Biji tasbih (Arab: مسبحة Misbaḥah; سبحة Subḥah) adalah alat berhitung dalam beribadah bermacam-macam umat beragama, baik Agama Samawi dan Agama Dharmik. Sebagian umat Muslim menggunakan biji tasbih sebagai alat menghitung zikir (mengucapkan puji-pujian kepada Tuhan), sedangkan sebagian lainnya menggunakan jari kanan untuk berzikir.[1]

Gambar bij tasbih.
Berkas:Rosario sederhana.jpg
Sebuah rosario umat Katolik.
Biji tasbih yang sedang dipegang oleh biksu Buddha.

Transliterasi sunting

Dalam Katolik biji tasbih lebih sering disebut dengan "biji rosario". Para Buddhisme di Jepang, menamakannya dengan "juzu" (manik-manik menghitung) atau "nenju" (manik-manik pikir), dan kedua kata biasanya diawali dengan huruf 'o-' yang kehormatan (seperti dalam "o-juzu Mala dalam budaya Tiongkok (Tionghoa: pinyin: cháozhū).

Dalam budaya Tiongkok, rosario tersebut bernama zhu shu ("manik-manik menghitung"), untuk zhu ("Buddha manik-manik"), atau zhu nian ("tasbih"). Buddha Theravada di Burma juga menggunakan tasbih, disebut ba-di [bədí]. Biji tasbih tersebut biasanya terbuat dari kayu harum, dengan serangkaian tali berwarna cerah pada ujungnya.

Asal mula sunting

Asal mula yang tepat dari tasbih masih belum pasti, tetapi penggunaan awalnya bisa dilacak jejaknya kedalam agama Hindu di India,[2] kemudian Buddha kemungkinan meminjam konsep dari agama Hindu.[2][3] Terdapat patung seorang pria suci Hindu mengenakan manik-manik berasal pada abad ke-3 SM.[2]

Kemudian menurut Syekh Bakr bin Abdillah Abu Zaid mengatakan bahwa biji tasbih sudah dikenal pada zaman sebelum Islam, tepatnya digunakan oleh umat Buddha, yang diyakini selalu menggunakan tasbih, untuk menyelaraskan antara perbuatan dan ucapannya ketika sedang melakukan persembahyangan.[4] Syekh itu juga menyebutkan bahwa biji tasbih digunakan oleh umat Hindu di India, dan digunakan oleh umat Katolik pada abad pertengahan, bedanya umat Katolik biji tasbihnya hanya terdiri dari 50 biji.[5]

Perkembangan tasbih yang pesat terjadi pada abad 15 M dan 16 M. Dalam kitab Musaahamatul Hindi disebutkan, bahwa umat Hindu terbiasa menggunakan tasbih untuk menghitung ritualnya, sehingga menghitung dzikir dengan tasbih diakui sebagai inovasi dari orang Hindu (India) yang bersekte Brahma. Dari India inilah kemudian biji tasbih menyebar ke berbagai penjuru dunia.

Dalam Islam sunting

Orang Arab menyebutnya biji tasbih dengan bermacam-macam nama, diantaranya adalah subhah, misbahah, tasaabih, nizaam. Sementara orang-orang sufi menyebutnya dengan al mudzakkirah billah (pengingat kepada Allah), raabitatul qulub (pengikat hati), hablul washl atau sauth asy syaithan (cambuk syaitan).

Untuk mengucapkan bacaan tasbih secara berulang-ulang ini diciptakanlah alat yang disebut misbaha dan di Indonesia sendiri disebut juga dengan nama biji tasbih terkadang disingkat menjadi tasbih (tasbeh) saja. Biasanya biji tasbih dibuat dari kayu, namun ada pula biji tasbih yang dibuah dari bji-biji zaitun. Umumnya seutas biji tasbih terdiri dari 99 batu. Angka 99 ini melambangkan 99 Asma Allah. Namun ada pula biji tasbih yang terdiri dari 33 atau 11 batu-batuan. Pada kedua kasus terakhir ini, sang pengguna harus mengulangi lingkaran tiga atau sembilan kali. Meskipun begitu, ada pula biji tasbih yang terdiri dari 100 atau 1.000 batu.

Dua pendapat sunting

 
Alat tasbih yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad yaitu menggunakan jari kanan atau ruas-ruas jari kanan.

