Eseni (bahasa Inggris: Essenes) adalah nama bagi salah satu sekte Yahudi yang hidup dan berkembang di tepi Laut Mati sejak tahun 65-an SM hingga 70-an M.[1]

Lokasi Laut Mati (Dead Sea)

Informasi tentang kelompok ini terdapat di dalam naskah-naskah Laut Mati, meskipun di dalam naskah-naskah tersebut tidak pernah disebut mengenai nama Eseni.[2] Nama Eseni digunakan oleh Filo, Yosefus, dan Plinius (sejarawan-sejarawan Yahudi dan Romawi) untuk menyebut kelompok yang memiliki banyak persamaan dengan kelompok yang disebut di dalam naskah-naskah Laut Mati.[2] Kaum Eseni disebut juga komunitas Qumran sebab Qumran adalah nama tempat yang menjadi pusat kelompok Yahudi tersebut, sebagaimana dikisahkan oleh naskah-naskah Laut Mati.[3] Para ahli Perjanjian Baru cenderung menyamakan komunitas Qumran dengan kaum Eseni, atau menganggap Qumran sebagai pusat dari kelompok-kelompok Eseni lainnya yang terpencar-pencar di Palestina atau di luarnya.[3]

Kaum Eseni menganggap bahwa dunia telah menjadi sangat jahat dan kotor, sehingga mereka berupaya membentuk komunitas sendiri, di mana mereka dapat menjaga kesucian hidup mereka serta terlindungi dari dunia yang jahat.[4] Mereka percaya bahwa Allah akan segera mengintervensi jalannya dunia ini dan menetapkan pemerintahan Allah yang benar di dunia.[4] Karena itulah, mereka membentuk komunitas yang mandiri di Qumran dan mempraktikkan hidup yang terpisah dari dunia luar.[4]

Hubungan Kaum Eseni dengan Kelompok Yahudi Lainnya sunting

Kaum Eseni, sebagaimana kelompok-kelompok Yahudi lainnya, muncul sebagai respons terhadap konflik-konflik politik yang muncul, di mana identitas Yahudi sedang terancam oleh Helenisasi yang dilancarkan oleh penjajah Romawi.[5] Akan tetapi, masing-masing kelompok Yahudi tersebut memilih cara dan norma yang dianggap penting sehingga tidak jarang bertentangan satu dengan yang lain.[4] Kaum Eseni memiliki pertentangan yang kuat terhadap kelompok Farisi dan Saduki, di mana kelompok Farisi dianggap oleh mereka kurang mengikuti hukum Taurat secara literer, sedangkan kaum Saduki dianggap sebagai pemimpin-pemimpin agama yang korup dan salah mengerti hukum Tuhan dalam menjalankan kultus Bait Suci.[4]

Kaum Eseni di Qumran sunting

Qumran terletak di daerah dataran tinggi yang luas di dekat Laut Mati dengan dikelilingi gunung-gunung dan mata air di bagian bawahnya.[2] Di situ komunitas Eseni mendirikan bangunan-bangunan yang sebenarnya telah mulai dibangun tahun 150 SM, ketika Yohanes Hirkanus sedang memerintah di Yerusalem dan kaum Saduki memegang kekuasaan.[2] Bangunan-bangunan tersebut dihancurkan tahun 68 M pada waktu pemberontakan Yahudi pertama oleh tentara Romawi, di mana bangunan-bangunan dibumi-hanguskan dan penghuninya diusir.[1] Orang-orang Romawi kemudian membangun kembali bangunan-bangunannya dan digunakan sebagai kompleks prajurit-prajurit.[1] Setelah sempat direbut oleh Bar Khokba pada pemberontakan kedua, akhirnya bangunan-bangunan tersebut menjadi puing-puing saja setelah pemberontakan tersebut ditumpas.[1]

 
Lokasi komunitas Qumran

Bangunan utama berbentuk empat persegi panjang, berlantai dua, ukuran kasarnya 35 X 70 meter.[1] Salah satu sudutnya diperkuat menjadi bentuk sebuah menara pengawal dengan ruangan-ruangan gudang di bawahnya dan tiga ruangan sempit di atasnya.[1] Di samping itu terdapat sejumlah ruangan sempit dengan bangku-bangku sekeliling tembok.[1] Sebagian besar ruangan berfungsi sebagai ruang pertemuan, dan salah satu ruangan dilengkapi dengan meja-meja tulis, wadah-wadah tinta, dan baskom tempat cuci tangan bagi para ahli tulis.[1] Kemudian bangunan ini dilengkapi juga dengan ruang makan dan ruang menyimpan alat-alat makan.[1] Tata letak bangunan ini menunjukkan bangunan ini dipakai sebagai tempat tinggal suatu komunitas yang cukup besar.[1]

 
Ruang-ruang di bagian Barat dari gedung utama Qumran.

