Bahasa Tokharia

bahasa Indo-Eropa punah di Asia

Bahasa Tokharia adalah salah satu cabang rumpun bahasa Indo-Eropa yang kurang jelas sejarahnya. Bahasa ini terbagi menjadi dua dialek yaitu bahasa -- Tokharia A (Bahasa Turfania atau Tokharia Timur) dan Bahasa Tokharia B (Bahasa Kuchea atau Tokharia Barat), keduanya sudah lama punah. Bahasa Tokharia terlihat banyak kemiripan dengan bahasa-bahasa Jermanik dan Keltik, daripada bahasa Indo-Eropa lainnya.

Bahasa Tokharia
Pecahan prasasti berbahasa Tokharia B
WilayahCekungan Tarim di Asia Tengah
EtnisBangsa Tokharia
KepunahanAbad ke-9 M
Bentuk awal
Aksara Tokharia
Aspek ketatabahasaan
Tipologi
Kode bahasa
ISO 639-3Mencakup:
xto – Tokharia A
txb – Tokharia B
QIDQ37029
Status konservasi
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Extinct

Tokharia diklasifikasikan sebagai bahasa yang telah punah (EX) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan

Referensi: [1][2]
Lokasi penuturan
Lokasi penuturan Bahasa Tokharia
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B • PW
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kedua bahasa ini pernah dipertuturkan di dataran rendah Tarim di Asia Tengah, sekarang bagian dari provinsi Xinjiang Republik Rakyat Tiongkok. Para penutur bahasa ini diidentifikasikan sebagai orang 'Tokharoi' yang disebut dalam sumber-sumber Yunani. Nama bahasa "Tokharia" sendiri sebenarnya spekulatif. Sumber-sumber Tiongkok sendiri menyebut mereka sebagai kaum 'nomaden barbar'.

Bahasa Tokharia terdokumentasikan dalam beberapa fragmen naskah-naskah manuskrip yang sebagian besar berasal dari abad ke-7 dan ke 8 Masehi (meskipun ada beberapa yang lebih tua). Naskah-naskah ini ditulis di atas daun-daun lontar, lempengan-lempengan kayu dan kertas-kertas China. Semuanya bisa tersimpan dengan baik karena iklim dataran rendah Tarim yang sangatlah kering. Bahasa ini sudah cukup tua ketika ditemukan, karena sudah ada dua dialek yang berbeda yang bisa terbaca dalam naskah-naskah ini.

Keberadaan bahasa Tokharia ini tidaklah pernah terduga oleh para pakar bahasa, sampai ditemukannya fragmen-fragmen naskah kuno ini. Naskah-naskah ini ketika ditemukan, belum diketahui aksaranya. Ternyata aksara yang dipakai termasuk keluarga aksara Brahmi dari India. Bahkan isinya pun sebagian besar merupakan terjemahan teks-teks agama Buddha dalam bahasa Sanskerta. Sebagian daripada naskah-naskah ini malahan berbentuk dwibahasa sehingga bisa dianggap semacam batu Rosetta, dan memudahkan penterjemahan naskah-naskah dalam bahasa tak dikenal ini.

Selain teks-teks Buddha, ada pula teks-teks agama Manichaeisme, korespondensi biara, teks-teks ekonomi, izin-izin kafilah, teks-teks kedokteran dan teks-teks ilmu nujum. Banyak orang Tokharia memeluk ajaran dualitas Manichaeisme dan agama Buddha.

Bahasa Tokharian telah membuat teori tentang penyebaran bangsa Indo-Eropa menjadi kabur, sebab mereka satu-satunya suku bangsa Indo-Eropa yang langsung menyebar ke arah timur dari tanah asal mereka yang diperkirakan di sebelah selatan Rusia atau Ukraina.

Bahasa Tokharia juga merupakan bahasa kekaisaran Kushan yang tidak berlangsung lama tetapi sangat berkuasa. Bahasa Tokharia kemungkinan punah di bawah kekuasaan Uighur, yang bermula setelah orang Arab menaklukan Tokharistan pada abad ke 9 Masehi. Teori ini didukung fakta ditemukannya terjemahan teks-teks dari bahasa Tokharia ke bahasa Uighur. Setelah itu orang-orang Tokharia mulai berbaur dengan orang Uighur dan merupakan cikal-bakal penduduk Xinjiang dewasa ini.

