Babad Tanah Jawi

sastra Jawa

Babad Tanah Jawi (Jawa: ꦧꦧꦢ꧀ꦠꦤꦃꦗꦮꦶ, bahasa Indonesia: Sejarah Tanah Jawa) adalah sebuah sastra berbentuk tembang macapat berbahasa Jawa, yang berisi mengenai sejarah pulau Jawa.

Halaman pembuka Babad Tanah Jawi yang disalin pada tahun 1862, koleksi Perpustakaan Kongres Amerika Serikat.

Terdapat beragam susunan, isi dan tidak ditemukan salinan yang berusia lebih tua daripada abad ke-18. Dibuat sebagai karya sastra bertema sejarah yang berbentuk tembang. Sebagai babad dengan pusat zaman kerajaan Mataram, naskah ini tidak pernah lepas dalam setiap kajian mengenai hal hal yang terjadi di tanah Jawa.

Naskah ini juga memuat silsilah cikal bakal raja-raja tanah Jawa, dalam naskah ini penulis memberikan relasi hingga nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu sampai Islam di tanah Jawa.[1]

Teks naskah babad tanah jawi yang memuat silsilah raja-raja Jawa dari nabi Adam, dewa-dewi dalam agama Hindu, tokoh-tokoh dalam mahabarata, cerita Panji Masa Kediri, masa kerajaan Pajajaran di Tatar Sunda, Majapahit hingga masa Demak yang kemudian dilanjutkan lagi dengan silsilah kerajaan Pajang, Mataram, dan berakhir pada masa Kartasura.

Naskah ini dipakai sebagai salah satu referensi dalam melakukan rekonstruksi sejarah pulau Jawa. Namun menyadari kentalnya campuran mitos dan pengkultusan, para ahli selalu menggunakannya dengan pendekatan kritis dan tidak menjadikannya sebagai rujukan primer.[2]

Versi sunting

 
Versi lain (sekitar abad ke-19)

Babad Tanah Jawi dikelompokkan menjadi dua kelompok induk naskah:

  • Pertama, induk Babad Tanah Jawi yang ditulis oleh Carik Tumenggung Tirtowiguno (Carik Braja)[3] atas perintah Pakubuwana III. Induk ini telah beredar pada tahun 1788. Pada tahun 1874, Johannes Jacobus Meinsma menerbitkan versi gancaran (prosa) dari induk ini yang dikerjakan oleh Ngabehi Kertapraja.[4][5] W. L. Olthof pernah mereproduksi ulang versi Meinsma pada tahun 1941. Pada kedua versi tersebut, nama Ngabehi Kertapradja tidak dicantum.[6] Menurut Merle Calvin Ricklefs, versi Meinsma bukan sumber utama yang bisa diterima untuk riset sejarah, dan sebaliknya mengakui edisi Olthof.[7]
  • Kedua, induk Babad Tanah Jawi yang ditulis oleh Carik Adilangu II yang hidup di masa Pakubuwana I dan Pakubuwana II. Naskah tertuanya bertanggal tahun 1722.[6]

Perbedaan keduanya terletak pada penceritaan sejarah Jawa Kuno sebelum munculnya cikal bakal kerajaan Mataram. Kelompok pertama hanya menceritakan riwayat Mataram secara ringkas, berupa silsilah dilengkapi sedikit keterangan, sementara kelompok kedua dilengkapi dengan kisah panjang lebar.

Babad Tanah Jawi telah menyedot perhatian banyak ahli sejarah. Antara lain, H. J. de Graaf. Menurutnya, apa yang tertulis di Babad Tanah Jawi dapat dipercaya, khususnya peristiwa sejarah abad ke-16 sampai pada abad ke-18. Namun, untuk sejarah di luar era itu, de Graaf tidak menyebutnya sebagai data sejarah karena sarat dengan campuran mitologi, kosmologi, dan dongeng.

Menjelang Perang Dunia II, Balai Pustaka juga menerbitkan berpuluh-puluh jilid Babad Tanah Jawi dalam bentuk aslinya. Asli sesungguhnya karena dalam bentuk tembang dan tulisan Jawa.

Penguasa Jawa menurut Babad Tanah Jawi sunting

Era Jawa Kuno sunting

Kerajaan Kadiri sunting

  • Prabu Gendrayana
  • Prabu Jayapurusa
  • Prabu Sariwahana
  • Prabu Batara Aji Jayabaya
  • Prabu Jaya Amijaya
  • Prabu Jaya Amisena
  • Prabu Aji Pamasa

Kerajaan Pengging sunting

  • Prabu Pancadriya
  • Prabu Anglingdriya
  • Prabu Darmamaya

Kerajaan Janggala sunting

  • Lembu Amiluhur
  • Raden Panji
  • Kuda Laleyan
  • Prabu Banjaransari
  • Prabu Mundingsari
  • Prabu Sri Pamekas

Kerajaan Majapahit sunting

  • Raden Sesuruh
  • Raden Anom
  • Raden Adaningkung
  • Raden Hayam Wuruk
  • Raden Lembu Amisani
  • Raden Bratanjung
  • Raden Alit atau Prabu Brawijaya

Era Jawa Pertengahan sunting

Kerajaan Demak sunting

Kerajaan Pajang sunting

Kerajaan Mataram sunting

Era Jawa Baru sunting

Perjanjian Giyanti membagi wangsa Mataram menjadi dua kekuasaan, kepada Pakubuwana di Surakarta dan Hamengkubuwana di Yogyakarta. Sedangkan Perjanjian Salatiga membagi kekuasaan baru dari Pakubuwana, yaitu Mangkunagara.

