Bahtera Nuh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak perubahan teks terakhir (oleh 125.167.192.137) dan mengembalikan revisi 8071703 oleh Kenrick95Bot
JThorneBOT (bicara | kontrib)
clean up, replaced: rujukan → Referensi (5), removed: {{Link FA|eo}}
Baris 5:
Sejumlah pemeluk [[Yudaisme Ortodoks|Yahudi Ortodoks]] dan [[Kristen]] berdasarkan [[Perjanjian Lama]] dan umat [[Muslim]] berdasarkan [[Al-Qur'an]] mempercayai bahwa kisah ini benar-benar terjadi. Namun sebagian pemeluk Yahudi Ortodoks dan Kristen yang berdasarkan hipotesis dokumen, menyatakan bahwa kisah yang dikisahkan dalam Kitab Kejadian ini mungkin terdiri dari sejumlah sumber yang setengah independen, dan proses penyusunannya yang berlangsung selama beberapa abad dapat menolong menjelaskan kekacauan dan pengulangan yang tampak di dalam teksnya. Walau begitu, sebagian umat Yahudi Ortodoks dan Krsiten yang mempercayai kisah ini menyatakan bahwa kekacauan itu dapat dijelaskan secara rasional.
 
[[Mitologi Sumeria|Mitos Sumeria]] juga menceritakan kisah seperti ini. Berbeda dengan agama Abrahamik, tokoh dalam kisah Sumeria tidak bernama Nuh namun [[Ziusudra]]. Kisah Sumeria mengisahkan bagaimana Ziusudra diperingatkan oleh para dewa untuk membangun sebuah kapal untuk menyelamatkan diri dari banjir yang akan menghancurkan umat manusia. Tidak hanya dalam agama Abrahamik dan Sumeria, kisah hapir serupa juga ditemukan di banyak kebudayaan di seluruh dunia. Memang, [[Banjir Besar (mitologi)|kisah tentang banjir]] ini adalah salah satu cerita rakyat yang paling umum di seluruh dunia.
 
Kisah Bahtera ini telah diuraikan secara panjang lebar di dalam berbagai [[agama Abrahamik]], yang mencampurkan solusi-solusi teoretis dengan masalah-masalah praktis semisal bagaimana cara Nuh membuang kotoran-kotoran binatang, atau dengan penafsiran-penafsiran alegoris yang mengajak manusia menuju jalan keselamatan dengan mematuhi perintah Tuhan.
 
Pada awal abad ke-18, perkembangan [[geologi]] dan [[biogeografi]] sebagai ilmu pengetahuan telah membuat sedikit sejarawan alam yang merasa mampu membenarkan penafsiran yang harafiah atas kisah Bahtera ini. Namun, para pakar kitab terus meneliti gunung dimana kapal tersebut berlabuh. Namun begitu, Alkitab menyatakan bahwa kapal itu berlabuh di daerah timur laut [[Turki]] dan Al-Qur'an berpendapat bahwa kapal itu mendarat di [[Gunung Judi]].<ref>{{Quran-s|Hud|11|44}}</ref>
Baris 22:
 
== Hipotesis dokumen dan Bahtera ==
[[Berkas:Torah.jpg|thumb|right|thumb|Gulungan Torah, terbuka pada "''Nyanyian Musa''" dalam [[Kitab Keluaran]][[Keluaran 15| pasal 15]]: British Library Add. MS. 4,707]]
 
Cerita Bahtera ini kadang memberikan kesan kerancuan dan menimbulkan sejumlah pertanyaan:<ref>See [[Richard Elliot Friedman]], ''The Bible with Sources Revealed'', HarperSanFrancisco, ISBN 0-06-073065-X.</ref>
Baris 43:
 
=== Cerita-cerita air bah Mesopotamia ===
Kebanyakan sarjana Alkitab modern menerima tesis bahwa cerita air bah di dalam Alkitab berkaitan dengan sebuah siklus [[mitologi Asyur-Babilonia]] yang banyak mengandung kesamaan dengan cerita Alkitab. Mitos air bah Mesopotamia sangat populer—pengisahan kembali yang terakhir dari cierta ini berasal dari abad ke- 3 SM. Sejumlah besar teks-teks asli dalam bahasa [[Sumeria]], [[Kekaisaran Akkadia|Akkadia]] dan [[Asyur]], ditulis dalam [[huruf paku]], telah ditemukan oleh para arkeolog, tetapi tugas pencarian kembali prasasti-prasasti lainnya tetap berlangsung, seperti halnya juga penerjemahan atas prasasti-prasasti yang telah ditemukan.
 