Contoh-contoh bahasa Tokharia ditemukan di situs-situs arkeologi di Kucha dan Karasahr.

Nama sunting

 
Keluarga kerajaan Tokharia (raja, ratu, dan pangeran muda berambut pirang), Kizil, Gua 17 (tembok masuk, panel kiri rendah). Museum Ermitáž.[3][4][5][6]

Kolofon pada manuskrip Buddha dalam bahasa Turk Kuno dari tahun 800 M menyatakan bahwa naskah itu diterjemahkan dari bahasa Sanskerta melalui bahasa twγry. Pada tahun 1907, Emil Sieg dan Friedrich W. K. Müller menduga bahwa ini merujuk pada bahasa yang baru ditemukan di daerah Turpan.[7] Sieg dan Müller, membaca nama ini sebagai toxrï, menghubungkannya dengan etnonim Tókharoi (bahasa Yunani Kuno: Τόχαροι, Ptolemaeus VI, 11, 6, abad ke-2 M), yang diambil dari sebuah bahasa Indo-Iran (bandingkan dengan bahasa Persia Kuno: tuxāri-, bahasa Saka ttahvāra, dan bahasa Sanskerta tukhāra), dan mengusulkan nama "Tokharia" (German Tocharisch). Tócharoi dalam Ptolemaus sering dikaitkan oleh para cendekiawan modern yang merujuk ke Yuezhi dalam catatan sejarah Tiongkok, yang mendirikan Kekaisaran Kushan.[8][9] Sekarang jelas bahwa orang-orang ini sebenarnya menuturkan bahasa Baktria, sebuah bahasa Iran Timur yang telah punah, bukan bahasa Tarim yang tertulis dalam catatan sejarah itu, sehingga istilah "Tokharia" dianggap keliru.[10][11][12]

Namun demikian, istilah tersebut tetap menjadi istilah baku untuk bahasa manuskrip Cekungan Tarim.[13][14]

Pada tahun 1938, Walter Henning menemukan istilah "empattwγry" yang digunakan dalam manuskrip awal abad ke-9 di dalam bahasa Sogdi, Persia Pertengahan, dan Uighur. Dia berpendapat bahwa itu merujuk pada wilayah di tepi timur laut Tarim, termasuk Agni dan Karakhoja, namun bukan Kucha. Dengan demikian dia menyimpulkan bahwa kolofon merujuk pada bahasa Agnea.[15][16]

Meskipun istilah twγry atau toxrï sepertinya menjadi nama dalam bahasa Turk Kuno untuk menyebut bangsa Tokharia, tetapi tidak ditemukan dalam naskah-naskah berbahasa Tokharia.[13] Penunjukan diri yang jelas ārśi muncul dalam naskah berbahasa Tokharia A. Naskah berbahasa Tokharia B menggunakan kata sifat kuśiññe, diserap dari kuśi atau kuči, sebuah nama yang juga dikenal dari catatan berbahasa Tionghoa dan Turk Kuno.[13] Sejarawan bernama Bernard Sergent menggabungkan nama-nama ini untuk menciptakan istilah alternatif Arśi-Kuči untuk rumpun bahasa Tokharia, baru-baru ini direvisi menjadi Agni-Kuči,[17] tetapi nama ini belum digunakan secara luas.

Contoh Kosakata sunting

Contoh kosakata Tokharia dan bahasa Indo-Eropa lainnya
Bahasa Indonesia Tokharia A Tokharia B Yunani Kuno Latin Inggris Sanskerta Proto-Indo-Eropa

satu
dua
tiga
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
seratus
bapak
ibu
saudara
saudari
kuda
sapi
suara

sas
wu
tre
śtwar
päñ
şäk
şpät
okät
ñu
śäk
känt
pācar
mācar
pracar
şar
yuk
ko
vak

şe
wi
trai
śtwer
piś
şkas
şukt
okt
ñu
śak
kante
pācer
mācer
procer
şer
yakwe
keu
vek

heis
dyo
treis
tessares
pente
hex
hepta
okto
ennea
deka
hekaton
pater
meter
(phrater)
(eor)
hippos
bous
phone

