, tumbuhan air, dan satwa liar. Mereka sering menjadi tujuan populer untuk berbagai aktivitas rekreasi.[1]

Ekosistem kolam sunting

Di sekitar kolam (begitu halnya danau dan sungai) tempat yang nyaman ini menjadi daya tarik bagi berbagai jenis burung air. Ada sekitar 150 spesies burung air liar yang tinggal di sini, seperti angsa, soang, dan itik. Burung-burung besar ini memiliki kaki berselaput untuk berenang, serta leher panjang yang lincah untuk mencari makanan di air dan di tepi lumpur. Pada awal musim semi, tumbuhan di tepi sungai yang rapat menjadi tempat berkembang biak yang aman dan terlindung bagi berbagai spesies. Pada musim kemarau, para induk bangga terlihat memimpin anak-anak mereka yang berbulu lembut saat mereka menyeberangi air. Mereka dapat dengan mudah menemukan makanan dalam bentuk tumbuhan dan hewan akuatik sepanjang tahun. Ketika musim dingin tiba dan kolam membeku, banyak burung air kembali ke taman dan kebun, di mana mereka dapat memakan sisa-sisa makanan yang diberikan oleh manusia. Sementara itu, beberapa burung lain terbang ke selatan, seringkali menempuh perjalanan jauh untuk mencari iklim yang lebih hangat selama musim dingin.[2]

Banyak tumbuhan air yang memiliki akar yang tidak meresap ke dalam lumpur di dasar kolam, melainkan mengapung di permukaan air. Jenis tumbuhan ini dikenal sebagai "tumbuhan air terapung" atau "tumbuhan air mengambang." Contoh tumbuhan air terapung yang umum meliputi eceng gondok, teratai, dan tumbuhan air lentik. Tumbuhan air terapung telah mengadaptasi diri agar dapat hidup di permukaan air dan menyerap nutrisi dari air tempat mereka tumbuh. Akarnya biasanya menjalar di bawah permukaan air, sementara daun-daunnya terapung di atas permukaan air. Ini memungkinkan mereka untuk mendapatkan mineral dan nutrisi dari kolam atau sungai tempat mereka berada. Biasanya, tumbuhan ini ditemukan di lingkungan air yang tenang, seperti kolam, danau, atau sungai yang mengalir perlahan.

Meskipun tumbuhan air terapung memiliki keuntungan dalam mendapatkan nutrisi dari air, mereka juga menghadapi beberapa tantangan. Seperti yang telah dijelaskan, angin dan hujan bisa memengaruhi tumbuhan ini. Angin dapat menyebabkan gelombang di permukaan air yang dapat merusak tumbuhan dengan menghempaskannya ke tepi kolam atau menjauhkan mereka dari sumber nutrisi. Hujan deras juga dapat menyebabkan tenggelamnya tumbuhan terapung atau membuat daun-daunnya terbebani, yang dapat menghambat proses fotosintesis dan pertumbuhan. Namun, tumbuhan air terapung telah mengembangkan berbagai adaptasi untuk mengatasi masalah ini. Sebagai contoh, beberapa di antaranya memiliki tekstur daun yang berlubang atau struktur udara yang membantu mereka mengapung. Beberapa juga memiliki akar yang panjang dan bercabang untuk menjaga keseimbangan dan mendukung struktur mereka di atas permukaan air. Tumbuhan air terapung memiliki peran penting dalam ekosistem air karena mereka menyediakan tempat perlindungan bagi beragam organisme dan juga berperan dalam siklus nutrisi air. Selain itu, tumbuhan ini sering digunakan sebagai tanaman hias dalam taman air dan kolam.[3]

Kondisi kolam di berbagai musim sunting

Kolam di musim panas sunting

Pertengahan musim panas adalah periode yang unik di kolam, di mana kehidupan tumbuh subur dan penuh aktivitas. Bunga-bunga yang bervariasi warnanya, mulai dari hemp agrimony pink yang pudar hingga St. John's-wort kuning dan buttercup, serta loosestrife ungu yang tinggi, serta great willow-herb merah, menghiasi kolam di pertengahan musim panas. Di sekitar kolam, bunga lili yang berwarna-warni dan kuncup water bistort yang berwarna merah muda cerah menambah kecantikan tampilan kolam. Saat spesies-spesies ini mulai memudar, kelopak bunga mereka berguguran dan buah-buahnya mulai terbentuk dari pangkal bunga yang membesar.[4]

Ketika musim semi dan awal musim panas yang penuh gejolak telah berlalu, saat ini menjadi saat yang tenang bagi kehidupan di kolam. Telur-telur yang selamat dari musim sebelumnya menjadi anak-anak hewan yang sedikit jumlahnya, tetapi mereka bertahan untuk tahap berikutnya yang lebih serius. Saat ini, fokus mereka adalah tumbuh, mengumpulkan cadangan makanan, dan bersiap untuk menghadapi hari-hari yang akan datang yang lebih pendek dan lebih dingin.

Berudu dari katak dan kodok mengalami transformasi menjadi organisme semi-dewasa yang mampu bernapas udara, persiapan untuk meninggalkan air dan mengambil lompatan pertama mereka ke darat. Sementara itu, beberapa newt muda mempertahankan bentuk berudu dengan insang sepanjang musim panas, sementara yang lain berpindah tempat. Proses eksodus dari kolam berlanjut, di mana berbagai jenis larva serangga akuatik berkembang menjadi dewasa, termasuk serangga kecil seperti jangkrik, midges, dan nyamuk, hingga serangga besar seperti capung yang menjadi mangsa yang menakjubkan. Ini adalah momen penting dalam siklus kehidupan kolam saat kolam-kolam tersebut penuh dengan aktivitas dan pertumbuhan.

