Kabupaten Nagekeo

kabupaten di Indonesia, di pulau Flores


Kabupaten Nagekeo atau Nagé Kéo adalah salah satu kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Pulau Flores, Indonesia. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2007, pada Selasa, 22 Mei 2007 oleh penjabat Mendagri Widodo A. S. dan Drs. Elias Djo ditunjuk sebagai penjabat bupati.[4] Pusat pemerintahan Kabupaten Nagekeo berlokasi di Mbay. Luas wilayah 1.416,96 km2 persegi dan berpenduduk 162.643 jiwa (2021).[1] Wilayah ini merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Ngada.

Kabupaten Nagekeo
Transkripsi bahasa daerah
 • Nage-KeoNagé Kéo
Dari atas ke bawah: Bukit Weworowet, pantai Kotajogo, dan pantai Tonggo Nangaroro
Lambang resmi Kabupaten Nagekeo
Peta
Peta
Kabupaten Nagekeo di Kepulauan Sunda Kecil
Kabupaten Nagekeo
Kabupaten Nagekeo
Peta
Kabupaten Nagekeo di Indonesia
Kabupaten Nagekeo
Kabupaten Nagekeo
Kabupaten Nagekeo (Indonesia)
Koordinat: 8°52′20″S 121°12′35″E / 8.8721°S 121.20963°E / -8.8721; 121.20963
Negara Indonesia
ProvinsiNusa Tenggara Timur
Dasar hukumUU No. 2 Tahun 2007
Hari jadi8 Desember 2006 (umur 17)
Ibu kotaMbay
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 7
  • Kelurahan: 16
  • Desa: 97
Pemerintahan
 • BupatiJohanes Don Bosco Do
 • Wakil BupatiMarianus Waja
Luas
 • Total1.416,96 km2 (547,09 sq mi)
Populasi
 • Total162.643
 • Kepadatan110/km2 (300/sq mi)
Demografi
 • AgamaKristen 91,78%
Katolik 91,08%
Protestan 0,70%
Islam 8,21%
Hindu 0,01%[1]
 • BahasaIndonesia (resmi)
Nagé, Kéo
 • IPMKenaikan 65,82 (2021)
Sedang [2]
Zona waktuUTC+08:00 (WITA)
Kode BPS
5318
Pelat kendaraanEB xxxx H*/Y*
Kode Kemendagri53.16
DAURp. 334.481.490.000.- (2013)[3]
Situs webwww.nagekeokab.go.id
lpse.nagekeokab.go.id

Sejarah sunting

Zaman Hindia Belanda sunting

Penelusuran terhadap sejarah pemerintahan dan komunitas Nagekeo, dapat ditemui sejak masuknya pemerintah Hindia Belanda sekitar 1909. Walaupun sebelumnya terdapat tata pemerintahan/ administrasi pemerintahan tradisional (berdasarkan hukum adat), akan tetapi catatan valid dalam bentuk naskah akademik tentu tidak mudah ditemukan. Kecuali melalui suatu penelitian sejarah yang mendalam, terpadu dan komprehensif. Hal tersebut karena, tradisi lisan (dalam kajian antropologis) lebih merupakan ciri yang paling menonjol dalam komunitas masyarakat Nagekeo. Gregory Forth (2004), mengedit hasil studi Louis Fontijne dari suatu wilayah kolonial di Indonesia Timur dengan judul: Guardians of the Land in Kelimado. Philipus Tule (2004), Longing for the House of God Dwelling in the House of the Ancestors: Local Belief, Christianity, and Islam among the Kẻo of Central Flores.

Naskah yang disebutkan terakhir ini, merupakan hasil studi antropologis yang mendeskripsikan fenomena komunitas masyarakat ditinjau dari beberapa perspektif seperti etnografis, struktur kekuasaan tradisional, sistem perkawinan dan hubungan antar agama (Katolik dan Islam) pada Secondary Sub-district Udi Worowatu, yang merupakan bagian dari Sub-district Kẻo. Walaupun demikian, studi-studi tersebut yang cenderung merupakan studi antropologis, mendeskripsikan sejarah pemerintahan Nagekẻo sangat terbatas.

