Ankhesenamun (ˁnḫ-s-n-imn, "Hidupnya adalah Amun"; sek. 1348 – setelah 1322 SM) merupakan seorang ratu Dinasti kedelapan belas Mesir. Lahir sebagai Ankhesenpaaten, ia merupakan putri ketiga dari enam orang putri Pharaoh Mesir, Akhenaten dan Permaisuri yang Agung Nefertiti, dan menjadi Permaisuri yang Agung saudara tirinya Tutankhamun.[1] Perubahan namanya mencerminkan perubahan di dalam agama Mesir kuno selama hidupnya setelah kematian ayahandanya. Masa mudanya didokumentasikan dengan baik di dalam relief kuno dan lukisan dari pemerintahan orangtuanya. Tutankhamun dan Ankhesenamun memiliki ayah yang sama namun ibunda Tut ditetapkan oleh bukti genetik sebagai salah seorang saudari Akhenaten, putri Amenhotep III (sejauh ini tidak teridentifikasi).

Ia mungkin lahir pada tahun 4 dari pemerintahan Akhenaten dan pada tahun 12 dimasa pemerintahan ayahandanya ia bergabung dengan tiga saudarinya. Ia mungkin menjadikan istrinya sebagai wali pemimpin dan membuat keluarganya digambarkan di dalam gaya realistis di dalam semua karya seni resmi.

Ankhesenamun pastinya menikah dengan seorang raja - ia merupakan Permaisuri yang Agung dari pharaoh Tutankhamun. Ia juga mungkin sempat menikah dengan ahli waris Tutankhamun, Ay, yang diyakini oleh beberapa orang adalah kakeknya dari pihak ibundanya.[2] Hal ini juga telah dikemukakan bahwa ia mungkin telah menjadi istri kerajaan besar ayahandanya, Akhenaten, setelah kematian ibundanya dan wakil pemimpin ahli waris Akhenaten, Smenkhkare.

Tes DNA yang baru-baru ini dirilis pada bulan Februari 2010 juga dispekulasikan bahwa salah satu dari dua ratu terakhir dinasti kedelapan belas yang dimakamkan di dalam KV 21 mungkin adalah muminya. Kedua mumi diperkirakan oleh DNA sebagai anggota keluarga dari istana yang memerintah.

Kehidupan Awal sunting

Ankhesenpaaten dilahirkan pada saat Mesir berada dimasa revolusi agama yang sebelumnya (sek. 1348 SM). Ayahandanya mengabaikan dewa-dewa lama Mesir untuk Aten, aspek kecil dari dewa matahari, yang dicirikan sebagai sabit matahari.

Ia dipercaya dilahirkan di Waset (yang sekarang Thebes), tetapi kemungkinan dibesarkan diibu kota ayahandanya yang baru di Akhetaten (yang sekarang Amarna). Tiga kakak perempuannya – Meritaten, Meketaten, dan Ankhesenpaaten – menjadi "Puteri Senior" dan berpartisipasi di dalam banyak peran di pemerintahan dan agama. Tanggal kelahirannya belum diketahui secara pasti.

Kehidupan Selanjutnya sunting

 
Tutankhamun menerima bunga dari Ankhesenpaaten sebagai sebuah lambang cinta.

Ia dipercaya menikah pertama-tama dengan ayah kandungnya sendiri,[3] dan diduga adalah ibu dari Puteri Ankhesenpaaten Tasherit (kemungkinan oleh ayahandanya atau oleh Smenkhkare) ketika ia berusia dua belas tahun meskipun asal usul keturunan itu tidak jelas.[1]

Setelah kematian ayahandanya dan masa pemerintahan Smenkhkare dan Neferneferuaten yang singkat, ia menjadi istri Tutankhamun.[4] Setelah pernikahan mereka, pasangan tersebut memuja dewa-dewa agama yang dipulihkan dengan mengganti nama mereka menjadi Tutankhamun dan Ankhesenamun.[5] Pasangan tersebut tampaknya memiliki dua putri yang mati lahir.[5] Karena istri satu-satunya Tutankhamun yang diketahui adalah Ankkhesenamun, diduga bahwa janin yang ditemukan di dalam makam Tutankhamun adalah putri-putrinya. Suatu hari pada tahun kesembilan dimasa pemerintahannya, pada usianya yang kedelapan belas, Tutankhamun mati mendadak dan meninggalkan Ankhesenamun sendirian tanpa seorang pewaris pada usia yang kedua puluh satu.[5]

Sebuah cincin yang ditemukan diduga menunjukkan bahwa Ankhesenamun menikah dengan Ay tak lama sebelum ia menghilang dari sejarah, meskipun tidak ada monumen yang menunjukkannya sebagai seorang permaisuri.[6] Didinding makam Ay adalah Tey (istri tua Ay), bukan Ankhesenamun, yang tampaknya adalah ratu. Ia kemungkinan meninggal tak lama setelah pemerintahannya dan makamnya masih belum diketemukan sampai saat ini.

