Jang Bogo (787-846, alternatif 841), juga dikenal sebagai Gungbok, menjadi terkenal di Korea selama periode akhir Silla Bersatu sebagai seorang tokoh bahari yang berkuasa yang selama beberapa dekade secara efektif mengontrol Laut Barat (Laut Kuning) dan pantai Korea antara barat daya Korea dan semenanjung Shandong Cina.[1] Armada kapalnya yang mengesankan berpusat di sekitar pulau Wando dari ujung barat Korea. Jang sebagai tokoh yang begitu berpengaruh di akhir politik Silla ia kemudian diberikan kantor resmi sebagai Komisaris Bahari garnisun Cheonghaejin (di Wando) dan datang untuk menikahkan putrinya dengan keluarga kerajaan Silla sebelum ia dibunuh pada tahun 846.

Jang Bo-go
Hangul
장보고 atau 궁복
Hanja
張保皐 atau 弓福
Alih AksaraJang Bo-go atau Gungbok
McCune–ReischauerChang Po-go atau Kungbok

Tahun-tahun awal sunting

Meskipun ia adalah orang Silla, asal Jang tidak diketahui. Satu dari beberapa sumber kehidupannya adalah Samguk Sagi pada abad ke-12 (Sejarah Tiga Kerajaan), yang mengandung biografi singkat Jang yang ditulis tiga abad setelah kematiannya. Biografi tersebut menyatakan bahwa Jang Bogo mahir di dalam ilmu bela diri dan bahwa rekan Jang Jeong Yeon (정년, 鄭年) dapat berenang sejauh lima li (about 2.5 km) dibawah air tanpa mengambil napas. Sejarah lebih lanjut mencatat bahwa sebagai pemuda kedua sahabat tersebut melakukan perjalanan ke Tang Cina dan ilmu mereka di dalam berkuda dan memegang busur segera memberikan mereka sebuah kantor militer. Mereka berdua dinamakan Jenderal Muda distrik Wuning (武寧軍小將) (di yang sekarang provinsi Jiangsu).

Menjadi berkuasa sunting

Pada abad kesembilan banyak dari warga Silla yang tinggal di Tang, kebanyakan di sekitar aktif dalam perdagangan di pesisir pantai Shandong dan provinsi Jiangsu, dimana mereka mendirikan komunitas Silla sendiri yang dipimpin oleh para pejabat Silla. Para dermawan yang kaya raya (termasuk Jang sendiri) bahkan mendirikan kuil Buddha Silla di wilayah tersebut, yang berhubungan dengan seorang biarawan Jepang pada abad ke-9 Ennin, yang jurnalnya menjadi salah satu sumber langka tentang Jang Bogo.

Kelihatannya ketika di berada di Cina Jang marah pada perlakuan terhadap kawan sebangsanya, yang berada di dalam lingkungan yang tidak stabil dan kerap menjadi korban bandit bajak laut pantai atau bandit di pedalaman. Sebenarnya, warga Silla yang tinggal di Tang telah menjadi target kesukaaan para bandit, yang menjual tahanan mereka ke dalam perbudakan. Pada tahun 823 kaisar Tang bertindak dengan mengeluarkan sebuah dekret untk menghentikan perdagangan budak dan memerintahkan untuk mengembalikan para ke Silla para tahanan yang telah diculik.[2] Tak lama setelah kembali ke Silla pada tahun 825, dan sekarang memiliki sebuah armada tangguh yang berpusat di Cheonghae (Wando), Jang meminta kepada raja Silla Heungdeok (bertahta pada tahun 826-836) untuk menempatkan angkatan laut untuk melindungi aktivitas pedagang Silla di Laut Kuning. Heungdeok setuju dan pada tahun 828 secara resmi mendirikan armada Cheonghae (淸海, "laut bersih") di lokasi yang sekarang pulau Wando di provinsi Jeolla Selatan. Riwayat Samguk Sagi kemudian menjelaskan bahwa Heungdeok memberi Jang sebuah pasukan sebesar 10.000 orang sebagai pelindung. Sisa-sisa bekas Cheonghae masih dapat dilihat di pulau kecil Jang di lepas pantai selatan Wando.

Pembentukan pasukan Cheonghae menandai puncak karier Jang. Sejak saat itu, Jang mulai dipandang sebagai salah satu tokoh besar yang mencuat di luar Silla yang didukung oleh pasukan yang kuat. Pasukan pelindung tersebut meskipun disokong oleh raja Silla, tetapi sudah di bawah kendali dirinya sendiri. Jang menjadi tokoh besar dalam aktivitas navigasi perdagangan Laut Kuning. Catatan lainnya mengenai Jang dan pasukannya berasal dari jurnal seorang biarawan Jepang Ennin (Jikaku), yang pada tahun 840 berziarah ke Tang untuk mencari kitab-kitab Buddha dan bergantung pada kemampuan Jang untuk mencapai laut Cina dan kembali ke negerinya. Teks ini juga membuktikan kegemilangan Jang dalam aktivitas politik di Silla.

Pengaruh politik sunting

Pada saat itu, dukungan Jang atas pasukannya sendiri membaginya kekuatan besar di dalam politik. Secara militer, ia cukup berkuasa untuk menggulingkan negara dan menjadi raja bila ia menginginkannya. Ia kerap dibenci oleh keluarga kerajaan Silla karena statusnya yang menonjol dan kenyataan bahwa ia dilahirkan sebagai rakyat biasa, bukan seorang bangsawan.