Otoritas dan administrasi Pemerintahan Hindia Belanda, diperkirakan baru terbentuk di wilayah Ngada antara tahun 1908 – 1909. Dietrich (Tule, 2004) menyatakan bahwa sampai dengan tahun 1907 wilayah Ngada, belum menjadi otoritas administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Dalam periode 1909 – 1950, afdeeling Flores terbagi ke dalam lima onderafdeeling yang mencakup 9 keswaprajaan (self-governing domains). Kelima onderafdeeling dimaksud adalah: Flores Timur (Swapraja: Adonara dan Larantuka), Maumere (Swapraja: Sikka), Ende (Swapraja: Ende dan Lio), Ngadha (Swapraja: Nagekeo, Bajawa dan Riung), Manggarai (Swapraja: Manggarai). Onderafdeeling Ngadha terbagi ke dalam enam wilayah subdistrik yaitu: Ngadha, Riung, Tado, Turing, Nage dan Keo.

Gagasan untuk menggabungkan Swapraja Nage dan Keo, mengemuka dalam pertemuan antara pemerintah Hindia Belanda dengan Raja Boawae Roga Ngole dan Raja Keo Muwa Tunga di Boawae tanggal 18 April 1917. Akan tetapi gagasan tersebut tidak dapat direalisasikan. Ide untuk menggabungkan dua keswaprajaan, baru dapat direalisasikan setelah meninggalnya Raja Keo: Muwa Tunga yang digantikan oleh saudaranya: Goa Tunga (Tule, 2004; Forth, 1994b, citing Hamilton, 1918). Di Boawae, juga terjadi regenerasi kepemimpinan raja dari Roga Ngole kepada putranya Joseph Juwa Dobe (Forth, 2004). Joseph Juwa Dobe, dilantik menjadi raja pada tanggal 26 Januari 1931, sekaligus sebagai simbol penggabungan swapraja Nage dan Keo menjadi Swapraja Nagekeo. Dengan demikian, sejak tahun 1931 onderafdeeling Ngadha mencakup 3 swapraja yaitu: Nagekeo, Ngadha dan Riung.

Setelah Kemerdekaan sunting

Dalam periode 1950 -1958, tidak terdapat perubahan substansif dari struktur lembaga pemerintahan. Berdasarkan UU no. 64 tahun 1958 Provinsi Nusa Tenggara dipecah menjadi Daerah Swatantra Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Daerah Tingkat I NTT meliputi daerah Flores, Sumba dan Timor. Melalui UU nomor 69/1958 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II dalam wilayah daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, maka daerah swatantra NTT dibagi menjadi 12 daerah Swatantra Tingkat II yaitu: Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu.

Pembentukan kecamatan pada masing-masing kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1962. Melalui Surat Keputusan Gubernur Kdh. Tk I NTT No. Pem. 66/ 1/ 2 tentang pembentukan 64 kecamatan dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Ngada mencakup 6 Kecamatan, yaitu: Ngadha Utara, Ngadha Selatan, Nage Utara, Nage Tangah, Keo dan Kecamatan Riung. Pada tahun 1963 dikeluarkan Keputusan Gubernur Kepala Drh. Tk. I NTT No. Pem. 66/ I/ 2 tanggal 20 Mei 1963 tentang pemekaran Kecamatan Keo menjadi Kecamatan Mauponggo (yang merupakan wilayah Keo Barat) dan Kecamatan Nangaroro (yang merupakan wilayah Keo Timur). Melalui keputusan tersebut, nama kecamatan di Kabupaten Ngada diubah sebagai berikut: Kecamatan Ngada Utara menjadi Kecamatan Bajawa; Kecamatan Ngaha Selatan menjadi Kecamatan Aimere; Kecamatan Nage Tengah menjadi Kecamatan Boawae; Kecamatan Nage Utara menjadi Kecamatan Aesesa; Kecamatan Keo menjadi Kecamatan Mauponggo dan Kecamatan Nangaroro.