Surat-surat Hittite sunting

Sebuah dokumen ditemukan di dalam ibu kota kuno Hittite, Hattusa yang berasal dari periode Amarna; yang disebut "Akta-akta" Suppiluliuma I. Raja menerima sepucuk surat dari ratu Mesir, ketika berada di pengepungan Karkhemish. Surat-surat tersebut berbunyi:

"Suami saya telah tiada dan saya tidak memiliki keturunan. Mereka mengatakan bahwa Anda memiliki banyak anak. Anda bisa memeberikan salah satu putra anda untuk menjadi suami saya. Saya tidak ingin mengambil salah satu pengikut saya sebagai suami... Saya takut."[4]

Dokumen tersebut dianggap luar biasa, karena umumnya orang Mesir menganggap orang asing lebih rendah. Suppiluliuma I terkejut dan berseru kepada orang-orang diistana:

"Belum pernah terjadi hal yang seperti ini disepanjang hidupku!"[7]

Bisa dimaklumkan bahwa ia menjadi waspada dan memanggil utusan untuk menyelidikinya, tetapi dengan begitu ia jadi kehilangan kesempatan untuk membawa Mesir kedalam kekuasaannya. Ia akhirnya mengirim seorang putranya, Zannanza, tetapi pangeran itu meninggal, kemungkinan mati terbunuh di dalam perjalanan.[8]

Identitas dari ratu yang menulis surat tersebut tidak jelas. Ia disebut Dakhamunzu di dalam buku tahunan Hittite, diduga terjemahan dari gelar Mesir Tahemetnesu (Istri Raja).[9] Calon yang diduga adalah Nefertiti, Meritaten,[2] dan Ankhesenamun. Ankhesenamun tampaknya lebih masuk akal karena tidak ada calon ahli waris pada saat suaminya Tutankhamun meninggal, sedangkan Akhenaten memiliki setidaknya dua orang ahli waris yang sah.[4] Selain itu, ungkapan tentang pernikahan dengan 'salah satu pengikut' (diterjemahkan oleh beberapa sebagai 'pelayan') kemungkinan besar ditujukan kepada Wazir Agung Ay[10] yang mendesak janda muda itu untuk menikah dengannya dan mensahkan klaimnya atas tahta Mesir (yang akhirnya dilaksanakannya). Hal ini mungkin juga menjelaskan mengapa ia menggambarkan dirinya sebagai 'takut', terutama mengingat teori populer (namun tidak diterima secara luas) bahwa Ay ada andil di dalam kematian suaminya.[11] Sebuah CT scan yang diambil pada tahun 2005 menunjukkan bahwa kakinya patah sesaat sebelum kematiannya, dan bahwa kakinya menjadi infeksi. Analisis DNA yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan adanya malaria di dalam sistem tubuhnya. Diduga dari dua kondisi ini, malaria dan leiomyomata sebagai penyebab dari kematiannya.[12]

Mumi KV21A sunting

Tes DNA diumumkan dibulan Februari 2010 yang berspekulasi bahwa mumi itu adalah salah satu dari dua ratu Dinasti kedelapan belas yang digali dari KV21 di dalam Lembah Para Raja. Dua janin yang ditemukan terkubur bersama dengan Tutankhamun dibuktikan adalah dan teori yang baru menyatakan bahwa Ankhesenamun adalah ibu mereka. Dengan DNA yang tidak mencukupi yang berasal dari mumi-mumi di dalam KV21 untuk identitas positif dari ratu-ratu tersebut. Dengan adanya DNA yang cukup ditunjukkan bahwa mumi yang diketahui sebagai KV21a pantas sebagai ibu dari kedua janin di dalam makam Tutankhamun. Diasumsikan bahwa ia adalah Ankhesenamun yang cocok sebagai satu-satunya istri Tutankhamun yang diketahui di dalam catatan sejarah. Namun ada satu masalah dengan identifikasi ini: jika KV21a adalah Ankhesenamun, maka mumi KV55 bukan Akhenaten, yang dikenal sebagai ayahandanya di dalam catatan sejarah. Dari DNA yang diambil mumi KV21a cocok sebagai ibu dari kedua janin, tetapi bukan putri KV55. Oleh karena itu: A) mumi ini bukan Ankhesenamun, tetapi adalah istri Tutankhamun yang lainnya, atau B) mumi KV55 bukan Akhenaten, tetapi saudaranya yang lain, yang kemungkinan Smenkhare. Meskipun mumi KV21a tidak memiliki DNA yang konsisten dengan garis keturunan ningrat Dinasti kedelapan belas Mesir, sehingga cocok sebagai anggota keluarga Istana Thutmosid.

