Ibnu Qudamah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ibensis (bicara | kontrib)
k menambahkan Kategori:Hanabilah menggunakan HotCat
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (4)
Baris 47:
Ia memiliki kemajuan pesat dalam menkaji ilmu. Menginjak umur 20 tahun, ia pergi ke [[Baghdad]] ditemani saudara sepupunya, Abdul Ghani al-Maqdisi (anak saudara laki-laki ibunya) yang keduanya sebaya.
 
Muwaffaquddin semula menetap sebentar di kediaman Syekh [[Abdul Qadir Al-Jaelani]], di Baghdad. Saat itu Shaikh berumur 90 tahun. Ia mengaji kepada beliaudia Mukhtasar Al-Khiraqi dengan penuh ketelitian dan pemahaman yang dalam, karena ia talah hafal kitab itu sejak di Damaskus. Kemudian wafatlah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah.
 
Selanjutnya ia tidak pisah dengan Syaikh Nashih al-Islam Abdul Fath Ibn Manni untuk mengaji kepada belia madzab Ahmad dan perbandingan madzab. Ia menetap di Baghdad selama 4 tahun. Di kota itu juga ia mengkaji hadis dengan sanadnya secara langsung mendengar dari Imam Hibatullah Ibn Ad-Daqqaq dan lainnya. Setelah itu ia pulang ke Damaskus dan menetap sebentar di keluarganya. Lalu kembali ke Baghdad tahun 576 H.
 
Di Baghdad dalam kunjungannya yang kedua, ia lanjutkan mengkaji hadis selama satu tahun, mendengar langsung dengan sanadnya dari Abdul Fath Ibn Al-Mnni. Setelah itu ia kembali ke Damaskus.
Baris 55:
Pada tahun 574 H ia menunaikan ibadah haji, seusai ia pulang ke Damaskus. Di sana ia mulai menyusun kitabnya Al-Mughni Syarh Mukhtasar Al-Khiraqi (fiqih madzab Imam Ahmad Bin Hambal). Kitab ini tergolong kitab kajian terbesar dalam masalah fiqih secara umum, dan khususnya di madzab Imam Ahmad Bin Hanbal. Sampai-sampai Imam [[‘Izzudin Ibn Abdus Salam As-Syafi’i]], yang digelari Sulthanul ‘Ulama mengatakan tentang kitab ini: “Saya merasa kurang puas dalam berfatwa sebelum saya menyanding kitab al-Mughni”.
 
Banyak para santri yang menimba ilmu hadis kepada beliaudia, fiqih, dan ilmu-ilmu lainnya. Dan banyak pula yang menjadi ulama fiqih setelah mengaji kepada beliaudia. Diantaranya, keponakannya sendiri, seorang qadhi terkemuka, Syaikh Syamsuddin Abdur Rahman Bin Abu Umar dan ulama-ulama lainnya seangkatannya.
 
Di samping itu beliaudia masih terus menulis karya-karya ilmiah di berbagai disiplin ilmu, lebih-lebih di bidang fiqih yang dikuasainya denagn matang. Ia banyak menulis kitab di bidang fiqih ini, yang kitab-kitab karyanya membuktikan kamapanannya yang sempurna di bidang itu. Sampai-sampai ia menjadi buah bibir orang banyak dari segala penjuru yang membicarakan keutamaan keilmuan dan munaqib (sisi-sisi keagungannya).
 
Imam Ibnu Qudamah wafat pada tahun 629 H. Ia dimakamkan di kaki gunung Qasiun di Shalihiya, di sebuah lereng di atas Jami’ Al-Hanabilah (masjid besar para pengikut madzab Imam Ahmad Bin Hanbal).
Baris 78:
# Dzamm at-Ta’wil.
# Dzamm al-Muwaswasin.
# Al-Tbyin fi Nasab al-Qurassiyin.
 
== Perkataan ulama tentangnya ==
Baris 89:
* {{cite book | last=Muhammad DZ | first=Abu Abdurrahman | title=Pokok-pokok Aqidah Ahlus Sunnah wal Jammaah, Ibnu Qudamah| publisher=Pustaka Summayah | location=Pekalongan | year=2007 | isbn=9789792611144 | ref= }}
 
{{islam-bio-stub}}
[[Kategori:Ulama Sunni]]
[[Kategori:Ulama negeri Syam|Qudamah]]
[[Kategori:Hanabilah|Qudamah]]
 
 
{{islam-bio-stub}}