Pertengahan dekade 1990-2000, agenda pemindahan ibu kota Kabupaten Ngada dari Bajawa ke Mbay, mencapai puncaknya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 1996, yang menetapkan Ibu kota Kabupaten Ngada yang baru yaitu Mbay. Ide dan gagasan tersebut menjadi kekuatan dengan sebelumnya (1994) Mbay ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu(Kapet). Pergantian kepemimpinan Kepala Daerah (Bupati) Ngada pada tahun 2000 dari Drs. Johanes S. Aoh ke Ir. Albertus Nong Botha, mengakibatkan dua agenda besar yaitu pemanfaatan kebijakan nasional Kapet Mbay dan pemindahan ibu kota Kabupaten Ngada ke Mbay, mengalami masa pasang surut.

Masa pasang surut tersebut, yang secara substansif menjadi argumen dan latar belakang lahirnya gagasan perjuangan pembentukan Kabupaten Nagekeo sebagai pemekaran Kabupaten Ngada. Pada tahun 2002, Kabupaten Ngada telah mencakup 14 wilayah kecamatan yaitu: Aimere, Ngada Bawa, Bajawa, Golewa, Jerebu’u, So’a, Riung, Riung Barat, Aesesa, Nangaroro, Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah. Bertepatan dengan pengresmian Nagekeo sebagai suatu daerah otonom baru (Kabupaten), 22 Mei 2007, lingkup wilayahnya, mencakup 7 kecamatan yaitu: Aesesa, Aesesa Selatan, Nangaroro, Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah.

Geografi sunting

Secara geografis kabupaten Nagekeo terletak pada koordinat 121°6'20" - 121°32'0" Bujur Timur dan 8°26'15'- 8°64'40" Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Nagekeo secara keseluruhan adalah 1.416,96 km2.[5]

Batas Wilayah sunting

Batas administrasi Kabupaten Nagekeo:

Utara Laut Flores
Timur Kabupaten Ende
Selatan Laut Sawu
Barat Kabupaten Ngada

Topografi sunting

Topografi Kabupaten Nagekeo sebagian besar berbukit, bergunung dan berlembah serta memiliki lereng-lereng yang curam yang umumnya terletak di daerah pantai. Keadaan tersebut di atas dapat dirinci sebagai berikut:

  • Topografi dengan ketinggian 0–25 m dpl, yaitu dengan luas 29.863 ha atau sekitar 17,24% dari total luas wilayah Kabupaten Nagekeo, meliputi daerah pesisir pantai utara (sebagian besar) dan daerah pesisir pantai selatan serta daerah pesisir pantai pulau-pulau kecil lainnya. Topografi ini berupa permukaan tanah datar sampai landai, Sangat rawan terhadap pencemaran yang langsung berhubungan dengan air tanah yang cukup.
  • Topografi dengan ketinggian 25–100 m dpl, yaitu dengan luas 20.843 ha atau sekitar 12,03% dari total luas wilayah Kabupaten Nagekeo, merupakan wilayah lanjutan daerah pesisir yang sebagian besar juga terdapat di bagian utara wilayah Kabupaten Nagekeo dan sebagian kecilnya di bagian selatan dan pulau-pulau kecil lainnya.
  • Topografi dengan ketinggian 100–500 m dpl, yaitu seluas 48.171 ha atau sekitar 27,81% dari total luas wilayah Kabupaten Nagekeo, merupakan wilayah lereng atau kaki gunung dan perbukitan yang juga merupakan daerah peralihan dari dataran rendah ke dataran tinggi atau pegunungan.
  • Topografi dengan ketinggian 500–1000 m dpl, yaitu seluas 70.216 ha atau sekitar 40,54% dari total luas wilayah Kabupaten Nagekeo, yang merupakan daerah pegunungan.
  • Topografi dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl, yaitu seluas 4.098 ha atau sekitar 2,37% dari total luas wilayah Kabupaten Nagekeo, yang merupakan daerah pegunungan atau dataran tinggi dan hanya terdapat di beberapa kecamatan saja.[5]

Iklim sunting

Suhu udara di wilayah Kabupaten Nagekeo bervariasi antara 20°–34 °C dengan tingkat kelembapan nisbi berkisar antara 64%–84%. Wilayah Kabupaten Nagekeo beriklim sabana tropis (Aw) dengan dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau di wilayah Nagekeo biasanya berlangsung selama ≥7 bulan yaitu pada periode AprilNovember dengan bulan terkering adalah Agustus. Sementara itu, musim penghujan di wilayah Nagekeo pada umumnya berlangsung singkat pada periode bulan-bulan basah DesemberMaret dengan bulan terbasah adalah Januari yang curah hujan bulanannya di atas 200 mm per bulan. Curah hujan tahunan di wilayah Nagekeo berkisar antara 800–1300 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 60–130 hari hujan.


Data iklim Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 30.6
(87.1)
31.1
(88)
31.7
(89.1)
32.4
(90.3)
31.4
(88.5)
31
(88)
30.8
(87.4)
31.2
(88.2)
31.8
(89.2)
32.3
(90.1)
32.2
(90)
31.3
(88.3)
31.48
(88.68)
Rata-rata harian °C (°F) 26.2
(79.2)
26.9
(80.4)
27.2
(81)
26.4
(79.5)
26.2
(79.2)
25.5
(77.9)
24.8
(76.6)
25
(77)
26.7
(80.1)
27.6
(81.7)
27.3
(81.1)
26.8
(80.2)
26.38
(79.49)
Rata-rata terendah °C (°F) 21.9
(71.4)
22.8
(73)
22.7
(72.9)
21.5
(70.7)
21
(70)
20
(68)
18.9
(66)
19.8
(67.6)
20.7
(69.3)
22.9
(73.2)
22.7
(72.9)
22.3
(72.1)
21.43
(70.59)
Curah hujan mm (inci) 367
(14.45)
354
(13.94)
275
(10.83)
151
(5.94)
76
(2.99)
43
(1.69)
22
(0.87)
16
(0.63)
25
(0.98)
60
(2.36)
163
(6.42)
314
(12.36)
1.866
(73,46)
Rata-rata hari hujan 21 20 17 14 7 4 2 1 2 6 15 19 128
% kelembapan 82 81 78 75 73 68 65 61 66 70 76 79 72.8
Rata-rata sinar matahari bulanan 175 196 207 235 261 287 296 302 300 275 254 188 2.976
Sumber #1: Climate-Data.org[6] & BMKG[7]
Sumber #2: Weatherbase[8]

Pemerintahan sunting

Bupati dan Wakil Bupati sunting

Bupati adalah pemimpin tertinggi di lingkungan pemerintah Kabupaten Nagekeo. Bupati Nagekeo bertanggungjawab atas wilayah Nagekeo kepada gubernur provinsi Nusa Tenggara Timur. Saat ini, bupati atau kepala daerah yang menjabat di Kabupaten Nagekeo, yakni Johanes Don Bosco Do, didampingi wakil bupati Marianus Waja. Mereka menang pada Pemilihan umum Bupati Nagekeo 2018. Mereka dilantik oleh gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat, pada 23 Desember 2018 di Aula Fernandez kantor gubernur Nusa Tenggara Timur Kota Kupang.[9]

No Bupati Mulai jabatan Akhir jabatan Prd. Wakil Bupati
3   Johanes Don Bosco Do 23 Desember 2018 petahana 3
(2018)
Marianus Waja

Dewan Perwakilan sunting

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Nagekeo dalam dua periode terakhir.[10][11]

