Ideografi (ideogram) adalah simbol grafis yang mewakili ide daripada sekelompok huruf. Para ahli berpendapat bahwa ideografi ini telah dipakai sejak zaman purbakala di dataran Eropa dan tetap menjadi bagian dari budaya manusia lebih dari 3000 tahun. Ideogram adalah jenis tulisan/simbol yang dimaknai menurut penampakan visual yang kemudian diterjemahkan sebagai sebuah ide atau sebuah kalimat. Gambar 'sebuah mata' misalnya, dengan memfungsikannya sebagai ideogram, maka Anda bisa mengartikannya sebagai 'seseorang sedang mengintip'.[1] Lambang tidak sekadar mewakili benda, tetapi dapat pula mewakili gagasan tertentu. Lambang demikian dinamakan ideogram. Tulisan hieroglif di Mesir, tulisan bangsa Aztek di Meksiko, dan tulisan paku di Asiria-Babilonia, merupakan contoh penggunaan yang berubah menjadi ideogram.

Peradaban komunikasi khususnya dan manusia pada umumnya mulai selangkah lagi lebih maju. Pada fase ini manusia di dalam sistem kemasyarakatannya mulai teratur, mengenal sistem bangunan, sistem pengairan pertanian dan juga sistem sistem komunikasi yang baik. Kalau pada tahap sebelumnya symbol visual digambarkan dalam bentuk binatang, pada tahap ini mereka telah dapat memformulasikan huruf-huruf sebagai lambang visualnya.[2] Huruf-huruf sebagai lambang komunikasinya disebut dengan Huruf Ideogram, yakni satu bentuk huruf yang didalamnya mencakup pengertian 1 ide atau bisa disebut satu huruf bukan merupakan makna satu bunyi akan tetapi satu pengertian atau konsep. Contoh dari ideogram ini adalah huruf hieroglif, yakni bentuk huruf dari Mesir kuno yang dapat dikuak rahasianya (diterjemahkan / dibaca) oleh Champollion (ahli sejarah Prancis yang dibawa oleh ekspedisi Napoleon 1822). Sedangkan model huruf ideogram yang ada sampai saat ini adalah huruf Cina). Pelu ditambahkan lagi juga bahwasannya pada tahap ini manusia sudah tinggi peradaban dan kebudayaannya karena disamping hal-hal tersebut diatas manusia juga sudah menggunakan bahasa lisan sebagai alat komunikasi primer secara sempurna.

Ideogram adalah suatu versi lanjutan dari pictogram. Ini adalah simbol visual atau grafis yang mewakili ide. Beberapa komunitas di seluruh dunia datang dengan ideogram yang bervariasi untuk mewakili ide-ide sebanyak mungkin, namun, ide-ide seperti ekspresi emosi bersifat universal di alam, sehingga ideogram banyak mengungakp ciri manusia dengan ekspresinya di masa itu. Ideografi adalah sumber awal untuk sebagian besar sistem penulisan logographic seperti naskah di Cina. Karena bahasa dibentuk dari penggambaran ide-ide, tentang bagaimana sifat garis, tentang bagaimana keterwakilan manusia dalam tulisan.

Sejarah Awal Mula sunting

Sejak 4.000 tahun lalu, tulisan Tiongkok, Korea, dan Kanji Jepang, berdasarkan ideogram. Cara menulisnya pun masih dari atas ke bawah, dan barisnya berderet ke kiri. Kerugian sistem ini bukan saja lambang semakin rumit, tetapi jumlahnya semakin membengkak sampai puluhan ribu, sehingga sulit pula dalam mempelajari dan menulisnya.

Sementara itu, kaum pedagang Fenisia merasakan keperluan suatu sistem tulisan yang sederhana agar pencatatan kegiatan perdagangan mereka dapat dilakukan secara lebih cepat dan ekonomis. Sekitar 1.000 SM, muncul suatu konsep dalam komunikasi tulisan yang menggabungkan lambang mewakili suara atau bunyi yang timbul dari komunikasi lisan, bukan menggunakan lambang yang mewakili benda (piktogram) atau gagasan (ideogram).

Orang Yunani mulai memungut abjad Fenisia pada sekitar 1.000 SM. Bersamaan abjad, orang Yunani mengambil pula nama Fenisia untuk huruf tersebut, dan me-Yunani-kannya. Aleph, misalnya menjadi alpha; beth menjadi beta. Dari kedua huruf tersebut kita memperoleh perkataan alfabet atau abjad. Perkembangan huruf Ibrani, Arab, Suriah, dan Sanskerta mendapat pengaruh kuat pula dari huruf Fenisia yang terdiri atas 22 konsonan.

Orang Romawi yang mulai membentuk kekuasaannya dalam abad ke-8 SM tidak memiliki sendiri sistem tulisannya. Mereka mempelajari tulisan Yunani dan sistem tulisan Etruska (penduduk asli Italia), mencampurkan, dan memperbaiki yang pada akhirnya membentuk tanda-tanda baru Romawi. Dengan dua puluh satu huruf (kapital Romawi) abjad ini bertahan selama berabad-abad.

Perwajahan huruf, selanjutnya masih dapat ditelusuri sisilahnya dari masa silam dan dari berbagai faktor zaman yang mempengaruhinya. Gaya huruf teks yang digunakan dalam pencetakan Kitab Injil 42- baris pada pertengahan abad ke-15, misalnya, merupakan peniruan kaligrafi yang biasa dijumpai pada naskah biara Jerman.