Prasasti-prasasi tertua yang telah ditemukan ini, [[epos Atrahasis]], dapat diduga waktu penulisannya melalui [[Colophon (penerbitan)|colophon]] (identifikasi penulisan) ke masa pemerintahan buyut [[Hammurabi]], [[Ammi-Saduqa]] (1646–1626 SM). Prasasti ini ditulis dalam bahasa Akkadia (bahasa [[Babilonia]] kuno), dan menceritakan bagaimana dewa [[Enki]] memperingatkan sang pahlawan Atrahasis ("Sangat Bijaksana") dari [[Shuruppak]] untuk membongkar rumahnya (yang dibuat dari buluh-buluh) dan membangun sebuah kapal untuk menyelamatkan diri dari air bah yang dipakai oleh dewa [[Enlil]], yang murka karena hingar-bingar di kota-kota, untuk memusnahkan manusia. Kapal ini mempunyai atap "seperti [[Apsu]]" (samudera dunia bawah yang berisikan air tawar yang tuannya adalah Enki), lantai atas dan bawah, dan harus ditutup dengan aspal (bitumen). Atrahasis naik ke kapal itu bersama dengan keluarganya dan binatang-binatang lalu mengunci pintunya. Badai dan air bah pun datang. Bahkan para dewata pun takut. "Mayat-mayat menyumbat sungai seperti capung." Setelah tujuh hari banjir berhenti dan Atrahasis memberikan kurban. Enlil murka, tetapi Enki, sahabat umat manusia, tidak peduli kepadanya - "Aku telah memastikan bahwa kehidupan diselamatkan" - dan pada akhirnya Enki dan Enlil sepakat dengan cara-cara lain untukmengendalikan populasi manusia. Cerita ini juga ada dalam versi [[Asyur]] yang belakangan.<ref>[http://faculty.gvsu.edu/websterm/Atrahasi.htm Teks mitos Atrahasis]</ref>
 
Cerita [[Ziusudra]] dikisahkan dalam [[bahasa Sumeria]] dalam potongan-potongan Kejadian Eridu, yang dapat diperkirakan tanggal penulisannya dari tulisannya yaitu akhir abad ke-17 SM. Cerita ini mengisahkan bagaimana Enki memperingatkan Ziusudra (yang berarti "ia melihat kehidupan," dalam rujukanReferensi kepada hadiah keabadian yang diberikan kepadanya oleh para dewata), raja Shuruppak, tentang keputusan dewata untuk menghancurkan umat manusia dengan air bah—teks yang menggambarkan mengapa dewata telah memutuskan hal ini telah hilang. Enki memerintahkan Ziusudra untuk membangun sebuah kapal yang besar —teks yang menceritakan perintah ini juga hilang. Setelah air bah selama tujuh hari, Ziusudra memberikan kurban yang selayaknya dan menyembah kepada [[An]] (dewa langit) dan Enlil (penghulu dewata), dan memperoleh kehidupan yang kekal di [[Dilmun]], Taman Eden di kalangan bangsa Sumeria.<ref>[http://www.sacred-texts.com/ane/sum/sum09.htm Text tentang mitos Ziusudra]</ref>
 