Berzikir dengan menggunakan manik-manik yang dirangkai menjadi satu maka para ulama berselisih pendapat, ada yang menilai hal tersebut hukumnya haram, makruh, dan mubah.

Pendapat pertama tidak membolehkan penggunaan biji tasbih ketika berzikir, mereka menentang untuk menggunakannya, dikarenakan perbuatan tersebut tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad. Menurut salah seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Umar, nabi hanya menggunakan jari tangan kanannya ketika berzikir,[1][6][7] dan menurut keyakinan Muslim bahwa semua jari akan ditanya dan diminta berbicara kepada Allah ketika hari Kiamat.[8] Kemudian dikatakan perbuatan itu menyelisihi kebiasaan nabi serta dikatakan pula perbuatan tersebut meniru umat agama lain, dalam perkara tersebut sangatlah dilarang untuk menirunya.[9]

Pendapat kedua membolehkan penggunaan biji tasbih, dikarenakan mengambil kisah istri nabi yang bernama Shafiyah binti Huyay menggunakan biji kurma,[10] dan kisah dari Abu Hurayrah yang menggunakan batu kerikil dalam menghitung bilangan zikir.[11] Tetapi kisah dari Abu Hurayrah dikatakan sebagai hadits lemah (dhaif), dan hadits ini bertentangan dengan hadits shahih yang menyatakan bahwa nabi ketika bertasbih menggunakan jari jemari tangan kanan.

Dalam Katolik sunting

Dalam Katolik biji tasbih ini disebut rosario, setiap bijinya umat sering mengucapkan "Salam Maria penuh".

Dalam Hindu sunting

Penggunaan biji tasbih pertama kali dapat ditelusuri ke agama Hindu,[12] mereka menyebutnya dengan nama japa mala. Japa adalah mengulang nama dari seorang dewa atau mantra. Mala (Sanskrit: माला mālā) berarti "karangan bunga", baik karangan bunga untuk dekorasi atau untuk diletakkan dimakam (Inggris: wreath), atau karangan bunga yang dikenakan diatas kepala (garland).[13]

Japa mala digunakan untuk mengulang bacaan mantra, untuk bentuk lain dari sadhana atau "latihan spiritual" dan sebagai bantuan dari meditasi. Jumlah mala paling umum memiliki 108 manik-manik.[14] Bahan baku yang paling sering digunakan untuk membuat manik-manik adalah biji rudraksha sering digunakan oleh Saiwa dan tanaman ruku-ruku batang (digunakan oleh Waisnawa).