Pengajaran Kaum Eseni sunting

Keterangan mengenai pengajaran Kaum Eseni didapat dari dua dokumen penting, yakni buku Peraturan Persekutuan atau Petunjuk Disiplin, dan buku Peraturan Damaskus.[2] Para ahli berpendapat bahwa Peraturan Damaskus adalah pengembangan lebih lanjut dari Petunjuk Disiplin.[2]

Guru Kebenaran sunting

Akar dari kaum Eseni diduga berasal dari masa setelah pemberontakan Makabe, ketika pengharapan orang-orang beragama digoyahkan oleh sifat-sifat keduniawian raja-raja Hashmonayim.[1] Menurut Peraturan Damaskus, beberapa orang pencari kebenaran kemudian memperoleh pencerahan dari seorang "Guru Kebenaran". Karena itulah, sosok "Guru Kebenaran" ini terdapat di dalam tulisan-tulisan kaum Eseni dan di dalam kidung-kidung pujian yang menggambarkan kehidupan dan karya dia.[1]

Guru Kebenaran digambarkan sebagai seorang yang berasal dari keluarga imam tingkat tinggi Yahudi yang kemudian melihat dunia sekitarnya, yaitu adat istiadat Yahudi, telah dirusakkan dan umat Israel dianggap menyeleweng dari Allah.[1] Kemudian ia menjadi pengkhotbah pembela Taurat dan berhasil mengumpulkan sejumlah pengikut.[1] Ia mengecam orang-orang sezamannya beserta seluruh pemimpin-pemimpin agama.[1] Ia juga menelaah Kitab Suci dan dari situ membangun peraturan-peraturan dan tafsiran-tafsiran baru yang kemudian diajarkan kepada murid-muridnya.[1] Persekutuan itu dianggap sebagai Israel yang benar, dan anggotanya dianggap sebagai "anak-anak terang".[1] Diduga bahwa setelah sang guru meninggal akibat penganiayaan, kemudian murid-muridnya mengundurkan diri dari kehidupan masyarakat umum dan mendirikan komunitas Qumran, di mana mereka terus menelaah Kitab Suci, mentaati peraturan-peraturan yang ketat, dan menantikan hari Tuhan, di mana Allah akan datang sebagai tanda kemenangan mereka.[1]

Taurat Bagi Israel Yang Baru sunting

Komunitas ini sangat memandang negatif kepada dunia yang dianggap telah dikuasai oleh kuasa jahat, sedangkan komunitas mereka adalah anak-anak terang yang menantikan Tuhan turun ke dunia untuk menghancurkan kuasa kegelapan.[1] Untuk menjaga kemurnian diri selaku anak-anak terang, kaum Eseni melakukan berbagai disiplin dan mengikuti peraturan yang ketat.[1] Beberapa peraturan tersebut adalah tidak diizinkan memiliki barang milik pribadi, berjaga-jaga sepanjang malam, belajar bersama anggota lain, menyanyikan kidung-kidung, dan memanjatkan doa.[1] Sebagai penegak dari sistem ini, terdapat jabatan penilik, inspektur, dan hakim, serta imam-imam.[1]

Perang Terakhir sunting

Kelompok ini menafsirkan Kitab Habakuk dalam melihat sejarah dunia.[1] Ketika hari akhir akan datang, seorang nabi akan muncul untuk memproklamasikan kedatangan hari tersebut.[1] Kemudian Allah akan mengutus dua orang mesias, yang satu seorang imam dan yang satu seorang prajurit.[1] Mesias imam dipandang sebagai Guru Kebenaran yang dihidupkan kembali dan diberikan kuasa, sedangkan mesias prajurit akan berasal dari garis keturunan Daud dan bertugas memimpin pasukan Allah dalam perang terakhir melawan kuasa kegelapan.[1] Keduanya akan memerintah umat Yahudi selaku umat Allah dan memperbarui peraturan Israel.[1]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa (Indonesia)Lawrence E. Toombs. 1978. Di Ambang Fajar Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 68.
  2. ^ a b c d e f S. Wismoady Wahono.1986. Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 335.
  3. ^ a b C. Groenen. 1984. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
  4. ^ a b c d e (Inggris)Bart D. Ehrman. 2004. The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings. New York, Oxford: Oxford University Press. P. 39.
  5. ^ John Stambaugh, David Balch. 1997. Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 122.