Pernikahan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Relly Komaruzaman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
JThorneBOT (bicara | kontrib)
clean up, removed: {{Link FA|eu}}
Baris 1:
{{Hubungan dekat}}
[[Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Een_huwelijksoptocht_in_de_vallei_van_de_berg_Salak_TMnr_3728COLLECTIE TROPENMUSEUM Een huwelijksoptocht in de vallei van de berg Salak TMnr 3728-423.jpg|thumb|300px|[[Litografi]] tentang iring-iringan upacara pernikahan pada tahun 1872 di daerah [[Bogor]].]]
'''Pernikahan''' adalah [[upacara]] pengikatan [[janji]] [[nikah]] yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan [[perkawinan]] secara [[norma agama]], [[norma hukum]], dan [[norma sosial]]. [[Upacara pernikahan]] memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi [[suku bangsa]], [[agama]], [[budaya]], maupun [[kelas sosial]]. Penggunaan [[adat]] atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum [[agama]] tertentu pula.
 
Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. [[Upacara pernikahan]] sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama [[teman]] dan [[keluarga]]. [[Wanita]] dan [[pria]] yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan [[suami]] dan [[istri]] dalam ikatan [[perkawinan]].
 
== Etimologi ==
Baris 67:
Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: "''Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.''"
 
Sesuai dengan rumusan itu, pernikahan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja tetapi harus kedua-duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah perkawinan merupakan satu perbuatan hukum di samping perbuatan keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbuatan itu menimbulkan akibat-akibat hukum baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya, sedangkan sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberi aturan-aturan bagaimana perkawinan itu harus dilaksanakan.
 
Dari segi agama [[Islam]], syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan [[hubungan seksual]] sehingga terbebas dari [[perzinaan]]. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan [[Tuhan]], tetapi termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Di [[Indonesia]] yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.
 
Agama Islam menggunakan tradisi perkawinan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara yang sederhana itu nampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: "''Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya.''" Dari pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan hukum Islam dalam perkawinan. Selain itu disebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang menghendaki demikian. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau disebut nikah siri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan di depan [[penghulu]] atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga perkawinan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu.
 
Perkawinan sudah sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Adapun yang termasuk dalam rukun perkawinan adalah sebagai berikut:
Baris 161:
{{Upacara pernikahan}}
{{Kekerabatan}}
{{masyarakat-stub}}
 
[[Kategori:Pernikahan| ]]
 
{{Link FA|eu}}
 
{{masyarakat-stub}}