Kebatrikan (Yunani: πατριαρχεῖον, patriarkheyon; bahasa Latin: patriarchaeum) adalah istilah eklesiologis di dalam agama Kristen, yang mengacu kepada jabatan maupun yurisdiksi seorang batrik.

Tiga kebatrikan dibentuk para rasul sebagai takhta apostolik pada abad pertama, yakni Kebatrikan Roma, Kebatrikan Antiokhia, dan Kebatrikan Aleksandria. Sesudah itu, Kebatrikan Konstantinopel dibentuk pada abad ke-4, dan Kebatrikan Yerusalem dibentuk pada abad ke-5. Lima kebatrikan ini akhirnya diakui sebagai Pentarki dalam Konsili Efesus tahun 431.

Dalam perjalanan sejarah agama Kristen, terbentuk pula beberapa kebatrikan lain yang lambat laun diakui keabsahannya oleh takhta-takhta keuskupan purba. Seiring bergulirnya waktu, beberapa kebatrikan bubar akibat pendudukan militer sesudah Timur Tengah dan Afrika Utara ditaklukkan pasukan Muslim. Kebatrikan-kebatrikan yang sudah bubar tersebut dijadikan kebatrikan tituler atau kebatrikan kehormatan tanpa yurisdiksi kelembagaan di wilayah yang sesungguhnya.

Sejarah sunting

Takhta-takhta apostolik sunting

Pentarki sunting

Sebelum Skisma Akbar, lima kebatrikan purba, yang merupakan kelima unsur Pentarki dan yang masing-masing dikepalai seorang batrik selaku uskup tertinggi, adalah Kebatrikan Roma, Kebatrikan Konstantinopel, Kebatrikan Aleksandria, Kebatrikan Antiokhia, dan Kebatrikan Yerusalem.[1] Skisma Akbar tahun 1054 memisahkan Kebatrikan Roma yang mengamalkan ritus Latin dari empat kebatrikan pengamal ritus Bizantin di Timur, sehingga terbentuklah Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur yang terpisah satu sama lain.

Empat kebatrikan Ortodoks Timur (Konstantinopel, Aleksandria, Antiokhia, Yerusalem), bersama kebatrikan Katolik Latin di Barat (Roma), dihormati sebagai takhta-takhta keuskupan "sepuh" (Yunani: πρεσβυγενή, presbigenē, "lahir lebih dulu") atau "purba" (Yunani: παλαίφατα, palèfata, "tersohor sejak purbakala"), dan dimuliakan sebagai takhta-takhta apostolik karena pernah dipimpin salah seorang rasul atau penulis injil (Petrus di Roma maupun Antiokhia, Andreas di Konstantinopel, Markus di Aleksandria, dan Yakobus di Yerusalem). Dalam hal ini, Kebatrikan Konstantinopel merupakan kasus istimewa. Kota yang dilawat Rasul Andreas pada tahun 38 bukanlah Konstantinopel melainkan Bizantion. Kota Konstantinopel baru resmi berdiri pada tahun 330, ketika Kaisar Konstantinus Agung mengalihkan pusat pemeritahan Kekaisaran Romawi ke kota baru yang dibangun di atas puing-puing kota Bizantion, dan menamai kota itu Konstantinopolis. Stakhis, Uskup Bizantion yang menjabat sampai tahun 54, ditahbiskan Rasul Andreas. Oleh karena itu Kebatrikan Konstantinopel dihormati sebagai takhta apostolik karena merupakan kelanjutan dari Keuskupan Bizantion.

Gereja Katolik sunting

Sekarang ini ada tujuh kebatrikan di dalam Gereja Katolik, enam di antaranya adalah kebatrikan Katolik Timur,[2] sementara Sri Paus sendiri pada hakikatnya adalah Batrik Gereja Latin, sekalipun gelar "Batrik Barat" sudah tidak lagi dipakai.

