Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Putrakeren (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Cawang berasal dari kata Cik Awang, seroang perempuan yang memiliki tanah luas -- jadi Cawang.
Baris 17:
 
==Sejarah==
Sebuah toponim di Jakarta Timur, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, yang diduga berasal dari nama seorang letnanperempuan [[Melayu]]pemilik yangtanah mengabdiluas padabernama Awang. Suami Awang beraname Dajeran. Anak Awang adalah KompeniAli, bernamaGimik, Ahmad. Penduduk di sekitarnya sering memanggil [[Encik]] Awang. Encik dalam bahasa Betawi/Melayu adalah paman atau tante. Namun, kata encik sering digunakan untuk orang-orang lain yang dihormati, seperti masih digunakan di Malaysia. Lama-kelamaan sebutan [[Encik]] Awang berubah menjadi Cawang. LetnanSebagian keturunan Encik Awang adalahmasih bawahantinggal daridi KaptenCawang. [[Wan]]Sebagian Abdullagi Bagussudah berpindah ke daerah lain di Jabodetabek. (Sumber dari Hj Habibah, yangibu bersamasaya pasukannya- bermukimHasbullah Thabrany. Hj Jabibah masih berjumpa Nyak Awang, di kawasantahun yang1950 sekarangsebelum dikenalwafatnya. Hj Habibah adalah anak tiri dari Ali bin Jaeran, anak dari Encik Awang. Saya sendiri masih berjumpa dengan namababe [[KampungAli Melayu]]yang dulu tinggal di Jl Mesjid Bendungan kemudian pinah ke Nanggewer Bogor, lalu balik ke Jakarta tinggal di Cawang, di sebelah selatanpintu [[Jatinegara]]masuk tol Jagorawai. Namun, rumahnya terkana gusur ketika jalan Tol Jagorawi disambung dengan Jalan Tol Dalam Kokta. Babe Ali bin Jaeran dimakamkan di Pondok Gede).
 
Kurang jelas, apakah sebagian atau seluruhnya, pada tahun 1759 menurut De Haan, Cawang sudah menjadi milik Pieter van den Velde, di samping tanah-tanah miliknya yang lain seperti Tanjung timur atau Groeneveld, Cikeas, Pondokterong, Tanjungpriok, dan Cililitan. Pada awal abad ke20 Cawang pernah menjadi buah bibir, karena di sana bermukim seorang pesilat beraliran kebatinan, bernama Sairin, alias bapak Cungak. Sairin dituduh oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai dalang kerusuhan di Tangerang pada tahun 1924. Di samping itu, ia pun dinyatakan terlibat dalam pemberontakan Entong Gendut, di Condet tahun 1916. Condet pada waktu itu termasuk bagian tanah partikelir Tanjung OOSI.