KV63 sunting

Setelah penggalian makam KV63 dispekulasikan bahwa makam tersebut dirancang untuk Ankhesenamen karena letaknya yang berdekatan dengan makam Tutankhamun KV62. Juga ditemukan di dalam makam sebuah peti mati (satu dengan jejak seorang perempuan di atasnya), pakaian wanita, perhiasan dan Natron. Fragmen di tembikar yang bertuliskan nama parsial Paaten juga ditemukan di dalam makam tersebut. Satu-satunya anggota keluarga kerajaan yang dikenal memiliki nama ini adalah Ankhesenamen, yang nama aslinya adalah Ankhesenpaaten. Namun tidak ada mumi yang ditemukan di dalam KV63, sehingga hal tersebut hanya tinggal sebagai sebuah spekulasi.

Di dalam media kontemporer sunting

Ankhesenpaaten/Ankhesenamum muncul sebagai karakter fiksi di dalam karya-karya sebagai berikut:

  • sebagai narator di dalam The Last Heiress: A Novel of Tutankhamun's Queen oleh Stephanie Liaci.
  • di dalam sebuah seri Belgia, Het Huis Anubis, sebagai Istri Pendendam Tutankhamun.
  • sebagai karakter utama di dalam novel Christian Jacq, La reine soleil, dan di dalam film animasi adaptasi dari nama yang sama.
  • sebagai karakter utama di dalam The Lost Queen of Egypt oleh Lucile Morrison.
  • sebagai karakter utama di dalam The Twelfth Transforming oleh Pauline Gedge.
  • di dalam sebuah seri manga Red River oleh Chie Shinohara. Penampilan ini berkaitan dengan kejadian Surat-surat Hittite.
  • sebuah karakter di dalam Nefertiti oleh Michelle Moran, sebagai putri ketiga dari enam putri.
  • sebagai karakter utama di dalam novel Tutankhamun and the Daughter of Ra oleh Moyra Caldecott.
  • Namanya digunakan sebagai cinta Imhotep, mumi tituler di dalam film asli tahun 1932 The Mummy, yang dibuat setelah publisitas seputar penemuan makam Tutankhamun. Ia digambarkan oleh Zita Johann. Di dalam remake 1999 The Mummy dan sekuelnya The Mummy Returns ia digambarkan oleh Patricia Velasquez. Di dalam film 1932, namanya dieja Ankh-es-en-amon. Di dalam film 1999, dieja Anck-su-namun.
  • Novel Pillar of Fire oleh Judith Tarr menggambarkan sebagian besar kehidupan Ankhesenamun.
  • di dalam P.C. Doherty trilogi Akhenaten dimana ia terlibat dalam kematian Tutankhamun dan menikah dengan Pangeran Hittite.
  • sebagai karakter utama di dalam The Murder of King Tut, sebuah misteri pembunuhan berdasarkan berdasarkan spekulasi tentang kematian suaminya oleh James Patterson dan Martin Dugard.
  • sebagai karakter utama di dalam Tutankhamun: the Book of Shadows, oleh Nick Drake.

Leluhur sunting

Referensi sunting

  1. ^ a b Dodson, Aidan (2004). The Complete Royal Families of Ancient Egypt. Thames & Hudson. hlm. 148. 
  2. ^ a b Grajetzki, Wolfram (2000). Ancient Egyptian Queens; a hieroglyphic dictionary. London: Golden House. hlm. 64. 
  3. ^ Reeves, Nicholas (2001). Akhenaten: Egypt's False Prophet. Thames and Hudson. 
  4. ^ a b c Manley, Suzie. "Ankhesenamun - Queen of Tutankhamun and Daughter of Akhenaten". Egypt * Pyramids * History. 
  5. ^ a b c "Queen Ankhesenamun". Saint Louis University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-11-11. Diakses tanggal 2014-01-30. 
  6. ^ Dodson, Aidan (2004). The Complete Royal Families of Ancient Egypt. Thames & Hudson. hlm. 153. 
  7. ^ "The Deeds of Suppiluliuma as Told by His Son, Mursili II". Journal of Cuneiform Studies. 10 (2). 1956. Diakses tanggal 2012-09-08. 
  8. ^ Amelie Kuhrt (1997). The Ancient Middle East c. 3000 – 330 BC. 1. London: Routledge. hlm. 254. 
  9. ^ William McMurray. "Towards an Absolute Chronology for Ancient Egypt" (pdf). hlm. 5. 
  10. ^ Christine El Mahdy (2001), "Tutankhamun" (St Griffin's Press)
  11. ^ Brier, Bob (1999) "The Murder of Tutankhamen" (Berkeley Trade)
  12. ^ Roberts, Michelle (2010-02-16). "'Malaria' killed King Tutankhamun". BBC News. Diakses tanggal 2010-03-12. 

Bacaan Selanjutnya sunting

  • Akhenaten, King of Egypt, by Cyril Aldred, 1988, Thames & Hudson.