Antosianin

pigmen dalam tumbuhan

Antosianin (bahasa Inggris: anthocyanin, dari gabungan kata Yunani: anthos = "bunga", dan cyanos = "biru") adalah pigmen yang larut di air yang secara alami terdapat pada berbagai jenis tumbuhan.[1] Sesuai namanya, pigmen ini memberikan warna pada bunga, buah, dan daun tumbuhan hijau,[1] dan telah banyak digunakan sebagai pewarna alami pada berbagai produk pangan dan berbagai aplikasi lainnya.[1] Warna diberikan oleh antosianin berkat susunan ikatan rangkap terkonjugasinya yang panjang, sehingga mampu menyerap cahaya pada rentang cahaya tampak. Sistem ikatan rangkap terkonjugasi ini juga yang mampu menjadikan antosianin sebagai antioksidan dengan mekanisme penangkapan radikal.[2] Antosianin merupakan senyawa organik dari keluarga flavonoid, dan merupakan anggota kelompok senyawa yang lebih besar yaitu polifenol.[3] Beberapa senyawa antosianin yang paling banyak ditemukan adalah pelargonidin, peonidin, sianidin, malvidin, petunidin, dan delfinidin.[4]

Struktur kimia dasar dari antosianin.

Sumber sunting

 
Anggur.
 
Rasberi.
 
Apel.
 
Petunia.

Sebagian besar tumbuhan memiliki kandungan antosianin terbesar pada bagian buahnya.[5] Sebagian tanaman lain, seperti teh, kakao, serealia, buncis, kubis merah dan petunia juga memiliki kandungan antosinin pada bagian tubuh selain buah.[2][6] Anggur merupakan buah yang paling banyak dimanfaatkan sebagai sumber antosianin karena kandungan pigmen tersebut cukup tinggi di dalam kulit anggur.[5] Oleh karena itu, kulit anggur sisa industri pembuatan wine sering dikumpulkan kembali untuk diekstraksi kandungan antosianinnya dengan pelarut yang bersifat asam.[5]

Jenis dan struktur sunting

Hingga saat ini, telah ditemukan sekitar 300 jenis sianidin, beberapa di antaranya disebutkan pada tabel di bawah ini.[5]

Beberapa jenis antosianin dan gugus substitusinya.
Antosinidin Struktur dasar R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7
Aurantinidin   −H −OH −H −OH −OH −OH −OH
Cyanidin −OH −OH −H −OH −OH −H −OH
Delphinidin −OH −OH −OH −OH −OH −H −OH
Europinidin −OCH3 −OH −OH −OH −OCH3 −H −OH
Luteolinidin −OH −OH −H −H −OH −H −OH
Pelargonidin −H −OH −H −OH −OH −H −OH
Malvidin −OCH3 −OH −OCH3 −OH −OH −H −OH
Peonidin −OCH3 −OH −H −OH −OH −H −OH
Petunidin −OH −OH −OCH3 −OH −OH −H −OH
Rosinidin −OCH3 −OH −H −OH −OH −H −OCH3

Faktor-faktor yang memengaruhi kestabilan sunting

Keasaman sunting

Warna yang ditimbulkan oleh antosianin tergantung dari tingkat keasaman (pH) lingkungan sekitar sehingga pigmen ini dapat dijadikan sebagai indikator pH. Warna yang ditimbulkan adalah merah (pH 1), biru kemerahan (pH 4), ungu (pH 6), biru (pH 8), hijau (pH 12), dan kuning (pH 13). Untuk mendapatkan warna yang diinginkan, antosianin harus disimpan menggunakan larutan bufer dengan pH yang sesuai.[5]

Kation sunting

Sebagian kation, terutama kation divalen dan trivalen harus dihindari karena dapat menyebabkan perubahan warna antosianin menjadi biru hingga terjadi pengendapan pigmen.[5] Selain itu, permukaan tembaga, baja ringan, dan besi juga sebaiknya dihindari.[5]

Oksigen sunting

Saat terlarut di dalam suatu larutan campuran, antosianin akan teroksidasi perlahan-lahan.[5]

Sulfur dioksida (SO2) sunting

Apabila sulfur dioksida bereaksi dengan antosianin maka akan terbentuk produk yang tidak berwarna.[5] Reaksi perubahan warna tersebut bersifat reversible sehingga hanya dengan memanaskan SO2 maka warna akan kembali seperti semula.[5]

