Dalam mitologi Yunani, Iksion (pengucapan bahasa Inggris: [ɪkˈsaɪ.ən], Yunani: Ἰξίων, Ixīōn) adalah raja bangsa Lapith. Dia adalah putra Ares atau Antion atau Flegias. Putranya adalah Pirithos. Iksion menikahi Dia, putri Deionios (atau Eionios). Iksion berjanji akan membayar maskawin yang mahal pada mertuanya. Namun setelah beberapa lama, Iksion tidak juga membayar mas kawinnya, akibatnya Deionios mencuri kuda-kuda milik Iksion. Iksion berpura-pura tidak marah dan mengundang Deionios ke istananya di Larissa. Ketika Deionios tiba, Iksion mendorongnya ke ranjang yang terbakar. Demikianlah, Iksion telah membunuh mertuanya sendiri, dan pembunuhan tersebut merupakan pembunuhan antarkeluarga yang pertama kali terjadi.

Iksion oleh Jules-Elie Delaunay.

Akibat perbuatannya tersebut, para raja di daerah sekitarnya menjadi marah. Mereka bahkan tidak mau melakukan ritual utnuk menyucikan Iksion dari dosanya. Selain itu, Iksion juga dikucilkan.

Zeus merasa kasihan pada Iksion dan membawanya ke Gunung Olimpus. Di sana Iksion melihat Hera, istri Zeus dan bernafsu padanya. Zeus mencurigai hal ini namun perlu pembuktian. Zeus membentuk awan dan menciptakan seorang dewi yang berwujud seperti Hera. Dewi tersebut dikenal sebagai Nefele (nephos=awan). Iksion melihat Nefele dan menyangka bahwa itu adalah Hera. Iksion pun langsung menyetubuhinya. Dari hubungan itu lahirlah Kentauros, leluhur ras kentaur.[1] Dalam versi lainnya, ras kentaur lahir langsung dari hubungan Iksion dan Nefele. Karena itulah ras kentaur disebut juga Iksionid (anak-anak Iksion).

Zeus menjadi sangat murka pada Iksion. Zeus lalu menghantam Iksion dengan petirnya sampai Iksion terjatuh ke dalam Tartaros. Zeus juga menyuruh Hermes untuk mengikat Iksion di roda api yang akan terus berputar di Tartaros.[2] Roda api itu hanya berhenti sejenak ketika Orfeus turun ke dunia bawah sambil memainkan liranya untuk menyelamatkan kekasihnya, Euridike.

Referensi sunting

  1. ^ Pindaros, Ode Pithia Kedua
  2. ^ Kerenyi, Karl. The Gods of the Greeks. London: Thames & Hudson, 1951, hlm. 160.

Pranala luar sunting