Insulinde (partai politik)

Partai politik

Insulinde (1913–1919), penerus langsung dari Indische Partij (IP) dan kemudian berganti nama menjadi Nationale Indische Party (NIP), adalah sebuah organisasi politik yang mewakili upaya oleh beberapa orang Indo Eurasia untuk mengidentifikasi dan bekerja sama dengan elite terpelajar Pribumi dari Hindia Belanda dalam upaya untuk membentuk sebuah dominion yang merdeka.[1] Organisasi ini terutama dipimpin oleh para aktivis Indo-Eropa dan Jawa, tetapi memiliki keanggotaan yang cukup besar di Maluku Selatan. Ia dianggap sebagai bagian dari sayap politik yang lebih radikal di koloni tersebut, yang karenanya banyak mendapat tekanan dari penguasa kolonial.

Pendirian sunting

Insulinde merupakan penerus langsung dari Indische Partij (IP), dengan pengikut orang Indo-Eropa (Eurasia) yang kuat dan berpusat di Semarang. Ketika tiga pendiri dari IP (E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat) diasingkan ke Belanda pada 1913, sekretaris IP menjadi ketua dari "Insulinde" yang baru berdiri. Kepemimpinan "Insulinde" segera dimasukkan ke dalam pengawasan ketat polisi, tetapi tetap memiliki pengikut inti yang kuat. 6 September, hari pendirian IP dan secara kebetulan juga hari tiga pendiri IP berlayar ke pengasingan diproklamasiknan sebagai "Hari IP" oleh "Insulinde".[2]

Masih banyak mantan anggota IP yang takut dengan tindakan keras penguasa kolonial dan menahan diri untuk tidak bergabung dengan "Insulinde". Majalahnya "De Express" kehilangan langganan dan mengalami kesulitan keuangan. Tiga mantan pemimpin IP tersebut, yang dicap "ekstrimis yang sakit hati" oleh pemerintah kolonial, sangat dihargai oleh para anggota Insulinde. Semasa perayaan kekaisaran Belanda tahun 1913, orang Indo-Eropa dari partai "Indische" melewati lingkungan orang kulit putih (totok) di kota-kota besar yang melambai-lambaikan bendera IP.[3]

Majalah Insulinde sunting

Agustus 1914 Insulinde menerbitkan koran dwimingguan berbahasa Belanda dan Melayu, bernama "De Goentoer" (Guntur), diedit oleh anggota Insulinde orang Jawa, Darnakoesoemo, teman dekat pemimpin IP Tjipto.[4] Yang sangat mencemaskan pihak berwajib, ia masih menyerukan kemerdekaan Hindia Belanda, "bebas dari tirani asing", dan membela kepentingan masyarakat pribumi dan Indo sama.

Kontributor Darnakoesoemo dan sesama orang Jawa Marco Kartodikromo alias Mas Marco, dianggap "sangat berbahaya" dan dituntut karena kegiatan subversif oleh pihak berwenang.

Referensi sunting

Catatan dan kutipan sunting

  1. ^ Lowensteijn, Peter ‘’Indonesia between 1908 – 1928’’ (Lowensteyn, 2005)
  2. ^ Cornelis Dijk, C., van Dijk, K. ‘’The Netherlands Indies and the Great War 1914-1918’’ (Publisher: KITLV Press, 2007) P.59-61
  3. ^ Cornelis Dijk, C., van Dijk, K. ‘’The Netherlands Indies and the Great War 1914-1918’’ (Publisher: KITLV Press, 2007) P.59-64
  4. ^ Cornelis Dijk, C., van Dijk, K. ‘’The Netherlands Indies and the Great War 1914-1918’’ (Publisher: KITLV Press, 2007) P.495

Bibliografi sunting

  • Cornelis Dijk, C., van Dijk, K. ‘’The Netherlands Indies and the Great War 1914-1918’’ (Publisher: KITLV Press, 2007)
  • Bosma U., Raben R. Being "Dutch" in the Indies: a history of creolisation and empire, 1500–1920 (University of Michigan, NUS Press, 2008) ISBN 9971-69-373-9 [1]
  • Willems, Wim ”Sporen van een Indisch verleden (1600-1942) (COMT, Leiden, 1994) ISBN 90-71042-44-8

Pranala luar sunting