Pakubuwana XII: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Baskoro Aji (bicara | kontrib)
Baris 65:
Surya Guritna di masa kecilnya pernah bersekolah di ELS (Europeesche Lagere School) Pasar Legi, [[Surakarta]]. Oleh teman-temannya, Surya Guritna sering dipanggil dengan nama '''Bobby'''. Di sekolah yang sama ini pula beberapa pamannya, putra [[Pakubuwana X]] yang sebaya dengannya menempuh pendidikan. Surya Guritna termasuk murid yang mudah bergaul dan hubungannya dengan teman-teman berlangsung akrab, bahkan ketika di sekolah pun ia bergaul tanpa memandang status sosial yang disandangnya. Waktu kecil ia gemar mempelajari tari-tarian klasik, dan yang paling digemari adalah Tari Handaga dan Tari Garuda. Ia juga pemuda yang gemar mengaji pada Bapak Pradjawijata dan Bapak Tjandrawijata dari Mambaul Ulum. Kegemarannya yang lain adalah olah raga panahan. Mulai tahun [[1938]] Surya Guritna terpaksa berhenti sekolah cukup lama, sekitar lima bulan, karena harus mengikuti ayahandanya yang memperoleh mandat mewakili kakeknya, [[Pakubuwana X]], pergi ke [[Belanda]] bersama raja-raja di [[Hindia Belanda]] saat itu untuk menghadiri undangan perayaan peringatan 40 tahun kenaikan tahta [[Ratu Wilhelmina]].
 
Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan ke Hogere Burger School (HBS) [[Bandung]] bersama beberapa pamannya. Baru dua setengah tahun ia belajar, pecah [[Perang Pasifik]], dan waktu itu bala tentara [[KeaisaranKekaisaran Jepang|Jepang]] menang melawan [[sekutu]] dan [[Hindia Belanda]] pun jatuh ke tangan Jepang.
 
[[Pakubuwana XI]] memintanya pulang dari [[Bandung]] ke [[Surakarta]]. Kemudian, ia harus menerima kenyataan menyedihkan lantaran pada Sabtu, [[1 Juni]] [[1945]], [[Pakubuwana XI]] wafat. Berdasarkan tradisi maka KGPH. Mangkubumi, putra sulung [[Pakubuwana XI]], sesungguhnya yang paling berhak meneruskan tahta. Namun peluang itu tertutup setelah ibundanya, GKR. Kencana (istri pertama [[Pakubuwana XI]]), telah mendahului wafat pada tahun [[1910]] sehingga tidak berkesempatan diangkat sebagai permaisuri tatkala suaminya mewarisi tahta kerajaan. Maka terbukalah peluang untuk Surya Guritna bisa menggantikan [[Pakubuwana XI]] sekalipun berumur paling muda.
 
Teka-teki itu kian terkuak waktu jenazah [[Pakubuwana XI]] dimakamkan di [[Pemakaman Imogiri|Astana Imogiri]], Surya Guritna tidak terlihat hadir di pemakaman. Sebelum naik tahta sebagai raja, Surya Guritna diangkat sebagai putra mahkota dengan gelar KGPH. Purbaya ([[Bahasa Jawa]]: ''Kangjeng Gusti Pangeran Haryo Purboyo''). Terlepas setuju atau tidak, keluarga [[Keraton Surakarta|keraton]] harus mulai bisa menerima pertanda itu, sebab berdasarkan kepercayaan adat [[keraton]], bakal raja dipantangkan datang ke pemakaman. Namun versi lain menyebutkan, pengangkatan Surya Guritna itu berkaitan erat dengan peran yang dimainkan [[Soekarno|Presiden Soekarno]]. Pakubuwana XII dipilih karena masih muda dan mampu mengikuti perkembangan serta tahan terhadap situasi. Meski raja baru telah disepakati, namun bukan berarti seluruh persoalan terselesaikan. Rencana penobatan Surya Guritna itu sempat mendapat tentangan keras dari ''Kooti Jimu Kyoku Tyokan'', Pemerintah Gubernur [[Kekaisaran Jepang|Jepang]]. [[Jepang]] menyatakan tidak berani menjamin keselamatan calon raja.
 
== Riwayat Pemerintahan ==