Ideografi Dalam Revolusi Percetakan sunting

Eropa dalam masa yang dinamakan para sejarawan sebagai periode ‘modern awal’, yang berlangsung dari kira-kira tahun 1450 sampai tahun 1789. Dengan kata lain mulai dari ‘revolusi percetakan’ sampai kepada revolusi Prancis dan revolusi Industri.[3] Tahun 1450 itu adalah kira-kira tahun penemuan mesin cetak di Eropa oleh Johan Gutenberg dari Mainz yang barangkali terinspirasi oleh teknik memeras anggur ditanah kelahirannya Rhineland yang menggunakan jenis logam yang dapat digerakkan.

Di Cina dan Jepang, teknik percetakan sudah dilakukan sejak lama mulai dari abad ke-8, jika bukan sebelumnya akan tetapi metode yang digunakan biasa dikenal sebagai ‘percetakan blok’ yaitu blok kayu berukir yang digunakan untuk mencetak satu halaman tunggal dari suatu teks khusus. Metode ini tepat sekali untuk budaya-budaya yang menggunakan ribuan gambar ideogram dan bukannya sebuah alfabet yang tediri dari 20 sampai 30 buah huruf. Mungkin karena alasan inilah bahwa penemuan Cina tentang bentuk yang dapat digerakkan dalam abad ke-11 punya dampak yang kecil saja. Akan tetapi pada permulaan abad ke-15, orang Korea telah menciptakan suatu bentuk yang dapat digerkkan dengan apa yang telah digambarkan oleh ilmuwan Prancis Henri-Jean Martin sebagai sesuatu kemiripan yang hampir bersifat khayal dengan apa yang dibuat Gutenberg. Penemuan barat mungkin sekali telah didorong oleh berita-berita tentang apa yang telah terjadi di Timur.[4]

Praktik mencetak tersebar luas di seluruh Eropa melalui penyebaran para pencetak orang Jerman. Pada tahun 1500, percetakan telah didirikan di lebih dari 250 tempat di Eropa: 80 diantaranya di Italia, 52 di Jerman, dan 43 di Prancis. Percetakan itu telah mencapai Basel tahun 1466, Roma tahun 1467, Paris dan Pisel 1468, Venesia tahun 1469, Leuven, Valencia, Krakow dan Buda tahun 1473. Westminster tahun 1467, dan Praha pada tahun 1477. Di antara mereka, percetakan ini telah menghasilkan kira-kira 27.000 judul pada tahun 1500, yang berarti bahwa dengan perkiraan rata-rata hasil cetak 500 eksemplar setiap judulnya kira-kira tiga belas juta buku telah beredar pada tanggal itu Eropa yang berpenduduk 100 juta orang. Kira-kira dua juta dari buku-buku ini dihasilkan di Venice saja, sedangkan Paris merupakan suatu pusat percetakan penting yang lain, dengan 181 tempat kerja pada tahun 1500.

Sebaliknya, percetakan lambat masuk ke Rusia dan dunia Kristen Ortodoks umumnya, sebuah kawasan (termasuk Serbia modern, Rumania dan Bulgaria) di mana alfabetnya biasanya Kirilik dan daya melek hurufnya hanya tebatas pada para biarawan. Tahun 1564, seorang Rusia Putih yang telah dilatih di Polandia membawa sebuah percetakan ke Moskow, namun tempat ia bekerja itu segera dihancurkan oleh segerombolan orang. Situasi ini berubah pada permulaan abad ke-18 berkat upaya Tsar Peter Agung yang mendirikan sebuah percetakan di St. Peterbug tahun 1711.

Di dunia Islam, perlawanan terhadap percetakan tetap kuat sepanjang permulaan periode modern. Bahkan negara-negara Islam telah dianggap sebagai kendala bagi disebarkannya teknologi percetakan dari Cina ke Barat. Menurut seorang duta besar imperium untuk Istanbul pada pertengahan abad ke-16 orang Turki memandangnya sebagai suatu dosa bila mencetak buku-buku keagamaan. Ketakutan akan dicap bid’ah meupakan latar belakang dari perlawanan terhadap percetakan dan pelajaran Barat. Tahun 1515, Sultan Selim I telah mengeluarkan sebuah titah untuk menghukum pelaku praktik percetakan dengan hukuman mati. Pada akhir abad itu, Sultan Murad III mengizinkan dijualnya buku-buku cetakan yang bukan buku agama dengan tulisan Arab.

Referensi sunting

  1. ^ Eko Sujatmiko, Kamus IPS, Surakarta: Aksara Sinergi Media Cetakan I, 2014 halaman 111
  2. ^ Sihombing, Danton MFA. Tipografi dalam Desain Grafis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003
  3. ^ Asa Briggs dan Peter Burke, Sejarah Sosial Media, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal 18
  4. ^ Sudina Dendi, Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung: Remadja Karya, 1986.
  • DeFrancis, John. 1990. The Chinese Language: Fact and Fantasy. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 0-8248-1068-6
  • Hannas, William. C. 1997. Asia's Orthographic Dilemma. University of Hawaii Press. ISBN 0-8248-1892-X (paperback); ISBN 0-8248-1842-3 (hardcover)
  • Unger, J. Marshall. 2003. Ideogram: Chinese Characters and the Myth of Disembodied Meaning. ISBN 0-8248-2760-0 (trade paperback), ISBN 0-8248-2656-6 (hardcover)
  • Asa Briggs dan Peter Burke, Sejarah Sosial Media, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal 18
  • Eko Sujatmiko, Kamus IPS, Surakarta: Aksara Sinergi Media Cetakan I, 2014 halaman 111

Pranala luar sunting