Protein sunting

Apabila sumber antosianin bereaksi dengan protein maka akan terbentuk uap atau endapan.[5] Peristiwa ini lebih dipengaruhi oleh pigmen non fenolik yang bereaksi dengan protein seperti gelatin.[5]

Enzim sunting

Penggunaan beberapa enzim dalam pengolahan makanan yang mengandung antosianin dapat mengakibatkan kandungan antosianin di dalamnya hilang atau berkurang.[5] Hal ini sebagian disebabkan oleh enzim glukosidase yang ada pada tahap preparasi enzim.[5]

Manfaat bagi kesehatan sunting

Salah satu fungsi antosianin adalah sebagai antioksidan di dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya aterosklerosis, penyakit penyumbatan pembuluh darah.[6] Antosianin bekerja menghambat proses aterogenesis dengan mengoksidasi lemak jahat dalam tubuh, yaitu lipoprotein densitas rendah.[6] Kemudian antosinin juga melindungi integritas sel endotel yang melapisi dinding pembuluh darah sehingga tidak terjadi kerusakan.[6] Kerusakan sel endotel merupakan awal mula pembentukan aterosklerosis sehingga harus dihindari.[6] Selain itu, antosianin juga merelaksasi pembuluh darah untuk mencegah aterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler lainnya.[6] Berbagai manfaat positif dari antosianin untuk kesehatan manusia adalah untuk melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor, meningkatkan kemampuan penglihatan mata, serta berfungsi sebagai senyawa anti-inflamasi yang melindungi otak dari kerusakan.[6] Selain itu, beberapa studi juga menyebutkan bahwa senyawa tersebut mampu mencegah obesitas dan diabetes, meningkatkan kemampuan memori otak dan mencegah penyakit neurologis, serta menangkal radikal bebas dalam tubuh.[2]

Penggunaan sunting

Berbagai macam pigmen antosianin yang diekstrak dari buah-buahan tertentu telah banyak dimanfaatkan sebagai pewarna pada produk minuman ringan, susu, bubuk minuman, minuman beralkohol, produk beku, dll.[5] Penggunaan pewarna alami seperti antosinanin semakin diminati karena dapat mengurangi penggunaan pewarna sintetik yang bersifat toksik dan tidak ramah lingkungan.[7] Antosianin juga dimanfaatkan dalam pembuatan suplemen nutrisi karena memiliki banyak dampak positif bagi kesehatan manusia.[7] Selain itu, antosianin juga dimanfaatkan dalam proses penyimpanan serta pengawetan buah, serta pembuatan selai buah.[5] Di Jepang, antosianin juga digunakan sebagai pewarna kertas (kertas Awobana).[7]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b c (Inggris) Kevin Gould, Kevin M. Davies, Chris Winefield (2008). Anthocyanins: biosynthesis, functions, and applications. Springer. ISBN 978-0-387-77334-6. Page.283-298
  2. ^ a b c (Inggris) Mary Ann Lila (2004). "Anthocyanins and Human Health: An In Vitro Investigative Approach". J Biomed Biotechnol. 5: 306–313. doi:10.1155/S111072430440401X. Diakses tanggal 16 Mei 2010. 
  3. ^ (Inggris) "Recent Advances in Anthocyanin Analysis and Characterization". New Use Agriculture and Natural Plant Products Program, Department of Plant Biology and Pathology, Cook College, Department of Medicinal Chemistry, Ernest Mario School of Pharmacy, Rutgers University; Cara R. Welch, Qingli Wu, dan James E. Simon. Diakses tanggal 2010-12-11. 
  4. ^ Praja, Denny Indra (2015-09-01). Zat Aditif Makanan: Manfaat dan Bahayanya. Garudhawaca. ISBN 978-602-7949-55-3. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p (Inggris) J.D. Houghton, G.A.F. Hendry (1995). Natural food colorants. Springer. ISBN 978-0-7514-0231-5. Page.53-59
  6. ^ a b c d e f g (Inggris) "Anthocyanins". The Chiropractic Resource Organization. 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-03-07. 
  7. ^ a b c (Inggris) Thomas Bechtold, Rita Mussak (2009). Handbook of Natural Colorants. Wiley. ISBN 978-0-470-51199-2. Page.144-147