Pada tahun 839 Jang membuktikan instrumental dalam perebutan kekuasaan oleh Raja Sinmu, Silla diikuti penggulingan Raja Minae. Kim Ujing (kemudian Raja Sinmu) mendekati Jang untuk membantunya merebut tahta dari perampas yang telah membunuh ayah Ujing. Jang diakui telah menjawab, “Pepatah kuno mengatakan, ‘Untuk melihat apa yang benar dan tidak untuk melakukannya keberanian.’ Meskipun hamba tanpa kemampuan, hamba harus mematuhi perintah anda.”[3] Kemudian Jang mengirim pasukan sebesar 5000 orang dibawah pimpinan rekan-rekan kepercayaannya dan penasehat Jeongyeon (yang juga kembali dari Tang) untuk mendukung tuntutan Sinmu. Kesuksesan dari kekuasaan Sinmu memberikan Jang peluang sebagai perdana menteri.

Kematian sunting

Catatan mengenai kematian Jang dituliskan di dalam riwayat Samguk Sagi. Pada tahun 845 Jang memanjangkan tangannya ketika ia manuver untuk menikahkan putrinya kepada Raja Munseong (bertahta pada tahun 839-857), putra Sinmu. Fraksi aristokrasi di istana, tidak disangsikan lagi merasa muak dengan intrik yang dilakukan Jang (seorang laki-laki yang tidak jelas asal asulnya yang berasal dari luar provinsi di luar urutan bangsawan Silla), kemudian berkomplot untuk membunuhnya. Dari riwayat Samguk Yusa, buku sejarah pada akhir abad ke-13 yang mencampur sejarah dan dongeng keajaiban dan legenda populer, menghubungkan bahwa raja Silla ditekan oleh para aristokrasi untuk menolak rencana pernikahan Jang dan sebagai akibatnya Jang mulai berkonspirasi menentang raja.[4] Baik itu adalah raja Silla atau aristokrasi di belakang rencana pembunuhan Jang tersebut tidak jelas. Namun, baik riwayat Samguk Sagi dan Samguk Yusa menghubungkan bahwa pada tahun 846 Jang dibunuh di dalam Cheonghae garnisun pusat oleh Yeomjang (염장, 閻長), seorang utusan dari istana Silla yang datang menyembunyikan pisau di jubahnya. Memperoleh kepercayaan Jang dengan berpura-pura melarikan diri dari ibu kota Silla, ia kemudian menyerang Jang sewaktu mereka meminum anggur bersama. Namun, di dalam buku sejarah Jepang, Shoku Nihon Kōki (續日本後紀) (Kemudian Riwayat Jepang, Lanjutan), memberikan tahun kematian Jang adalah tahun 841.

Pada tahun 851 garnisun Cheonghae beserta pasukannya dibubarkan. Lokasi dari tempat pemakaman Jang tidak diketahui.

Warisan sunting

Kebanyakan dari kehidupan Jang Bogo dicampur dengan legenda dan sejarah, membuat sebuah karya yang cerdas dari fakta-fakta yang sebenarnya hidupnya sebuah tantangan bagi sejarawan modern. Jang Bogo hidup pada saat Dinasti Tang dan Silla memburuk kondisinya, dan karena itu tumbuh subur dalam periode ketidakstabilan di antara budaya banyak penguasa daerah lain di Asia Timur Laut. Didukung oleh pasukan swasta, ia dapat mengguncang politik negara Silla. Dia berdiri unik, bagaimanapun, sebagai pemimpin yang inovatif dan seorang tokoh bahari yang berkuasa diusianya.

Referensi kebudayaan sunting

Jang dan eksploitasi subyeknya digambarkan di dalam sebuah film Korea Selatan 1965, Jang Bogo, yang diarahkan oleh Ahn Hyeon-cheol dan diperankan oleh Shin Yeong-gyun dan Lee Min-ja. Judulnya adalah Laksamana Jang.

Angkatan Laut Korea Selatan menamakan kapal selam Tipe 209 pertamanya 'Admiral Chang Bogo' untuk menghormati Jang.

Sebuah cerita fiktif tentang kehidupannya dibuat pada tahun 2004 drama Korea Emperor of the Sea .[5] Choi Soo Jong memainkan peran tersebut sebagai Jang Bogo.

Di bulan Maret 2009, Angkatan Laut Republik Korea membentuk 300 satuan tugas yang kuat yang bernama Chonghae untuk melawan pembajakan di Somalia. Satuan tugas tersebut dinamakan Chonghaejin, sebuah dasar maritim yang dibuat oleh Jang Bogo untuk memerangi pembajakan di atas air oleh Silla dan Tang.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ (Inggris) Yukhoon, Kim (2007). Korean History for International Citizens. Northeast Asian History Foundation, Seoul, Republic of Korea. hlm. 29. ISBN 978-89-91448-90-2. 
  2. ^ Chong Sun Kim, "Slavery in Silla and its Sociological and Economic Implications", in Andrew C. Nahm, ed. Traditional Korea, Theory and Practice (Kalamazoo, MI: Center for Korean Studies, 1974), p. 33.
  3. ^ quoted in Edwin O. Reischauer, Ennin's Diary; the Record of a Pilgrimage to China in Search of the Law (New York: Ronald Press, 1955), p. 288.
  4. ^ Il-yeon: Samguk Yusa: Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Korea, translated by Tae-Hung Ha and Grafton K. Mintz. Book Two, page 103. Silk Pagoda (2006). ISBN 1-59654-348-5
  5. ^ "KBS Global Marketing". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-04-18. Diakses tanggal 2010-12-30. 

Pranala luar sunting