Pakubuwana XII: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Akuindo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 29:
| majority =
| order2 =<!-- Can be repeated up to eight times by changing the number -->
| president2 = [[Soekarno]]
| office2 = [[Daerah Istimewa Surakarta|Kepala Daerah Istimewa Surakarta]]
| term_start2 = 1945
Baris 80 ⟶ 81:
Selama revolusi fisik Pakubuwana XII memperoleh pangkat militer kehormatan (tituler) Letnan Jenderal dari [[Soekarno|Presiden Soekarno]]. Kedudukannya itu menjadikan ia sering diajak mendampingi [[Soekarno|Presiden Soekarno]] meninjau ke beberapa medan pertempuran. Tanggal [[12]]-[[13]] [[Oktober]] [[1945]], Pakubuwana XII sendiri bahkan ikut serta menyerbu markas Kenpetai di Kemlayan. Ia juga berkenan ikut melakukan penyerbuan ke markas Kenpetai di Timuran. Sewaktu melakukan penyerbuan ke markas Kido Butai di daerah Mangkubumen, Pakubuwana XII juga menyempatkan berangkat bersama anggota [[KNIL|KNI]] dan berhasil kembali dengan selamat.
 
[[Belanda]] yang tidak merelakan kemerdekaan [[Indonesia]] berusaha merebut kembali negeri ini dengan kekerasan. Pada bulan [[Januari]] [[1946]] ibu kota [[Indonesia]] terpaksa pindah ke [[Yogyakarta]] karena [[Jakarta]] jatuh ke tangan [[Belanda]]. Pemerintahan [[Indonesia]] saat itu dipegang oleh [[Sutan Syahrir]] sebagai [[perdana menteri]], selain [[Soekarno|Presiden SukarnoSoekarno]] selaku kepala negara. Sebagaimana umumnya pemerintahan suatu negara, muncul golongan oposisi yang tidak mendukung sistem pemerintahan [[Sutan Syahrir|Perdana Menteri Sutan Syahrir]], misalnya kelompok [[Jenderal Sudirman]].
 
Karena [[Yogyakarta]] menjadi pusat pemerintahan, secara otomatis [[Surakarta]] yang merupakan saingan lama menjadi pusat oposisi. Kaum radikal bernama Barisan Banteng yang dipimpin Dr. Muwardi dengan berani menculik Pakubuwana XII dan Sutan Syahrir sebagai bentuk protes terhadap pemerintah [[Indonesia]].
Baris 99 ⟶ 100:
Pada [[26 September]] [[1995]], lima puluh tahun setelah kemerdekaan [[Indonesia]], berdasarkan SK No. 70/SKEP/IX/1995, Pakubuwana XII mendapat pemberian Penghargaan dan Medali Perjuangan Angkatan '45 dari pemerintah pusat. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada Pakubuwana XII yang pada masa awal kemerdekaan merupakan raja pertama di [[Indonesia]] yang menyatakan setia dan berdiri di belakang pemerintah republik. Pakubuwana XII juga secara sukarela menyumbangkan sebagian kekayaan pribadinya maupun kekayaan [[Keraton Surakarta]] kepada pemerintah pusat saat itu.
 
Meskipun pada awal pemerintahannya Pakubuwana XII dapat dikatakan gagal secara politik, namun Pakubuwana XII tetap menjadi sosok figur pelindung kebudayaan [[Jawa]]. Pada zaman reformasi, para tokoh nasional, seperti mantan presiden [[Abdurrahman Wahid|Presiden Abdurrahman Wahid]], tetap menghormatinya sebagai salah satu sesepuh tanah [[Jawa]].
 
Pada pertengahan tahun [[2004]], Pakubuwana XII mengalami koma dan menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Panti Kosala Dr. Oen [[Surakarta]]. Akhirnya pada tanggal [[11 Juni]] [[2004]], Pakubuwana XII dinyatakan wafat. Wafatnya Pakubuwana XII bersamaan dengan keramaian kampanye [[Pemilihan umum Presiden Indonesia 2004|Pemilihan Umum Presiden]] di [[Surakarta]]. Sepeninggalnya sempat terjadi perebutan tahta antara KGPH. Hangabehi dangan KGPH. Tejowulan, yang masing-masing menyatakan diri sebagai [[Pakubuwana XIII]].
Baris 127 ⟶ 128:
# GPH. Wijoyo Sudarsono
# GPH. Suryo Wicaksono
# GPH. CahyoningratCahyaningrat
# GPH. Suryo Mataram
* Memiliki dua puluh putri: