Kagok, Banjaran, Majalengka

desa di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

Kagok adalah desa di kecamatan Banjaran, Majalengka, Jawa Barat, Indonesia.

Kagok
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenMajalengka
KecamatanBanjaran
Kode pos
45468
Kode Kemendagri32.10.22.2006
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Sejarah sunting

Bermula dari sebuah kerajaan yang berada di pulau jawa ini yaitu tepatnya di daerah talaga berdiri sebuah kerajaan yang bernama TALAGA MANGGUNG. Nama talaga manggung di ambil dari nama raja Prabu Talaga Manggung juga dikenal Munding Sae Ageng dengan penandaan Masehi tahun 1292. Prabu Talaga manggung menurunkan Putri Simbar Kencana dan Raden Panglurah. Raden Panglurah putra pertama Prabu Talaga Manggung tidak berminat pada politik, ia memilih menjadi begawan, sedang Simbar Kencana putra Prabu Talaga Manggung yang ke dua lebih tertarik pada pemerintahan. Keturunannya kelak Ratu Sunyalarang (Ratu Parung) menikah dengan Raden Ranggamantri dari Pajajaran. Pernikahan dengan maskawin seperangkat gamelan, baju antipeluru, ukiran, uang blendong, keris dan tombak. Wilayah kerajaan talaga Manggung meliputi talaga, cikijing bantarujeg, lemah sugih, maja dan sebagian selatan majalengka. Pusat pemerintahan berada di dekat sebuah danau yaitu situ sangiang, adapun kepatihan berada di daerah walangsuji. Kagok lahir karena adanya konspirasi politik yang dilakukan oleh Palembang Gunung terhadap Prabu Talaga Manggung yang berada di Walang Suji sebagai seorang Patih Negara dan juga sebagai seorang mantu terhadap raja sekaligus mertuanya. Raja wafat akibat penikaman yang dilakukan oleh suruhan Patih Palembang Gunung bernama Centangbarang. Kemudian Palembang Gunung menggantikan Prabu Talaga Manggung dengan beristrikan Ratu Simbarkencana. Tidak beberapa lama kemudian Ratu Simbarkencana membunuh Palembang Gunung atas petunjuk hulubalang Citrasinga dengan tusuk konde sewaktu tidur. Maka semenjak kejadian tersebut hubungan antara Talaga dan walang suji menjadi kurang baik, segala aktivitas atau kegiatan tertahan di sebuah tempat yang di namakan Kagok sekarang. Masa pemerintahan Ratu Putri Dewi Simbar Kancana, keadaan negara Talaga dalam keadaan sejahtera. Semua itu berkat dukungan dan dorongan dari suami ( Raden Kusumlaya) yang menjadi Senopati bijaksana yang merupakan wakil dari Ratu sendiri. Keadaan rakyat semakin lama semakin ramai, banyak dari luar Talaga yang pindah dan berdiam di Talaga. Sepeninggal Ratu Putri Dewi Simbar Kancana yang menjadi pucuk pemerintahan di Talaga adalah anak pertama yaitu Sunan Parung. Sedangkan Sunan Parung mempunyai seorang putri yaitu Dewi Sunyalarang atau dengan sebutan Ratu Parung yang meneruskan tampuk pemerintahan Talaga Manggung. Ratu Parung menikah dengan seorang keturunan dari kerajaan Pajajaran yang bernama Raden Ranggamantri yang merupakan keturunan dari Ratu Mayang Karuna yaitu putri tunggalnya begawan Garasiang, yang menikah dengan Mundingsari Ageng putra Prabu Siliwangi dari kerajaan Pajajaran. Pada saat Ratu Parung (Dewi Sunya Larang) naik tahta kerajaan Talaga Manggung yang mengatur pemerintahan saat itu adalah suaminya yaitu Raden Rangga Mantri,sekaligus sebagai Senopati Negeri yang mewakili Ratu Putri Dewi Sunya larang. Pada jamannya banyak sekali pendatang dari negara arab ke pulau jawa untuk menyebarkan agama islam salah satunya untuk wilayah pasundan (Jawa Barat) ialah Syekh Syarif Hidayatullah. Sepeninggalnya Ratu Parung (Dewi Sunya Larang) maka yang naik tahta dan memimpin kerajaan Talaga manggung adalah Arya Kikis. Pangeran Setya Pati Arya Kikis dengan julukan Sunan Wanaperih adalah merupakan raja ke 5 (lima) yang memegang tahta kerajaan Talaga Manggung, beliau adalah putra ke 2 (dua) dari 6 (enam) bersaudara putra ratu Sunya Larang. Yang memegang tahta kerajaan sebelumnya, masa pemerintahannya selama 54 tahun sejak tahun 1531 sampai tahun 1585, beliau dimakamkan di Kebonwana Desa Kagok sebelah ibunya Ratu Sunya Larang. Yang paling mencolok pada masa pemerintahan beliau yakni pembinaan mental agama sehingga terjadi keakraban komunikasi dengan kesultanan Cirebon, selain itu juga memprioritaskan masalah pengembangan agama islam dengan mendirikan pesantren yang sekarang menjadi tertua di Talaga, yakni di desa Kagok dengan menghadirkan guru ngaji yaitu Syekh Fakih Maulana Ibrahim, yang kemudian dinikahkan dengan salah seorang putri Pangeran Setya Pati Arya Kikis yaitu yang bernama Raden Ayu Mayangsari hingga akhir hayatnya beliau dimakamkan dipinggir sungai Cipager desa cimeong kecamatan banjaran. Adapun masalah yang bersipat umum ditangani oleh patih kerajaan yaitu yang bernama Sunan Umbu Luar (Kebonwana Desa Kagok). Patih Kerajaan Sunan Umbu Luar mempunyai putra seorang kesatria yang bernama raden arya saringsingan yang merupakan seorang pahlawan kerajaan pada masa itu. Pada masa pemerintahan Pangeran Setya Pati Arya Kikis kerajaan Talaga Manggung adalah masa yang penuh dengan keprihatinan, hal ini disebabkan oleh karena adanya pelebaran kekuasaan yang dilakukan oleh kerajaan Mataram sehingga kerajaan Talaga Manggung termasuk wilayah yang harus memberikan upeti kepada kerajaan Mataram, hal ini cukup membuat keprihatinan seluruh rakyat kerajaan. Hingga Pangeran Setya Pati Arya Kikis terkenal dengan julukan Sunan Wanaperih. Setelah Sunan Wanaperih wafat, kekuasaan diserahkan kepada anak yang ke 3 (tiga) yaitu Pangeran Apun Surawijaya (Sunan Kidul) dan beliau dimakamkan dikebonwana desa kagok bersama ayahanda beliau yaitu SUNAN WANAPERIH.