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2014-2019 2019-2024
PKB 3   3
Gerindra 3   3
PDI-P 3   4
Golkar 3   3
NasDem 3   3
PKS 1   2
Perindo (baru) 3
PAN 2   0
Hanura 3   1
Demokrat 2   2
PKPI 2   1
Jumlah Anggota 25   25
Jumlah Partai 10   10

Kecamatan sunting

Kabupaten Nagekeo terdiri dari 7 Kecamatan, 16 Kelurahan, dan 97 Desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 160.180 jiwa dengan luas wilayah 1.416,96 km² dan sebaran penduduk 113 jiwa/km².[12][13]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Nagekeo, adalah sebagai berikut:

Kode
Kemendagri
Kecamatan Jumlah
Kelurahan
Jumlah
Desa
Status Daftar
Desa/Kelurahan
53.16.01 Aesesa 6 12 Desa
Kelurahan
53.16.02 Nangaroro 1 18 Desa
Kelurahan
53.16.03 Boawae 8 19 Desa
Kelurahan
53.16.04 Mauponggo 1 20 Desa
Kelurahan
53.16.05 Wolowae 5 Desa
53.16.06 Keo Tengah 16 Desa
53.16.07 Aesesa Selatan 7 Desa
TOTAL 16 97

Dasar Hukum sunting

DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undangnya pada 8 Desember 2006. Kabupaten Nagekeo adalah 1 dari 16 kabupaten/kota baru yang dimekarkan pada 2006. Dengan dasar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007, yang ditetapkan pada tanggal 22 Mei 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo sebagai daerah otonom.

Transportasi sunting

Pelabuhan Marapokot berada di kabupaten Nagekeo, dibangun selama sepuluh tahun, yakni sejak tahun 2005 hingga 2015. Dengan total anggaran yang dikucurkan sekitar Rp 43 miliar, pelabuhan ini memiliki dermaga sepanjang 157 meter, trestle sebanyak 2 unit dengan panjang masing-masing 77 meter, terminal penumpang, kantor, gudang dan pos jaga. Pelabuhan Marapokot juga dapat disandari kapal berukuran hingga 3000 DWT.[14]

Referensi sunting

  1. ^ a b c "Kabupaten Nagekeo Dalam Angka 2022" (pdf). 22 Maret 2022. hlm. 7, 47, 127. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-11. Diakses tanggal 11 September 2022. 
  2. ^ "Indeks Pembangunan Manusia 2020-2021". www.bps.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-01. Diakses tanggal 6 Maret 2022. 
  3. ^ "Perpres No. 10 Tahun 2013". 2013-02-04. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-02-14. Diakses tanggal 2013-02-15. 
  4. ^ "Berita peresmian di The Jakarta Post". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-26. Diakses tanggal 2007-05-23. 
  5. ^ a b "Profil Nagekeo" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-07-12. Diakses tanggal 2020-09-30. 
  6. ^ "Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, Indonesia". Climate-Data.org. Diakses tanggal 30 September 2020. 
  7. ^ "Buletin Prakiraan Musim Hujan 2022-2023 Provinsi NTT – Normal Curah Hujan Kabupaten Nagekeo Zona Musim 465, 483, dan 485 periode 1991-2020". BMKG – Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang. September 2022. hlm. 22. Diakses tanggal 30 September 2022. 
  8. ^ "Nusa Tenggara Climate". Weatherbase. Diakses tanggal 30 September 2020. 
  9. ^ Lewanmeru, Oby (23 Desember 2018). Kanis Jehola, ed. "Gubernur NTT Pimpin Acara Pelantikan Bupati dan Wabup Nagekeo". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-11. Diakses tanggal 11 September 2022. 
  10. ^ Perolehan Kursi DPRD Nagekeo 2014-2019
  11. ^ Perolehan Kursi DPRD Nagekeo 2019-2024
  12. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  13. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  14. ^ Alexander, Hilda B. Alexander, Hilda B, ed. "Ini Profil 9 Pelabuhan Baru di Nusa Tenggara Timur". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-07. Diakses tanggal 2019-07-07. 

Pranala luar sunting