Candi Kidal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pleted (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (2)
Baris 9:
:''Bathara Anusapati menjadi raja''
:''Selama pemerintahannya tanah Jawa kokoh sentosa''
:''Tahun caka Persian Gunung Sambu (1170 C - 1248 M) beliaudia berpulang ke Siwabudaloka''
:''Cahaya beliaudia diujudkan arca Siwa gemilang di candi Kidal''
::(Nagarakretagama : pupuh 41 / bait 1, Slamet Mulyono)
 
== Lokasi ==
Terletak di desa [[Rejokidal]], kecamatan [[Tumpang, Malang|Tumpang]], sekitar 20  km sebelah timur kota [[Malang]] - [[Jawa Timur]], candi Kidal dibangun pada [[1248]] M, bertepatan dengan berakhirnya rangkaian upacara pemakaman yang disebut Cradha (tahun ke-12) untuk menghormat raja [[Anusapati]] yang telah meninggal. Setelah selesai pemugaran kembali pada dekade 1990-an, candi ini sekarang berdiri dengan tegak dan kokoh serta menampakkan keindahannya. Jalan menuju ke Candi Kidal sudah bagus setelah beberapa tahun rusak berat. Di sekitar candi banyak terdapat pohon-pohon besar dan rindang, taman candi juga tertata dengan baik, ditambah lingkungan yang bernuansa pedesaan menambah suasana asri bila berkunjung kesana.
 
Dari daftar buku pengunjung yang ada nampak bahwa Candi Kidal tidak sepopuler “teman”-nya candi [[Candi Singosari|Singosari]], [[Candi Jago|Jago]], atau [[Candi Jawi|Jawi]]. Ini diduga karena Candi Kidal terletak jauh di pedesaan, tidak banyak diulas oleh pakar sejarah, dan jarang ditulis pada buku-buku panduan pariwisata.
Baris 33:
[[Berkas:Candi Kidal D.JPG|thumb|right|Relief II: Garuda mengambil tirta amerta]]
[[Berkas:Candi Kidal E.JPG|thumb|right|Relief III: Garuda menyelamatkan ibunya]]
Pada bagian kaki candi terpahatkan 3 buah relief indah yang menggambarkan cerita legenda [[Garudeya]] (Garuda). Cerita ini sangat popular dikalangan masyarakat Jawa saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan atau ruwatan Kesusastraan Jawa kuno berbentuk kakawin tersebut, mengisahkan tentang perjalanan [[Garuda]] dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci amerta.
 
Cerita ini juga ada pada candi Jawa Timur yang lain yakni di [[candi Sukuh]] (lereng utara G. Lawu). Cerita Garuda sangat dikenal masyarakat pada waktu berkembang pesat agama Hindu aliran Waisnawa (Wisnu) terutama pada periode kerajaan [[Kahuripan]] dan [[Kediri]]. Sampai-sampai Airlangga, raja Kahuripan, setelah meninggal diujudkan sebagai dewa Wisnu pada candi Belahan dan Jolotundo, dan patung Wisnu di atas Garuda paling indah sekarang masih tersimpan di [[museum Trowulan]] dan diduga berasal dari [[Petirtaan Belahan|candi Belahan]].
Baris 53:
Kemungkinan besar sebelum meninggal, Anusapati berpesan kepada keluarganya agar kelak candi yang didirikan untuknya supaya dibuatkan relief Garudeya. Dia sengaja berpesan demikian karena bertujuan meruwat ibunya, Kendedes, yang sangat dicintainya, namun selalu menderita selama hidupnya dan belum sepenuhnya menjadi wanita utama.
 
Dalam prasati [[Mula Malurung]], dikisahkan bahwa Kendedes adalah putri Mpu Purwa dari pedepokan di daerah Kepanjen – Malang yang cantik jelita tiada tara. Kecantikan Ken Dedes begitu tersohor hingga akuwu [[Tunggul Ametung]], terpaksa menggunakan kekerasan untuk dapat menjadikan dia sebagai istrinya prameswari. Setelah menjadi istri Tunggul Ametung, ternyata Ken Dedes juga menjadi penyebab kematian suaminya yang sekaligus ayah Anusapati karena dibunuh oleh Ken Arok, ayah tirinya.
 
Hal ini terjadi karena Ken Arok, yang secara tak sengaja ditaman Boboji kerajaan Tumapel melihat mengeluarkan sinar kemilau keluar dari aurat Kendedes. Setelah diberitahu oleh pendeta Lohgawe, bahwa wanita mana saja yang mengeluarkan sinar demikian adalah wanita [[ardanareswari]], yakni wanita yang mampu melahirkan raja-raja besar di Jawa. Sesuai dengan ambisi Ken Arok maka diapun membunuh Tunggul Ametung serta memaksa kawin dengan Kendedes. Sementara itu setelah mengawini Kendedes, Ken Arok masih juga mengawini [[Ken Umang]] dan menurut cerita tutur Ken Arok lebih menyayangi istri keduanya dari pada Ken Dedes; Sehingga Ken Dedes diabaikan.