Kisah tentang [[Utnapishtim]] (terjemahan dari "Ziusudra" dalam [[bahasa Akkadia]]), sebuah episode dalam [[Epos Gilgames]] di kalangan bangsa Babilonia, dikenal dari salinan-salinan milenium pertama dan barangkali berasal dari cerita Atrahasis.<ref>[http://mcclungmuseum.utk.edu/specex/ur/ur-air bah.htm Tinjauan tentang mitos air bah Mesopotamia]</ref><ref>Tigay, hlm. 214-240, 239</ref> [[Ellil]], (setara dengan Enlil), penghulu para dewata, bermaksud menghancurkan seluruh umat manusia dengan air bah. Utnapishtim, raja Shurrupak, diperingatkan oleh dewa [[Ea (dewa Babilonia)|Ea]] (setara dengan Enki) untuk menghancurkan rumah yang dibangunnya dari buluh dan menggunakan bahan-bahannya untuk membangun sebuah bahtera serta memuatinya dengan emas, perak, dan benih dari segala makhluk hidup dan semua tukangnya.. Setelah badai yang berlangsung selama tujuh hari, dan kemudian 12 hari lagi hingga air surut, kapal itu mendarat di Gunung Nizir; setelah tujuh hari lagi Utnapishtim mengeluarkan seekor merpati, yang kemudian kembali, lalu seekor burung layang-layang, yang juga kembali, dan akhirnya seekor gagak, yang tidak kembali. Utnapishtim kemudian memberikan persembahan (yang terdiri dari masing-masing tujuh ekor binatang) kepada para dewata, dan dewata mencium bau harum daging bakar dan berkerumun "seperti lalat." Ellil marah karena ada manusia yang selamat, tetapi Ea memakinya, sambil berkata, "Bagaimana mungkin engkau mengirim air bah tanpa berpikir panjang? Terhadap orang-orang berdosa, biarkanlah dosa mereka tetap ada, tentang mereka yang jahat biarkanlah kejahatannya tetap bertahan. Hnetikanlah, jangan biarkan hal itu terjadi, kasihanilah, [Agar manusia tidak binasa]." Utnapishtim dan istrinya kemudian memperoleh karunia keabadian dan dikirim untuk tinggal "jauh di mulut sungai."<ref>[http://www.piney.com/GilgameshFlood2.html Teks mitos Utnapishtim]</ref>
Baris 54:
 
=== Cerita-cerita air bah lainnya ===
[[Air bah (mitologi)|Cerita-cerita tentang air bah]] tersebar luas dalam mitologi dunia, dengan contoh-contoh praktis dari setiap masyarakat. Padanan Nuh dalam [[mitologi Yunani]] adalah [[Deucalion]], dalam [[Sastra Sanskerta|teks-teks India]] sebuah banjir yang mengerikan dikisahkan telah meninggalkan hanya satu orang yang selamat, yaitu seorang suci yang bernama [[Manu]] yang diselamatkan oleh [[Wisnu]] dalam bentuk seekor ikan, dan dalam [[Zoroastrianisme|Zoroastrian]] tokoh [[Jamshid|Yima]] menyelamatkan sisa-sisa umat manusia dari kehancuran oleh es. Cerita-cerita air bah telah ditemukan pula dalam berbagia mitologi dari banyak bangsa pra-tulisan dari wilayah-wilayah yang jauh dari Mesopotamia dan benua Eurasia; salah satu contohnya adalah legenda orang-orang Indian [[Chippewa]].<ref>[http://www.meta-religion.com/World_Religions/Ancient_religions/North_america/great_serpent.htm Mitos air bah Chippewa]</ref> Mereka yang menafsirkan Alkitab secara [[harafiah]] menunjukkan bahwa cerita-cerita ini adalah bukti bahwa air bah di dalam Alkitab itu, dan Bahteranya, benar-benar terjadi dalam sejarah; para [[etnologi|etnolog]] dan [[mitologi]]s mengatakan bahwa legenda-legenda seperti legenda orang Chippewa harus diperlakukan dengan sangat hati-hati karena adanya kemungkinan kontaminasi dari hubungan mereka dengan agama Kristen (dan keinginan untuk menyesuaikan bahan tradisional agar cocok dengan agama yang baru mereka peluk), serta sebagai kebutuhan yang lazim untuk menjelaskan bencana alam yang tidak dapat dikendalikan oleh masyarakat-masyarakat purba.
 
== Bahtera dalam tradisi Abrahamik ==
[[Berkas:Harîrî_Schefer_Harîrî Schefer -_BNF_Ar5847_f BNF Ar5847 f.51.jpg|left|thumb|200px|[[Ibn Battuta]], 1304-1377, pengelana dunia dari Maroko yang melalui gunung al-Judi, dekat [[Mosul]], yang merupakan tempat berhentinya Bahtera Nuh dalam tradisi Islam.]]
 
