Determinisme adalah keyakinan filosofis bahwa semua peristiwa terjadi sebagai akibat dari adanya beberapa keharusan dan karenanya tak terelakkan. Secara khusus, gagasan bahwa pilihan-pilihan dari para pelaku rasional tertentu pada masa lalu dapat saja dilakukan dengan cara berbeda—atau bahkan gagasan bahwa keputusan-keputusan dari para pelaku tersebut pada masa mendatang dapat menghasilkan sesuatu yang lain dari apa yang mereka kehendaki—biasanya mendapat tantangan dalam pandangan ini. Dengan demikian, "masalah" kehendak bebas—atau gagasan bahwa kehendak bebas adalah suatu "ilusi"—sering kali timbul sebagai suatu akibat dari klaim utama yang dihasilkan oleh determinisme, yaitu bahwa masa lalu, masa kini, dan masa depan diidentifikasi dengan suatu rangkaian kondisi yang pada hakikatnya tak terputus dan tidak ada satu kondisi pun yang dapat dihindari. Beberapa determinis sepenuhnya menolak gagasan mengenai "kemungkinan" ataupun "keacakan", bahkan menyatakan bahwa gagasan-gagasan tersebut hanya merupakan suatu ciptaan budi dan/atau sekadar hasil imajinasi. Pada akhirnya merupakan suatu hasil dari ketidaktahuan dalam menghadapi segala faktor. Bagaimanapun berbicara mengenai kehendak bebas merupakan perhatian tersendiri, dan setiap pembahasan terkait determinisme pada prinsipnya tidak memerlukan pembahasan mengenai kehendak bebas. Selain isu-isu ini, terdapat perdebatan-perdebatan mengenai usaha keras dari bahasa untuk dapat benar-benar menangkap apa yang dimaksudkan secara tepat—dengan asumsi ada suatu maksud tertentu—ataupun apa sebenarnya hakikat sejati dari realitas terlepas dari bagaimana meyakinkannya hakikat dari konsep determinisme.

"Ada banyak determinisme, tergantung dari prakondisi apa yang dianggap sebagai penentu dari suatu peristiwa atau tindakan."[1] Teori-teori deterministik sepanjang sejarah filsafat berkembang dari keragaman dan terkadang saling tumpang tindih antara berbagai motif dan pertimbangan. Beberapa bentuk determinisme dapat diuji secara empiris dengan ide-ide dari fisika dan filsafat fisika. Kebalikan dari determinisme adalah beberapa jenis indeterminisme (yang lainnya disebut nondeterminisme). Determinisme sering kali dikontraskan dengan kehendak bebas.[2]

Determinisme sering diartikan sebagai determinisme kausal, yang dalam fisika dikenal sebagai sebab-dan-akibat. Konsep ini menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa dalam suatu paradigma yang diberikan terikat oleh kausalitas sedemikian rupa sehingga setiap kondisi (dari suatu objek atau peristiwa) sepenuhnya ditentukan oleh kondisi-kondisi sebelumnya. Pengertian ini dapat dibedakan dari varian-varian determinisme lainnya yang disebutkan di bawah.

Perdebatan-perdebatan yang lain sering kali menyangkut ruang lingkup sistem-sistem yang telah ditentukan (determined); beberapa kalangan berpendapat bahwa seluruh alam semesta adalah suatu sistem determinat tunggal dan kalangan-kalangan lain mengidentifikasi sistem-sistem determinat yang lebih terbatas lainnya (atau multisemesta). Berbagai perdebatan historis melibatkan banyak posisi filosofis dan varian determinisme. Semua itu meliputi perdebatan-perdebatan tentang determinisme dan kehendak bebas, secara teknis dinyatakan sebagai kompatibilistik (memungkinkan koeksistensi keduanya) dan inkompatibilistik (menyangkal kemungkinan dari koeksitensi keduanya).

Lihat pula sunting

Referensi sunting

Catatan sunting

  1. ^ A list of a dozen varieties of determinism is provided in Bob Doyle (2011). Free Will: The Scandal in Philosophy. I-Phi Press. hlm. 145–146 ff. ISBN 0983580200. [pranala nonaktif permanen]
  2. ^ For example, see Richard Langdon Franklin (1968). Freewill and determinism: a study of rival conceptions of man. Routledge & K. Paul. 

Bibliografi sunting

  • Daniel Dennett (2003) Freedom Evolves. Viking Penguin.
  • John Earman (2007) "Aspects of Determinism in Modern Physics" in Butterfield, J., and Earman, J., eds., Philosophy of Physics, Part B. North Holland: 1369-1434.
  • George Ellis (2005) "Physics and the Real World", Physics Today.
  • Epstein, J.M. (1999). "Agent Based Models and Generative Social Science". Complexity. IV: 5. doi:10.1002/(sici)1099-0526(199905/06)4:5<41::aid-cplx9>3.3.co;2-6. 
  • -------- and Axtell R. (1996) Growing Artificial Societies — Social Science from the Bottom. MIT Press.
  • Kenrick, D. T.; Li, N. P.; Butner, J. (2003). "Dynamical evolutionary psychology: Individual decision rules and emergent social norms". Psychological Review. 110: 3–28. doi:10.1037/0033-295x.110.1.3. 
  • Albert Messiah, Quantum Mechanics, English translation by G. M. Temmer of Mécanique Quantique, 1966, John Wiley and Sons, vol. I, chapter IV, section III.
  • Ernest Nagel (March 3, 1960). "Determinism in history". Philosophy and Phenomenological Research. International Phenomenological Society. 20 (8): 291–317. doi:10.2307/2105051. JSTOR 2105051.  (Online version found here)
  • John T Roberts (2006). "Determinism". Dalam Sahotra Sarkar; Jessica Pfeifer. The Philosophy of Science: A-M. Taylor & Francis. hlm. 197 ff. ISBN 0415977096. 
  • Nowak A., Vallacher R.R., Tesser A., Borkowski W., (2000) "Society of Self: The emergence of collective properties in self-structure", Psychological Review 107.

Bacaan lanjutan sunting

  • George Musser, "Is the Cosmos Random? (Einstein's assertion that God does not play dice with the universe has been misinterpreted)", Scientific American, vol. 313, no. 3 (September 2015), pp. 88–93.

Pranala luar sunting