Kesunanan Surakarta sunting

  1. Pakubuwana II / Sunan Kumbul (1745 – 1749)
  2. Pakubuwana III (1749 – 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
  3. Pakubuwana IV / Sunan Bagus (1788 – 1820)
  4. Pakubuwana V / Sunan Sugih (1820 – 1823)
  5. Pakubuwana VI / Sunan Bangun Tapa (1823 – 1830)
  6. Pakubuwana VII (1830 – 1858)
  7. Pakubuwana VIII (1859 – 1861)
  8. Pakubuwana IX (1861 – 1893)
  9. Pakubuwana X (1893 – 1939)
  10. Pakubuwana XI (1939 – 1944)
  11. Pakubuwana XII (1944 – 2004)
  12. Pakubuwana XIII (2004 – sekarang)

Kesultanan Yogyakarta sunting

  1. Hamengkubuwana I / Pangeran Mangkubumi (13 Februari 1755 - 24 Maret 1792)
  2. Hamengkubuwana II / Sultan Sepuh (2 April 1792 - 1810) periode pertama
  3. Hamengkubuwana III (1810 -  1811) periode pertama
  4. Hamengkubuwana IV / Sultan Besiyar (9 November 1814 - 6 Desember 1823)
  5. Hamengkubuwana V (19 Desember 1823 - 17 Agustus 1826) periode pertama
  6. Hamengkubuwana VI (5 Juli 1855 - 20 Juli 1877)
  7. Hamengkubuwana VII / Sultan Sugih (22 Desember 1877 - 29 Januari 1921)
  8. Hamengkubuwana VIII (8 Februari 1921 - 22 Oktober 1939)
  9. Hamengkubuwana IX (18 Maret 1940 - 2 Oktober 1988)
  10. Hamengkubawana X (7 Maret 1989 - sekarang)

Kadipaten Mangkunagaran sunting

  1. Mangkunagara I / Pangeran Sambernyawa (1757 - 1795)
  2. Mangkunagara II / di masa muda bergelar Pangeran Surya Mataram dan Pangeran Surya Mangkubumi (1795 - 1835)
  3. Mangkunagara III (1835 - 1853)
  4. Mangkunagara IV (1853 - 1881)
  5. Mangkunagara V (1881 - 1896)
  6. Mangkunagara VI (1896 - 1916)
  7. Mangkunagara VII (1916 - 1944)
  8. Mangkunagara VIII (1944- 1987)
  9. Mangkunagara IX (1987 - 2021)

Referensi sunting

  1. ^ Olthof, W. L. (2017). Floberita Aning, A. Yogaswara, ed. Punika serat Babad Tanah Jawi wiwit saking Nabi Adam doemoegi ing taoen 1647 [Babad Tanah Jawi: Mulai Dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647]. Diterjemahkan oleh Soemarsono, H. R. (edisi ke-5). Yogyakarta: Narasi. 
  2. ^ L., Olthof, W. (2007). Babad Tanah Jawi, mulai dari Nabi Adam sampai tahun 1647 (edisi ke-Cet. 1). Yogyakarta: Narasi. ISBN 9789791680479. OCLC 220090178. 
  3. ^ Bakir; Fawaid, Achmad (2017). "KONTESTASI DAN GENEALOGI"KEBANGKITAN" ISLAM NUSANTARA:KAJIAN HISTORIOGRAFIS BABAD TANAH JAWI". Jurnal Islam Nusantara. 1 (1). [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ Molen, Willem van der (2011). Kritik Teks Jawa: Sebuah pemandangan Umum dan Pendekatan Baru yang Diterapkan Kepada Kunjarakarna. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 9789794617878. 
  5. ^ Meinsma, Johannes Jacobus. "Poenika serat Babad tanah Djawi wiwit saking nabi Adam doemoegi ing taoen 1647": Kaetjap wonten ing tanah Nèderlan ing taoen Welandi 1941, Volume 2
  6. ^ a b Kertapradja, Ngabehi (2014). Babad Tanah Jawi: Edisi Prosa Bahasa Jawa (dalam bahasa jw). Penerbit Garudhawaca. hlm. 3. ISBN 978-602-7949-46-1. 
  7. ^ "Babad Tanah Jawi: Mulai Dari Nabi Adam Sampai Runtuhnya Mataram". www.gramedia.com. Diakses tanggal 2020-12-18. 

Pranala luar sunting

Naskah digital sunting