=== Dalam tradisi rabinik ===
Cerita Nuh dan Bahtera banyak dibahas dalam [[literatur rabinik]] Yahudi yang belakangan. Kegagalan Nuh untuk memperingatkan orang-orang lain tentang datangnya air bah pada umumnya menyebabkan orang meragukan bahwa ia layak dianggap sebagai orang yang benar -atau barangkali ia orang yang benar hanya bila dibandingkan dengan generasinya sendiri yang jahat? Menurut sebuah tradisi, ia malah telah meneruskan peringatan Allah, menanam pohon aras 120 tahun sebelum datangnya Air Bah itu, sehingga orang-orang yang berdosa dapat melihat dan diimbau agar mengubah cara hidup mereka. Untuk melindungi Nuh dan keluarganya, Allah menempatkan singa dan binatang-binatang buas lainnya untuk menjaga mereka dari orang-orang jahat yang mengejek mereka dan mengancam mereka dengan kekerasan. Menurut sebuah [[midrash]], Allah-lah, atau para [[malaikat]], yang mengumpulkan binatang-binatang itu ke Bahtera, bersama-sama dengan makanan mereka. Karena sebelum masa ini tidak perlu diadakan pembedaan antara binatang yang haram dan yang tidak haram, maka binatang-binatang yang tidak haram memperkenalkan mereka dengan berlutut di hadapan Nuh sementara mereka masuk ke dalam Bahtera. Sebuah pandangan lain mengatakan bahwa Bahtera itu sendiri memisahkan yang haram dengan yang tidak haram, yang tidak haram diterima masing-masing tujuh ekor, sementara yang haram hanya sepasang.
 
Nuh sibuk siang dan malam memberi makan dan memperhatikan binatang-binatang itu. Ia tidak tidur selama satu tahun berada di dalam Bahtera. Binatang-binatang itu adalah yang terbaik dari antara spesiesnya, dan berperilaku dengan sangat baik. Mereka tidak berbiak, sehingga jumlah binatang-binatang yang keluar dari Bahtera persis sama dengan jumlah yang masuk. Namun Nuh dibuat lumpuh oleh singa, sehingga ia tidak layak untuk menjalani tugas-tugas imamat. Karena itu kurban pada akhir pelayaran itu dilaksanakan oleh anaknya, Sem. Burung gagak menciptakan masalah, karena ia menolak keluar dari Bahtera ketika Nuh melepaskannya. Ia mengutuk sang Leluhur dan menuduhnya berniat menghancurkan keturunannya. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh para penafsir, Allah bermaksud menyelamatkan burung gagak itu, karena keturunannya ditakdirkan untuk memberi makan kepada nabi [[Elia]].
Baris 68:
=== Dalam tradisi Kristen ===
[[Berkas:Nuremberg chronicles f 11r 1.png|thumb|200px|right|Pembangunan Bahtera. ''[[Nuremberg Chronicle]]'' ([[1493]]).]]
Para penulis Kristen perdana menciptakan makna-makna alegoris untuk Nuh dan Bahtera. [[Perjanjian Baru]] ([[1 Petrus]] 3:20-21), menyatakan bahwa perdamaian bagi mereka yang ada di Bahtera melalui air bah memberikan gambaran awal tentang orang Kristen yang diselamatkan melalui baptisan. Para seniman Kristen awal juga mengangkat Nuh dalam karya mereka. Mereka seringkali menggambarkan Nuh yang berdiri di sebuah kotak yang kecil di tengah-tengah gelombang, yang menggambarkan tentang Allah yang menyelamatkan Gereja sementara melalui gelombang pergumulan.
 