Dalam Buddha sunting


Referensi sunting

  • Majalah As-Sunnah, Edisi 03/Tahun VI/1423H/2002M.
  1. ^ a b Abdullah bin Umar bin Ash, dia menceritakan, رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُهُنَّ بِيَدِهِ “Saya melihat, rasulullah ﷺ menghitung dzikir dia dengan tangannya.” (Hadits riwayat Ahmad No. 6498 dan dinilai hasan oleh Syuaib Al-Arnauth).
  2. ^ a b c Bead One, Pray Too by Kimberly Winston 2008 ISBN 0-8192-2276-3 pages 4-10
  3. ^ Linking Your Beads: The Rosary's History, Mysteries, and Prayers by Patricia Ann Kasten 2011 ISBN 1-59276-929-2 OSV Publishers pages 11-13
  4. ^ Al-Mausu’at Al-‘Arabiyyah Al-Muyassarah, 23/157.
  5. ^ Da’iratul-Ma’arif Al-Islamiyyah, 11/233-234.
  6. ^ Abdullah bin Umar, dia berkata: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْقِدُ التَّسْبِيحَ قَالَ ابْنُ قُدَامَةَ بِيَمِينِهِ. "Saya melihat rasulullah ﷺ menghitung tasbih (dzikirnya); Ibnu Qudamah mengatakan dengan tangan kanannya". (Hadits riwayat Abu Dawud, Bab Tasbih bil hasha, no. 1502.)
  7. ^ Abdullah bin Umar berkata: “Saya melihat nabi bertasbih dengan (jari-jari) tangan kanannya.” (Hadits riwayat Abu Dawud (2/81), At-Tarmidzi (5/521), dan lihat ‘’Shahih al-Jami`’’ (4/271, no. 4865).
  8. ^ Rasulullah ﷺ berpesan kepada kami (para sahabat wanita), يَا نِسَاءَ الْمُؤْمِنَينَ، عَلَيْكُنَّ بِالتَّهْلِيلِ وَالتَّسْبِيحِ وَالتَّقْدِيسِ، وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ، وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ “Wahai para wanita mukminah, kalian harus rajin bertasbih, bertahlil, mensucikan nama Allah. Janganlah kalian lalai, sehingga melupakan rahmat. Hitunglah dengan jari-jari kalian, karena semua jari itu akan ditanya dan diminta untuk bicara.” (HR. Ahmad 27089, Abu Daud 1501, Turmudzi 3583, dan sanadnya dinilai hasan oleh Syuaib Al-Arnauth dan Al-Albani).
  9. ^ Dari ‘Abdurrahmaan bin Tsaabit bin Tsaubaan: Telah menceritakan kepada kami Hassaan bin ‘Athiyyah, dari Abul-Muniib Al-Jurasyiy, dari Ibnu ‘Umar, rasulullah ﷺ: بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي، وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ" “Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga hanya Allah semata lah yang disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya; dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku; dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihi perkaraku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. Hadits riwayat Abu Daawud no. 4031, Ahmad 2/50 & 2/92, Ath-Thabaraaniy dalam Musnad asy-Syaamiyyiin no. 216, ‘Abdun bin Humaid dalam Al-Muntakhab no. 846, Ibnu Abi Syaibah 5/313 & 12/531, Abu Ya’laa Al-Maushiliy sebagaimana dibawakan Al-Bushairiy dalam Ittihaaful-Khairah no. 5437 & 6205, dan lain-lainnya.
  10. ^ Hadits Shafiyah binti Hayyi (isteri rasulullah ﷺ) yang berbunyi: عَنْ كِنَانَةَ مَوْلَى صَفِيَّةَ قَال سَمِعْتُ صَفِيَّةَ تَقُولُ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ يَدَيَّ أَرْبَعَةُ آلَافِ نَوَاةٍ أُسَبِّحُ بِهَا فَقَالَ لَقَدْ سَبَّحْتِ بِهَذِهِ أَلَا أُعَلِّمُكِ بِأَكْثَرَ مِمَّا سَبَّحْتِ بِهِ فَقُلْتُ بَلَى عَلِّمْنِي فَقَالَ قُولِي سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ صَفِيَّةَ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ مِنْ حَدِيثِ هَاشِمِ بْنِ سَعِيدٍ الْكُوفِيِّ وَلَيْسَ إِسْنَادُهُ بِمَعْرُوفٍ وَفِي الْبَاب عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ "Dari Kinanah budak Shafiyah berkata, saya mendengar Shafiyah berkata: Rasulullah pernah menemuiku dan di tanganku ada empat ribu nawat (bijian kurma) yang aku pakai untuk menghitung dzikirku. Aku berkata,”Aku telah bertasbih dengan ini.” Rasulullah bersabda,”Maukah aku ajari engkau (dengan) yang lebih baik daripada yang engkau pakai bertasbih?” Saya menjawab,”Ajarilah aku,” maka Rasulullah bersabda,”Ucapkanlah: سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ. (Maha Suci Allah sejumlah apa yang diciptakan oleh Allah dari sesuatu).” (HR Tirmidzi, dia berkata,”Hadist ini gharib. Saya tidak mengetahuinya, kecuali lewat jalan ini, yaitu Hasyim bin Sa’id Al Kufi.” Ibnu Hajar dalam kitab At Taqrib menyebutnya dhaif (lemah), begitu juga gurunya, Kinanah Maula Shafiyah didhaifkan oleh Al Adzdi).
  11. ^ Hadits Abu Hurairah, ia berkata: كَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَبِّحُ بِالْحَصَى "Rasulullah bertasbih dengan menggunakan kerikil." (HR. Abu Al Qashim Al Jurjaani dalam Tarikh Jurjaan, no. 68. Dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Muhammad bin Rabi’ah Al Qudami yang sering membuat hadits munkar dan maudhu, dan didhaifkan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah, no.1002).
  12. ^ Untracht, Oppi (2008). "Rosaries of India". Traditional Jewelry of India. Retrieved 2012-01-14.
  13. ^ Apte, Vaman Shivaram. A Practical Sanskrit Dictionary. p. 1267.
  14. ^ The Significance of the number 108. Retrieved 2007-12-23.

Pranala luar sunting