Marsillam Simanjuntak: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 71:
 
== Pendidikan ==
Pendidikan formalawal Marsilam Simanjuntak ditempuh di [[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia]] (lulus 1971). Di UI, Simanjuntak menjadi aktivis mahasiswa bersama [[Soe Hok Gie]], [[Goenawan Mohamad]]. Setamat studi kedokteran, Marsillam menyerahkan ijazah kepada ibunya, "Mama, ini saya persembahkan ijazah dokter saya kepada Mama. Ambil dan simpan sebagai tanda bakti dan hormat saya kepada Mama.”
 
Marsillam menekuni studi hukum di [[Fakultas Hukum Universitas Indonesia]] (lulus 1989). Pada usia 46 tahun, Marsillam Simanjuntak mempertahankan skripsi berjudul ''Unsur Hegelian dalam Pandangan Negara Integralistik. ''Skripsinya diterbitkan dalam bentuk buku berjudul ''Pandangan Negara Integralistik'' (Jakarta: Penerbit Graffiti, 1994). Marsillam menjadi pengajar di [[Fakultas Hukum Universitas Indonesia]].
 
== Pemikiran ==
 
=== Buku ===
Buah pemikiran Marsilam Simanjuntak dituangkan dalam buku ''Pandangan Negara Integralistik'' (1994). Buku ini menelusuri kembali tempat dan kedudukan pandangan negara integralistik dalam proses penyusunan UUD 1945.
 
''Pandangan Negara Integralistik'' menguliti sumber filsafat pandangan negara integralistik yang bertentangan dengan asas kedaulatan rakyat. Meski menyoroti pengaruh filsafat G. W. F Hegel dalam pemikiran Soepomo saat pendirian Republik Indonesia, buku ini terlanjur menjadi menjadi bahan bacaan utama aktivis pro-demokrasi untuk memahami penyerapan pandangan totalitarian-integralistik, ''kekeluargaan'' dan ''kesatuan,'' yang diadopsi Presiden Soeharto dalam membangun Orde Baru.
 
=== Kuliah Umum ===
Selepas menjadi birokrat, Marsilam Simanjuntak sesekali memberi kuliah atau ceramah publik. Ia tampil sederhana, dan jenaka, dalam menyampaikan pemikiran di bidang hukum tata negara. Dalam peluncuran Jentera School of Law, Jakarta tahun 2011, Simanjuntak bercanda, menyebut tiga hal yang tidak perlu namun selalu digunakan manusia: kapitalisme, kepercayaan, dan ''powerpoint. ''Yang terakhir, diakuinya, adalah akibat ketidakmampuannya menggunakan ''MS PowerPoint'' dengan baik.
 
Dalam kuliah umum ''Sistem Politik Indonesia setelah Reformasi'', 12 Agustus 2014, Serambi Salihara. Marsillam menyoroti posisi partai pendukung pemerintahan yang menjadi minoritas di parlemen dalam sistem politik Indonesia : <blockquote>''Sebenarnya'', s''ecara konstitusional tidak diatur mengenai cara pengambilan keputusan di DPR. Tidak dikatakan melalui pemungutan suara. Tidak dikatakan dengan suara terbanyak. Sistem suara terbanyak bukan menjadi keharusan di dalam konstitusi kita. Apa yang ada di dalam konstitusi kita? Dalam batang tubuh dalam pasal-pasal, tidak ada satu kata pun. Tetapi dalam pembukaan, itu tersirat dalam ''Pancasila''. ''Pancasila ''mengatakan, mengacu kepada: 'kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan'. Apa artinya? Kerakyatan adalah demokrasi. Jadi, demokrasi menurut Pancasila, bukan demokrasi voting. Bukan demokrasi suara terbanyak. Tapi, permusyawaratan. Perwakilan. Demokrasi representatif, tetapi bermusyawarah. Dan mereka percaya ada hikmat kebijaksanaan di situ.''</blockquote> {{kotak mulai}}