St. [[Augustinus dari Hippo]] (354-430), dalam ''[[Kota Allah]]'', menunjukkan bahwa ukuran-ukuran Bahtera itu sesuai dengan ukuran tubuh manusia, yaitu tubuh Kristus, yaitu Gereja.<ref>Augustine of Hippo, [http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf102.iv.XV.26.html ''City of God'', XV.26] dari [http://www.ccel.org/ The Christian Classics Ethereal Library] diakses 31 Maret 2006.</ref> St. [[Hieronimus]] (l.k. 347-420) menyebut burung gagak, yang dikeluarkan dan tidak kembali sebagai "burung kejahatan yang kotor" yang diusir lewat baptisan;<ref>Hieronimus, [http://www.ccel.org/ccel/schaff/npnf206.v.LXIX.html ''Letter LXIX.6''] dari [http://www.ccel.org/ The Christian Classics Ethereal Library] diakses 31 Maret 2006.</ref> memberikan gambaran yang lebih bertahan lama, merpati dan ranting zaitun yang melambangkan [[Roh Kudus]] dan pengharapan akan [[perdamaian]] dan, akhirnya, perdamaian.
Baris 77:
 
=== Dalam tradisi Islam ===
Dalam agama Islam, [[Nuh]] merupakan salah satu dari lima [[nabi Islam|nabi penting]] (''[[Ulul Azmi]]''). Ia diperintah untuk mengingatkan kaumnya agar menyembah [[Allah]] yang saat itu menganut [[paganisme]] dengan menyembah berhala-berhala Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nashr<ref>{{Quran-s|Nuh|71|23}}</ref>. Dalam Al-Qur'an, Nuh diperintah selama 950 tahun<ref>{{Quran-s|Al-'Ankabut|29|14}}</ref>. RujukanReferensi-rujukannyaReferensinya tentang Nuh dalam [[al-Qur'an]] bertebaran di seluruh kitab. Surah dalam al-Qur'an yang cukup lengkap menceritakan kisah Nuh adalah [[surah]] [[surah Hud|Hud]] dari ayat 27 hingga 51.
 
Berbeda dengan kisah-kisah Yahudi, yang menggunakan istilah "kotak" atau "peti" untuk menggambarkan Bahtera Nuh, [[surah Al-'Ankabut]] ayat 15 dalam al-Qur'an menyebutnya ''as-Safinati'', sebuah kapal biasa atau bahtera, dan dijelaskan lagi dalam [[surah Al-Qamar]] ayat 13 sebagai "bahtera dari papan dan paku." Surah Hud ayat 44 mengatakan bahwa kapal itu mendarat di [[Gunung Judi]], yang dalam tradisi merupakan sebuah bukit dekat kota Jazirah bin Umar di tepi timur Sungai [[Tigris]] di provinsi [[Mosul]], [[Irak]]. Abdul Hasan Ali bin al-Husayn [[Masudi]] (meninggal 956) mengatakan bahwa tempat pendaratan bahtera itu dapat dilihat pada masanya. Masudi juga mengatakan bahwa Bahtera itu memulai perjalanannya di [[Kuffah]] di Irak tengah dan berlayar ke [[Mekkah]], dan di sana kapal itu mengitari [[Ka'bah]], sebelum akhirnya mendarat di Judi. Surah Hud ayat 41 mengatakan, "Dan Nuh berkata, 'Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.'" Tulisan Abdullah bin 'Umar al-[[Baidawi]] abad ke-13 menyatakan bahwa Nuh mengatakan, "Dengan Nama Allah!" ketika ia ingin bahtera itu bergerak, dan kata yang sama ketika ia menginginkan bahtera itu berhenti.
 
Banjir itu dikirim oleh [[Allah]] sebagai jawaban atas doa Nuh bahwa generasinya yang jahat harus dihancurkan, namun karena Nuh adalah yang benar, maka ia terus menyebarkan peringatan itu, dan 70 orang penyembah berhala bertobat, dan masuk ke dalam Bahtera bersamanya, sehingga keseluruhan manusia yang ada di dalamnya adalah 78 orang (yaitu ke-70 orang ini ditambah 8 orang anggota keluarga Nuh sendiri). Ke-70 orang ini tidak mempunyai keturunan, dan seluruh umat manusia setelah air bah adalah keturunan dari ketiga anak lelaki Nuh. Anak lelaki (atau cucu lelaki, menurut beberapa sumber) yang keempat yang bernama Kana'an termasuk para penyembah berhala, dan karenanya ikut tenggelam.
 