ūnus
duo
trēs
quattuor
quīnque
sex
septem
octō
novem
decem
centum
pater
mater
frāter
soror
equus
bos
vox

one
two
three
four
five
six
seven
eight
nine
ten
hundred
father
mother
brother
sister
horse
cow
voice

eka
dvi
tri
catur
pañca
ṣaṣ
sapta
aṣṭa
nava
daśa
śata
pitṛ
mātṛ
bhrātṛ
svasṛ
aśva
go
vāc

oinos
*duwo
*treyes
*qwetwor
*penkwe
*sweks
*septm
*oktou
*newn
*dekm
*kmtom
*p@2ter
*mater
*bhrater
*swesor
*ekwo
*gwou
*wekw

Referensi sunting

  1. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  2. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  3. ^ References BDce-888、889, MIK III 8875, now in the Hermitage Museum."俄立艾爾米塔什博物館藏克孜爾石窟壁畫". www.sohu.com (dalam bahasa Tionghoa). 
  4. ^ Image 16 in Yaldiz, Marianne (1987). Archèaologie und Kunstgeschichte Chinesisch-Zentralasiens (Xinjiang) (dalam bahasa Jerman). BRILL. hlm. xv. ISBN 978-90-04-07877-2. 
  5. ^ "The images of donors in Cave 17 are seen in two fragments with numbers MIK 8875 and MIK 8876. One of them with halo may be identified as king of Kucha." in Ghose, Rajeshwari (2008). Kizil on the Silk Road: Crossroads of Commerce & Meeting of Minds. Marg Publications. hlm. 127, note 22. ISBN 978-81-85026-85-5.  "The panel of Tocharian donors and Buddhist monks , which was at the MIK (MIK 8875) disappeared during World War II and was discovered by Yaldiz in 2002 in the Hermitage Museum" page 65,note 30
  6. ^ Le Coq, Albert von; Waldschmidt, Ernst. Die buddhistische spätantike in Mittelasien, VI. Berlin, D. Reimer [etc.] hlm. 68–70. 
  7. ^ Mallory & Mair (2000), hlm. 280–281.
  8. ^ Mallory & Mair (2000), hlm. 281.
  9. ^ Beckwith (2009), hlm. 380–383.
  10. ^ Adams, Douglas Q. (2001). "Tocharian". Dalam Garry, Jane; Rubino, Carl R. Galvez; Bodomo, Adams B.; Faber, Alice; French, Robert. Facts about the World's Languages: An Encyclopedia of the World's Major Languages, Past and Present. H.W. Wilson. hlm. 748. ISBN 978-0-8242-0970-4. Also arguing against equating the Tocharians with the Tocharoi is the fact that the actual language of the Tocharoi, when attested to in the second and third centuries of our era, is indubitably Iranian. 
  11. ^ Hansen (2012), hlm. 72 "In fact, we know that the Yuezhi used Bactrian, an Iranian language written in Greek characters, as an official language. For this reason, Tocharian is a misnomer; no extant evidence suggests that the residents of the Tocharistan region of Afghanistan spoke the Tocharian language recorded in the documents found in the Kucha region."
  12. ^ Henning (1949), hlm. 161: "At the same time we can now finally dispose of the name 'Tokharian'. This misnomer has been supported by three reasons, all of them now discredited."
  13. ^ a b c Krause, Todd B.; Slocum, Jonathan. "Tocharian Online: Series Introduction". University of Texas at Austin. Diakses tanggal 17 April 2020. 
  14. ^ Mallory, J.P.; Adams, Douglas Q., ed. (1997). Encyclopedia of Indo-European Culture. London: Fitzroy Dearborn. hlm. 509. ISBN 978-1-884964-98-5. 
  15. ^ Henning (1938), hlm. 559–561.
  16. ^ Hansen (2012), hlm. 71–72.
  17. ^ Sergent, Bernard (2005) [1995]. Les Indo-Européens: Histoire, langues, mythes (edisi ke-2nd). Payot. hlm. 113–117. 

Pranala luar sunting