Junaid al-Baghdadi

tasawuf

Imam Junaid bin Muhammad bin Al-Junaid Abul Qasim Al-Qawariri Al-Khazzaz Al-Nahawandî Al-Baghdadi Al-Syafi'i,[1] atau lebih dikenal dengan Al-Junaid al-Baghdadî, lahir di Nihawand, Persia, tetapi keluarganya bermukim di Baghdad, tempat ia belajar hukum Islam mazhab Imam Syafi'i, dan akhirnya menjadi qadi kepala di Baghdad. Dia mempelajari ilmu fiqih kepada Abu Tsur al-Kalbi yang merupakan murid langsung dari Imam Asy-Syafi'i,

Muhammad Al-Junaid Al-Baghdadi
Junaid Al-Baghdadi
NamaMuhammad Al-Junaid Al-Baghdadi
Minat utamaSufisme, Tasawuf, ishq, teologi, filosofi, logika, fikih
Gagasan yang terkenalIshq

Al-Junaid mempelajari ilmu tasawuf dari pamannya sendiri, Syekh as-Sari as-Saqti hingga pada akhirnya ketinggian ilmu Al-Junaid menjadi dirinya sebagai ulama yang memiliki banyak murid dan pengikut. Demikianlah, bahwa kecintaannya terhadap ilmu tasawuf sangatlah tinggi, hal ini diungkapkannya dengan berkata: “Apabila saya telah mengetahui suatu ilmu yang lebih besar dari Tasawuf, tentulah saya telah pergi mencarinya, sekalipun harus merangkak.[2]

Salah satu murid Al-Junaid adalah Mansur al-Hallaj. Pada suatu saat ia mengalami dilema yang sangat berat untuk diputuskan. Hal ini terjadi, ketika ia menerima gugatan pengaduan tentang kesalahan dan penyimpangan Al-Ḥallaj dalam pemikirannya. Pada satu sisi, ia sangat memahami pemikiran dan gejolak spritual yang dirasakan oleh Al-Hallaj. Namun ketika Al-Hallaj banyak mengumbar pernyataan spritual (shathaḥat) yang membuat umat Islam yang awwab menjadi bingung. Berdasarkan keputusan sidang pengadilan, ia terpaksa, dalam kedudukannya sebagai kepada Qadi Baghdad, menandatangani surat kuasa untuk menghukum mati Al-Hallaj. Pada surat itu ia menulis “Berdasarkan syari’at, ia bersalah. Menurut hakikat, Allah Yang Maha Mengetahui.”[3]

Al-Junaid dikenal sebagai tokoh sufi yang sangat menekankan pentingnya keselarasan antara praktik dan doktrin tasawuf dengan kaidah-kaidah syari’at. Salah satu ungkapan Al-Junaid tentang ilmu tasawuf yang dikutip oleh al-Kūrânī dalam Itḥâf al-dhakī adalah ucapannya: “pengetahuan kami ini terikat dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.” Dengan ini mengindikasikan bahwa ajaran tasawuf menurut Al-Junaid haruslah tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Sunnah.[4]

Junaid al-Bagdadi wafat pada tahun 298 H.[5]

Tujuh Awtad Irak

Dinyatakan dalam Bahjat-ul-Asrar bahwa Syekh Abu Bakar bin Haw'war berkata, 'Ada tujuh Awtad Irak:

1. Syekh Ma'ruf Karkhi 2. Syekh Imam Ahmad bin Hanbal 3. Syekh Bishr Hafi 4. Syekh Mansur bin 'Ammar 5. Syekh Junayd 6. Syekh Sahl bin 'Abdullah Tustari 7. Syekh 'Abd al-Qadir al-Jilani.

Catatan Kaki sunting

  1. ^ Oman Faturahman, Ithaf al-Dhaki Tafsir Wahdatul Wujud Bagi Muslim Nusantara (Jakarta: Penerbit Mizan, 2012)h. 256.
  2. ^ Syekh Fadhlullah Haeri, Belajar Mudah Tasawuf, terj. Muh. Hasyim Assagaf (Jakarta: Lentera, 2001),h. 127
  3. ^ Syekh Fadhlullah Haeri,Belajar Mudah Tasawuf..., h. 127
  4. ^ Oman Faturahman, Ithaf al-Dhaki....,.h. 256
  5. ^ (Abbas 2011, hlm. 48).

Daftar Pustaka sunting

  1. Abbas, Sirajuddin (2011). Ulama Syafi'i dan kitab-kitabnya dari abad ke abad. Jakarta, Indonesia: Pustaka Tarbiyah Baru. ISBN 978-979-26-4317-6. 

Pranala luar sunting