Baidawi memberikan ukuran Bahtera itu yaitu 300&nbsp;hasta, (50 x 30), dan menjelaskan bahwa pada mulanya di tingkat pertama dari tiga tingkat ini diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan, pada tingkat kedua ditempatkan manusia, dan yang ketiga burung-burung. Pada setiap lembar papan terdapat nama seorang nabi. Tiga lembar papan yang hilang, yang melambangkan tiga nabi, dibawa dari Mesir oleh Og, putera Anak, satu-satunya raksasa yang diizinkan selamat dari banjir. Tubuh [[Adam]] dibawa ke tengah untuk memisahkan laki-laki dari perempuan.
Baris 96:
Untuk tanggal air bah ini, kaum literalis mengandalkan penafsiran berdasarkan silsilah yang terdapat dalam Kejadian 5 dan 11. [[Uskup Agung Ussher]], dengan menggunakan metode ini pada abad ke-17, tiba pada tahun 2349 SM, dan tanggal ini masih diterima di banyak kalangan. Namun, seorang sarjana [[fundamentalisme Kristen|fundamentalis Kristen]] yang lebih belakangan, Gerhard F. Hasel, dengan meringkaskan keadaan pemikiran pada masa kini sesuai dengan terang berbagai naskah Alkitab (teks [[Masoret]] dalam [[bahasa Ibrani Alkitab]], berbagai naskah dari [[Septuaginta]] Yunani), dan perbedaan-perbedaan opini tentang penafsiran mereka yang benar, menunjukkan bahwa metode analisis ini hanya dapat menetapkan bahwa air bah itu terjadi antara tahun 3402 dan 2462 SM.<ref>[http://www.grisda.org/origins/07053.htm "...antara tahun 3402 dan 2462 SM."]</ref> Pandangan-pandangan lainnya, yang didasarkan pada sumber-sumber dan metodologi-metodologi lainnya, menghasilkan tanggal-tanggal di luar batas-batas ini — [[Kitab Yobel]] yang [[deuterokanonika|deuterokanonik]], misalnya, memberikan tanggal yang ekuivalen dengan 2309 SM.
 
Kaum literalis menjelaskan bahwa kontradiksi-kontradiksi yang tampaknya ada dalam kisah Bahtera ini adalah akibat konvensi gaya penulisan yang diambil oleh sebuah teks kuno. Jadi, kebingungan tentang apakah Nuh membawa tujuh pasang saja ataukah hanya sepasang dari binatang-binatang yang tidak haram ke dalam Bahtera dijelaskan sebagai hasil dari si pengarang (Musa) yang pertama kali memperkenalkan subyeknya dalam pengertian umum —tujuh pasang dari binatang-binatang yang tidak haram —dan baru belakangan, dengan banyak pengulangan, menjelaskan secara spesifik bahwa binatang-binatang ini masuk ke dalam Bahtera secara berpasangan. Kaum literalis tidak melihat hal-hal yang mebingungkan dalam rujukanReferensi kepada burung gagak —mengapa Nuh tidak boleh melepaskan burung gagak?—mereka pun tidak melihat tanda-tanda tentang penutup alternatif.
 
=== Topik-topik polemik seputar bahtera Nuh ===
Baris 132:
* Epos [[Ziusudra]]
* [[Geologi air bah]]
* [[Kejadian 6]][[Kejadian 9| - 9]]
* [[Mitos air bah Gilgames]]
* [[Pencarian Bahtera Nuh]]
Baris 141:
{{reflist|2}}
 
== RujukanReferensi ==
{{refbegin|2}}
* {{cite book|first=Lloyd R.|last=Bailey|title=Noah, the Person and the Story|year=1989|location=South Carolina|publisher=University of South Carolina Press|id=ISBN 0-87249-637-6}}
Baris 165:
 
{{DEFAULTSORT:Bahtera Nuh}}
 
[[Kategori:Epos Gilgames]]
[[Kategori:Al Qur'an]]
Baris 171 ⟶ 170:
[[Kategori:Mitologi]]
 
{{Link FA|eo}}
{{Link GA|pl}}