Kolam di musim gugur sunting

Ketika musim gugur tiba, garis orbit matahari merendah sehingga siang hari menjadi lebih singkat. Saat senja sinar matahari masih tetap member kehangatan, namun bila malam tiba udara akan berubah menjadi sangat dingin. Pada musim ini aktivitas kehidupan di kolam mulai surut, dan semua makhluk mempersiapkan diri untuk kehidupan musim dingin. Burung yang biasa datang pada musim panas telah pergi meninggalkan kolam, digantikan oleh unggas air seperti angsa Brent, angsa Bewick, dan bebek. Unggas ini berimigrasi dari tempat berkembangbiaknya yang jauh di utara untuk mendiami kolam, danau, dan rawa yang lebih besar. Mamalia dan burung penghuni tetap kolam memakan buah-buahan dengan rakus, untuk menimbun lemak sebagai persiapan untuk melewati musim dingin. Namun, tempat bernaung dan bersembunyi hewan ini secara perlahan ikut tersapu dan hilang, bersamaan dengan tiupan angin dingin yang menerpa dan menggugurkan dedaunan, sehingga membuat tepi kolam tampak gersang dan berantakan.[5]

Kolam di musim dingin sunting

Selama musim dingin, serangga, siput kolam, cacing pipih, larva air, ikan, amfibi, dan makhluk kolam lainnya memiliki berbagai cara untuk bertahan hidup. Hewan-hewan "berdarah dingin" ini mampu bertahan di air yang tidak membeku. Beberapa ikan, serangga air, moluska, dan cacing mencari perlindungan di dasar kolam agar terhindar dari pembekuan. Saat suhu air turun, suhu tubuh mereka ikut menurun, sehingga mereka mengonsumsi energi dalam jumlah yang sangat sedikit.[6]

Air yang dingin juga mengandung lebih banyak oksigen dibandingkan air hangat, dan ini disokong oleh produksi oksigen dari berbagai tumbuhan air yang melakukan fotosintesis. Ketersediaan oksigen ini cukup untuk mendukung kehidupan, bahkan jika kolam membeku selama beberapa hari.

Makhluk-makhluk air yang sangat kecil biasanya bertelur pada musim gugur, dan meskipun hewan dewasa mereka mungkin mati, telur-telur ini akan menetas ketika musim semi tiba. Sementara itu, hewan amfibi seperti katak dan kodok menghadapi musim dingin dengan tidur di tempat terlindung di darat. Ini adalah cara mereka mengatasi musim dingin yang keras.

Kolam di musim semi sunting

Musim semi telah tiba, menggantikan musim dingin yang sepi. Di sekitar kolam, suasana berubah drastis. Siang semakin panjang dan suhu semakin hangat, mengundang berbagai jenis tanaman untuk bersaing merebut tempat di bawah sinar matahari. Saat ini, kolam yang dulunya sunyi mulai dihuni oleh beragam tanaman, mulai dari mikroalga dan duckweed hingga bunga iris dan gelagah. Mereka semua menandakan variasi spesies yang dapat ditemukan di kolam, menciptakan pemandangan yang hidup dan berwarna setelah musim dingin yang kedinginan dan sepi.

Ketika musim semi tiba, tanaman-tanaman kecil seperti mikroalga dan duckweed menjadi yang pertama kali muncul di kolam. Kecil dan membutuhkan nutrien yang relatif sedikit, tanaman-tanaman ini dengan cepat memperbesar ukuran mereka, mengisi kolam dengan kehidupan. Di sisi lain, di sekitar kolam yang berawa, bunga iris, gelagah, dan tanaman berumpun lainnya juga mulai menumbuhkan tunas dan daun baru, menambahkan keragaman ke dalam ekosistem kolam.

Dengan sinar matahari yang semakin hangat menyusup ke dalam perairan, kolam-kolam menjadi saksi dari awal kehidupan yang baru. Gulma dan lumpur di dasar kolam mulai dihuni oleh beragam hewan, menandai awal siklus kehidupan yang menakjubkan. Pada musim semi, kodok, bangkong, ikan, dan newt mulai berpasangan, berkembang biak, dan meletakkan telur-telur mereka. Di air yang hangat, telur-telur ini segera menetas, dan anak-anak hewan tersebut berlomba mencari makanan dalam kelimpahan sumber daya yang diberikan oleh musim semi.

Suhu air yang meningkat membuat makhluk-makhluk akuatik "berdarah dingin" menjadi lebih aktif. Kolam kecil, yang cenderung lebih cepat menghangat daripada kolam besar, segera menjadi rumah bagi anak-anak keong, serangga, amfibi, dan berbagai makhluk lainnya. Musim semi membawa kesegaran dan kehidupan ke dalam ekosistem kolam, menciptakan periode yang sangat penting dalam siklus alam yang indah.

Referensi sunting

  1. ^ a b Parker, Steve (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta: Erlangga. hlm. 64. ISBN 978-979-075-815-5. 
  2. ^ Parker, Steve (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta: Erlangga. hlm. 30. ISBN 978-979-075-815-5. 
  3. ^ Parker, Steve (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta: Erlangga. hlm. 42. ISBN 978-979-075-815-5. 
  4. ^ Parker, Steve (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta: Erlangga. hlm. 10. ISBN 978-979-075-815-5. 
  5. ^ Parker, Steve (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta: Erlangga. hlm. 18. ISBN 978-979-075-815-5. 
  6. ^ Parker, Parker (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta: Erlangga. hlm. 20. ISBN 978-979-075-815-5.