Distemper anjing

Penyakit pada anjing
(Dialihkan dari Canine distemper)

Distemper anjing (bahasa Inggris: canine distemper) adalah penyakit menular bersifat akut sampai subakut pada hewan yang disebabkan oleh Canine morbillivirus. Virus ini menyerang saluran pencernaan, pernapasan, dan sistem saraf pusat. Anjing pada semua umur rentan terhadap serangan virus ini, tetapi anjing muda lebih sering terinfeksi.

Distemper anjing
Informasi umum
Nama lainHard pad disease, food pad disease
SpesialisasiKedokteran hewan
PenyebabCanine morbillivirus (dulu disebut Canine distemper virus)
Aspek klinis
Gejala dan tandaDemam, anoreksia, gangguan pencernaan, pernapasan, dan saraf
Awal muncul3–6 hari
DiagnosisTes diagnostik cepat, PCR
Kondisi serupaRabies, leptospirosis, hepatitis anjing infeksius, keracunan timbal, keracunan organofosfat
Tata laksana
PencegahanPemberian vaksin
PerawatanTerapi simtomatif dan suportif

Spesies rentan sunting

Anjing merupakan reservoir bagi Canine morbillivirus. Meskipun demikian, penyakit distemper dapat diderita oleh hewan dalam famili Canidae (anjing, serigala, rubah), Mustelidae (ferret, mink, sigung, wolverine, marten, badger, berang-berang), sebagian besar Procyonidae (rakun, coatimundi), beberapa Viverridae (binturung, musang palem), Ailuridae, Ursidae, Elephantidae (gajah asia), primata (makaka jepang), dan Felidae besar,[1] seperti harimau sumatra.[2] Spesies virus lain dalam genus Morbillivirus, yakni Phocine morbillivirus, menyebabkan penyakit distemper pada anjing laut.[3]

Tanda klinis sunting

Serigala italia dengan penyakit distemper tingkat lanjut

Distemper anjing memiliki tanda klinis yang beragam. Umumnya, anjing mengalami demam dengan dua fase, gangguan pencernaan dan pernapasan, serta sering disertai dengan komplikasi berupa radang paru-paru dan gangguan saraf. Dalam 3–6 hari setelah terinfeksi virus, hewan menjadi demam dan kemudian mereda. Demam pertama mungkin disertai leukopenia (terutama limfopenia). Pada demam kedua, beberapa tanda klinis seperti keluarnya leleran cairan serosa atau mukopurulen dari mata dan hidung, letargi, dan anoreksia.[1] Gangguan pencernaan yang timbul dapat berupa muntah dan diare, sementara gangguan pernapasan berupa batuk, bersin, kesulitan bernapas, dan radang paru-paru.[4] Infeksi bakteri secara sekunder dapat memperparah tanda klinis. Luka kulit berupa dermatitis pustuler bisa ditemukan. Anjing yang berhasil melewati fase akut, meskipun jarang, dapat mengalami hiperkeratosis pada telapak kaki dan hidung. Infeksi pada anjing muda sering kali menimbulkan hipoplasia enamel gigi.[1][5]

Gangguan saraf sunting

Ketika penyakit telah berlangsung lama, terlihat gangguan sistem saraf pusat seperti fasikulasi lokal (mioklonus, korea, kejang fleksor, hiperkinesia) dan konvulsi, termasuk gerakan rahang yang mengunyah dan salivasi. Selain itu, perilaku berputar-putar, memiringkan kepala, nistagmus, paresis, paralisis, dan sawan secara lokal maupun keseluruhan juga ditunjukkan hewan. Pada anjing tua, radang otak yang mengakibatkan ataksia dan gerakan kompulsif juga ditemukan.[1][6] Gangguan sistem saraf pusat dapat berupa kerusakan akut substansi kelabu berupa sawan dan mioklonus dengan depresi atau kerusakan subakut substansi putih berupa ataksia, paresis, paralisis, dan tremor otot.[7]

Penyebab sunting

Canine distemper virus (CDV) dikenal sebagai penyebab distemper anjing. Namun, pada 2016 Komite Internasional Taksonomi Virus (ICTV) mengubah nama spesies virus ini menjadi Canine morbillivirus.[8] Anjing berusia muda dan anjing yang belum divaksin lebih rentan terhadap infeksi virus ini.[5]

Penularan dan patogenesis sunting

Virus penyebab distemper menular melalui udara dan paparan percikan pernapasan. Setelah masuk melalui rongga hidung, trakea, dan paru-paru, virus dibawa oleh makrofag ke kelenjar limfa dan akan bereplikasi di sini. Dalam satu pekan, viremia terjadi sehingga virus tersebar ke epitel permukaan saluran pernapasan, pencernaan, urogenital, hingga sistem saraf pusat. Jalannya penyakit dalam tubuh bergantung pada galur virus dan sistem imun hewan yang terinfeksi. Bila hewan memiliki kekebalan yang kuat, penyakit distemper akan bersifat subklinis. Bila respons imun lemah, infeksinya bersifat subakut. Sementara itu, bila respons imun gagal mengatasi virus, hewan dapat mati dalam 2–4 pekan pascainfeksi, yang umumnya terjadi akibat kerusakan sistem saraf pusat.[7]

Diagnosis sunting

 
Gambaran histopatologi paru-paru anjing liar afrika dengan penyakit distemper (pewarnaan HE). A. Bronkiolus tersumbat oleh sel radang dan debris sel; B. Gambaran mendetail dari A yang menunjukkan badan inklusi intrasitoplasma eosinofilik (panah) di epitel bronkiolus.