Ada pula empat uskup agung mayor, yang bertindak selaku batrik di Gereja partikular mereka masing-masing, tetapi karena alasan sejarah atau prosedural tidak diakui sebagai seorang batrik sejati. Seorang batrik yang baru terpilih akan mengabari Sri Paus tentang jabatan barunya, tanda komunikasi di antara dua pihak yang sederajat, sementara seorang uskup agung mayor yang baru terpilih harus meminta pengesahan dari Sri Paus. Inilah perbedaan utama jabatan batrik dari jabatan uskup agung mayor.

Selain itu, masih ada lagi empat kebatrikan tituler yang berpangkal pada penganugerahan gelar batrik kepada uskup-uskup tertentu lantaran berbagai macam alasan historis, bukan karena mengepalai Gereja otonom sui iuris. Kebatrikan-kebatrikan tersebut adalah Kebatrikan Yerusalem Latin, Kebatrikan Lisboa, Kebatrikan Venesia, dan Kebatrikan Hindia Timur.

Beberapa kebatrikan Katolik Timur berkarya di wilayah yang sama. Damsyik adalah pusat Kebatrikan Antiokhia Katolik Suryani maupun Kebatrikan Antiokhia Katolik Melkit, sementara Kebatrikan Antiokhia Katolik Maronit berpusat di Bkerké, Libanon.[3]

Gereja Ortodoks Timur sunting

 
Kebatrikan-kebatrikan Timur yang merupakan unsur Pentarki, pasca Konsili Kalsedon tahun 451

Sekarang ini ada sembilan Gereja Ortodoks Timur swakepala, termasuk empat Gereja kebatrikan purba (Konstantinopel, Aleksandria, Antiokhia, dan Yerusalem) yang bertatanan kebatrikan. Berdasarkan urutan pendiriannya, lima kebatrikan selebihnya adalah Kebatrikan Bulgaria (kebatrikan tertua sesudah Pentarki), Kebatrikan Georgia, Kebatrikan Serbia, Kebatrikan Moskwa, dan Kebatrikan Rumania.

Pusat Kebatrikan Antiokhia dipindahkan ke Damsyik pada abad ke-13, ketika Suriah dijajah Kesultanan Mamluk Mesir. Paguyuban umat Kristen sudah terbentuk di Damsyik sejak zaman apostolik (Kisah Para Rasul 9). Meskipun demikian, kebatrikan ini tetap disebut Kebatrikan Antiokhia.

Sebuah kebatrikan memiliki "hak dan kewajiban hukum" di dalam beberapa yurisdiksi hukum, artinya kebatrikan diberi perlakuan yang sama seperti sebuah badan usaha. Sebagai contoh, Kebatrikan Yerusalem mengajukan tuntutan hukum di New York, menggugat Balai Lelang Christie dalam sengketa kepemilikan Palimpsestus Arkimedes. Amar putusan atas gugatan ini dijatuhkan pada tahun 1999.

Gereja-Gereja Ortodoks Oriental sunting

Ada beberapa kebatrikan di dalam lingkup persekutuan Gereja-Gereja Ortodoks Oriental.

Gereja di Timur sunting

Ada beberapa kebatrikan yang terbentuk dari pecahan-pecahan Gereja di Timur.

Kristen Protestan sunting

Kepala Gereja Husite Cekoslowakia juga disebut "batrik".

Lihat pula sunting

Rujukan sunting

  1. ^ Meyendorff 1989.
  2. ^ Dalam motu proprio [https://www.vatican.va/holy_father/paul_vi/motu_proprio/documents/hf_p-vi_motu-proprio_19650211_ad-purpuratorum_lt.html Ad Purpuratorum Patrum tanggal 11 Februari 1965, Paus Paulus VI menetapkan bahwa batrik-batrik Katolik Timur yang menjadi kardinal akan berpangkat kardinal uskup, bukan kardinal imam, sebagaimana sebelumnya, dan bahwa kedudukan mereka hanya setingkat lebih rendah daripada keenam kardinal uskup pengampu gelar takhta-takhta keuskupan suburbikaria.
  3. ^ Annuario Pontificio 2012, hlmn. 3-5

Sumber sunting

Pranala luar sunting