Paku Alam I: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wic2020 (bicara | kontrib)
Baris 5:
Kiprah BPH Notokusumo dalam kancah politik telah dilakukan ketika masih muda. Sekitar 1780 beliau mendapat gelar Bandoro Pangeran Hario (disingkat BPH), sebuah gelar pejabat senior di Kasultanan Yogyakarta. Putra Raden Ayu Srenggoro ini sangat dekat hubungannya dengan Pangeran Adipati Anom (gelar putra mahkota) yang kelak menjadi [[Hamengkubuwono II]].
 
Pada masa pemerintahan [[Hamengkubuwono II]] timbul intrik-intrik istana yang disulut oleh Patih [[Danurejo II]] (semacam Sekretaris Negara) dan van Braam, minister untuk [[Surakarta]]. Pertentangan antara Sultan HB II dan Patihnya membawa banyak sekali akibat. Hubungan antara [[Hamengkubuwono II]] dan Pangeran Adipati Anom yang kelak menjadi [[Hamengkubuwono III]] tidak harmonis. Untuk meredam ambisi [[Danurejo II]], Sultan mengangkat RT Notodiningrat (kelak menjadi Paku Alam II) menjadi sekretaris istana dan menyerahkan hampir semua urusan Sekretariat Negara padanya. Hal ini semakin memperuncing keadaan yang ada.
 
Dengan sedikit intrik, [[Danurejo II]] berhasil memancing pemberontakan Bupati [[Madiun]], R Rangga. BPH Notokusumo dan terutama putranya RT Notodiningrat ikut terseret dan dituduh mendalangi pemberontakan. Berkat laporan keliru yang dibuat [[Danurejo II]] dan van Braam, [[Daendels]], Gubernur Jenderal Belanda-Perancis di [[Batavia]], memerintahkan pembebasan tugas RT Notodiningrat dari sekretaris istana.
Selanjutnya [[Daendels]] meminta [[Hamengkubuwono II]] untuk menyerahkan Notokusumo dan Notodiningrat ke [[Semarang]]. Akhirnya Notokusumo dan Notodiningrat diberangkatkan ke Semarang dan ditawan disana. Kemudian kedua tawanan dibawa ke Tegal dan selanjutnya ke Cirebon, dimana terjadi upaya pembunuhan terhadap mereka. Setelah dari [[Cirebon]] Notokusumo dan Notodiningrat dipindahkan ke [[Batavia]]. Pada saat yang sama, dengan perundingan dan kekuatan 7000 pasukan Belanda-Perancis, [[Hamengkubuwono II]] dimakzulkan paksa dari tahtanya. Sebagai pengganti diangkatlah Pangeran Adipati Anom sebagai [[Hamengkubuwono III]].
 
Di [[Batavia]] ternyata juga terjadi kejadian yang tak terduga. Daendels dicopot dari jabatannya dan digantikan oleh Gubernur Jenderal [[Jan Willem Janssens]]. Gubernur Jenderal yang baru ini berusaha memulihkan keadaan dengan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan pendahulunya. Notokusumo dan Notodiningrat tidak lagi diperlakukan sebagai tawanan kriminal. Namun beliau berdua tetap belum diperbolehkan kembali ke [[Yogyakarta]].
 
Pada jeda waktu yang tak terlalu lama terdengar berita Bala Tentara Pemerintah Kerajaan [[Inggris]] mulai masuk perairan [[Laut Jawa]]. BPH Notokusumo dan RT Notodiningrat diminta ke Bogor dan diserahkan pada adik Sekretaris Jendral Belanda- Perancis. Setelah tentara Belanda-Perancis kalah di [[Batavia]] dan [[Meester Cornelis]] (sekarang kawasan Jatinegara) serta pasukan Kerajaan Inggris menuju [[Bogor]], Kedua bangsawan [[Yogyakarta]] dipindahkan ke [[Semarang]] dan akhirnya ke [[Surabaya]].
Baris 18:
Di kota lumpia itu BPH Notokusumo mendapat sambutan yang baik. Beliau berterima kasih kepada [[Inggris]] atas kepercayaan terhadapnya dan putranya. Inggris berharap Notokusumo bersedia menjadi mediator antara Inggris dengan Sultan Sepuh yang bertahta kembali dan menentang Inggris. Setidaknya [[Soedarisman Poerwokoesoemo]] mencatat ada dua versi yang berbeda mengenai peran Notokusumo di tahun 1811-1812 di [[Yogyakarta]].
 
Versi pertama mengatakan setelah kembali ke Yogyakarta BPH Notokusumo menjelaskan maksud kedatangannya pada Sultan. Sultan dalam pernyataannya menerima proposal Inggris untuk menyerahkan tahta kepada Adipati Anom dan meminta maaf kepada Inggris atas insiden pembunuhan [[Danurejo II]] yang dilakukan menurut perintahnya dengan kompensasi Inggris memberi amnesty kepada Sultan. Sultan juga meminta agar sikapnya jangan dipublikasikan. Sultan menyambut sendiri Letnan Jenderal Thomas Stamford [[Raffles]] ketika datang ke [[Yogyakarta]] dan mengadakan jamuan kenegaraan.
 
Konflik dan intrik berdarah ternyata tidak berhenti. Kondisi yang berbalik seratus delaan puluh derajat ini menyebabkan Adipati Anom menjadi ketakutan. Kali ini konflik turut menyeret [[Kasunanan Surakarta]] dan [[Kadipaten Mangkunagaran]]. Setelah ibundanya ditahan oleh Sultan Sepuh-karena dianggap ikut mempengaruhi Adipati Anom-, Adipati Anom bekerja sama dengan Kapten Tan Djiem Sing menemui Crawfurd, residen [[Inggris]] untuk Yogyakarta. Dari hasil pertemuannya Crawfurd dalam suratnya kepada Raffles mengusulkan Adipati Anom di angkat lagi menjadi sultan. Dalam surat itu pula Notokusumo diusulkan menjadi Pangeran Merdiko. Akhirnya diusulkan Letnan Gubernur Jenderal datang ke Yogyakarta dengan membawa pasukan untuk berperang.