Anjing yang mengalami demam dengan tanda klinis multisistemik perlu dicurigai menderita distemper. Spesimen darah dan urine, serta usap epitel dari konjungtiva, trakea, atau vagina diambil untuk mendeteksi antigen virus penyebab distemper melalui tes diagnostik cepat berbasis tes aliran lateral. Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik juga digunakan menegakkan diagnosis. Jika hewan telah mati dan kemudian dinekropsi, lesi histologis dan uji imunofluoresen digunakan untuk mendiagnosis distemper anjing.[1]

Diagnosis banding sunting

Gangguan pernapasan akibat distemper perlu dibedakan dengan batuk anjing. Tanda klinis pencernaan juga ditemukan pada penyakit-penyakit lain, seperti penyakit parvovirus anjing, penyakit koronavirus anjing, infeksi bakteri, parasit, keracunan, atau penyakit radang usus. Sementara itu, gangguan saraf yang ditimbulkan serupa dengan rabies, infeksi saraf lainnya, serta keracunan timbal dan organofosfat.[7] Hepatitis anjing infeksius dan demam berbintik pegunungan Rocky juga merupakan diagnosis banding penyakit ini.[1]

Pencegahan sunting

Penyakit distemper anjing bisa dicegah dengan vaksinasi. World Small Animal Veterinary Association (WSAVA) merekomendasikan distemper anjing sebagai penyakit yang termasuk dalam program vaksinasi inti pada anjing. Vaksin CDV—dalam bentuk virus hidup yang dilemahkan—diberikan secara parenteral pada usia 6–8 pekan, lalu setiap 2–4 pekan hingga berusia 16 pekan. Anjing dewasa yang baru akan divaksin perlu diberikan dua dosis vaksin dengan jarak 2–4 pekan, tetapi satu dosis vaksin distemper rekombinan dianggap protektif. Sementara itu, vaksinasi penguat diberikan pada anjing usia 6 bulan atau 1 tahun, lalu tidak lebih sering dari setiap 3 tahun.[9]

Penanganan sunting

Bagi anjing penderita distemper, penanganan yang dilakukan bersifat simtomatif dan suportif. Infus diberikan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, sementara obat antimuntah, antidiare, dan antikejang digunakan untuk meredakan tanda klinis. Untuk mengobati infeksi sekunder, antibiotik spektrum luas juga diberikan pada hewan.[1]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f g Creevy, Kate E. (Maret 2018). "Canine Distemper Overview". MSD Manual. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Oktober 2021. Diakses tanggal 1 Februari 2022. 
  2. ^ Mulia, Bongot Huaso; Mariya, Silmi; Bodgener, Jessica; Iskandriati, Diah; Liwa, Setyaningsih Rambu; Sumampau, Tony; Manansang, Jansen; Darusman, Huda S.; Osofsky, Steven A. (2021-03-25). "Exposure of Wild Sumatran Tiger (Panthera tigris sumatrae) to Canine Distemper Virus". Journal of Wildlife Diseases. 57 (2). doi:10.7589/JWD-D-20-00144. ISSN 0090-3558. 
  3. ^ Kennedy, Judith M.; Earle, J.A. Philip; Omar, Shadia; Abdullah, Hani’ah; Nielsen, Ole; Roelke-Parker, Melody E.; Cosby, S. Louise (2019). "Canine and Phocine Distemper Viruses: Global Spread and Genetic Basis of Jumping Species Barriers". Viruses. 11 (10): 944. doi:10.3390/v11100944. ISSN 1999-4915. PMC 6833027 . PMID 31615092. 
  4. ^ "Canine Distemper". Web MD. 10 Februari 2021. Diakses tanggal 2 Februari 2022. 
  5. ^ a b Tilley, L.P.; Smith, F.W.K. (2008). Blackwell's Five-Minute Veterinary Consult: Canine and Feline (edisi ke-4). Iowa: Blackwell Publishing. hlm. 164–168. ISBN 978-0-7817-6567-1. OCLC 271779154. 
  6. ^ "Canine Distemper". American Veterinary Medical Association. Diakses tanggal 2 Februari 2022. 
  7. ^ a b c Barr, Stephen C.; Bowman, Dwight D. (2006). The 5-Minute Veterinary Consult Clinical Companion: Canine and Feline Infectious Diseases and Parasitology. Ames, Iowa: Blackwell Pub. hlm. 79–83. ISBN 0-7817-4766-X. OCLC 60650942. 
  8. ^ "ICTV Taxonomy history: Canine distemper virus". ICTV. Diakses tanggal 18 November 2021. 
  9. ^ Day, M.J.; Horzinek, M.C.; Schultz, R.D.; Squires, R.A. (2016). "WSAVA Guidelines for the vaccination of dogs and cats: WSAVA Vaccination Guidelines". Journal of Small Animal Practice. 57 (1): E1–E45. doi:10.1111/jsap.2_12431.