Ismail: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (4)
Baris 1:
{{For|tokoh ini dalam sudut pandang Yahudi dan Kristen|Ismael}}
'''Isma'il''' ({{lang-ar|إسماعيل}}) (sekitar [[1911]]-[[1779]] SM) adalah seorang [[nabi]] dalam kepercayaan [[agama samawi]]. Isma'il adalah putera dari [[Ibrahim]] dan [[Hajar]], kakak tiri dari [[Ishaq]]. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun [[1850]] SM. Ia tinggal di [[Amaliq]] dan berdakwah untuk penduduk Al-Amaliq, bani Jurhum dan Qabilah [[Yaman]]. Namanya disebutkan sebanyak 12 kali dalam [[Al-Quran]]. Ia meninggal pada tahun 1779 SM di Mekkah.
 
Secara tradisional ia dianggap sebagai "Bapak Bangsa Arab", sedangkan menurut Sa'id bin Yahya al Umawiy dalam kitabnya ''al Maghazi'' menuliskan bahwa Isma'il belajar bahasa Arab dari bangsa Arab yang singgah di Makkah dari kalangan dimana ia diutus sebagai nabi. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa Isma'il bukanlah nenek moyang bangsa Arab.
Baris 15:
* [[Adbeel|Izbil]]
* [[Mibsam]] (Masy)
* [[Bashemath]]
 
'''[[Malchut]]'''
Baris 34:
Untuk sesuatu hikmah yang belum diketahui dan disadari oleh Nabi Ibrahim Allah mewahyukan kepadanya agar keinginan dan permintaan Sarah istrinya dipenuhi dan dijauhkanlah Isma'il bersama Hajar ibunya dan Sarah ke suatu tempat di mana yang ia akan tuju dan di mana Isma'il puteranya bersama ibunya akan ditempatkan dan kepada siapa akan ditinggalkan.
 
Maka dengan tawakkal kepada [[Allah]] berangkatlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah membawa Hajar dan Isma'il yang diboncengkan di atas [[unta]]nya tanpa tempat tujuan yang tertentu. Ia hanya berserah diri kepada Allah yang akan memberi arah kepada binatang tunggangannya. Dan berjalanlah [[unta]] Nabi Ibrahim dengan tiga hamba Allah yang berada di atas punggungnya keluar kota masuk ke lautan pasir dan padang terbuka di mana terik [[matahari]] dengan pedihnya menyengat tubuh dan angin yang kencang menghambur-hamburkan debu-debu pasir.
 
=== Perintah meninggalkan Isma'il dan Hajar di Makkah ===
Setelah berminggu-minggu berada dalam perjalanan jauh yang melelahkan, tibalah Nabi Ibrahim bersama Isma'il dan ibunya di [[Makkah]] kota suci di mana [[Kaabah]] didirikan dan menjadi pujaan manusia dari seluruh dunia. Di tempat di mana Masjidil Haram sekarang berada, berhentilah [[unta]] Nabi Ibrahim mengakhiri perjalanannya dan di situlah ia meninggalkan Hajar bersama puteranya dengan hanya dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering.
 
Alangkah sedih dan cemasnya Hajar ketika akan ditinggalkan oleh Ibrahim seorang diri bersama dengan anaknya yang masih kecil di tempat yang sunyi senyap dari segala-galanya kecuali batu gunung dan pasir. Ia seraya merintih dan menangis, memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrahim memohon belas kasihnya, janganlah ia ditinggalkan seorang diri di tempat yang kosong itu, tiada seorang manusia, tiada seekor binatang, tiada pohon dan tidak terlihat pula air mengalir, sedangkan ia masih menanggung beban mengasuh anak yang kecil yang masih menyusu.
 
Nabi Ibrahim mendengar keluh kesah Hajar merasa tidak tega meninggalkannya seorang diri di tempat itu bersama puteranya yang sangat disayangi akan tetapi ia sadar bahwa apa yang dilakukannya itu adalah kehendak Allah yang tentu mengandung hikmat yang masih terselubung baginya dan ia sadar pula bahwa Allah akan melindungi Isma'il dan ibunya dalam tempat pengasingan itu dari segala kesukaran dan penderitaan. Ia berkata kepada Hajar:
:"Bertawakal-lah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan Dialah yang akan melindungimu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini. Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak sesekali aku tega meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat kucintai ini. Percayalah wahai Hajar, bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamanya, insya-Allah."
 
Mendengar kata-kata Ibrahim itu segeralah Hajar melepaskan genggamannya pada baju Ibrahim dan dilepaskannyalah beliaudia menunggang untanya kembali ke [[Palestina]] dengan iringan air mata yang bercurahan membasahi tubuh Isma'il yang sedang menetak. Sedang Nabi Ibrahim pun tidak dapat menahan air matanya ketika ia turun dari dataran tinggi meninggalkan Makkah menuju kembali ke Palestina di mana istrinya Sarah sedang menanti. Ia tidak henti-henti selama dalam perjalanan kembali memohon kepada Allah perlindungan, rahmat dan barakah serta kurnia rezeki bagi putera dan ibunya yang ditinggalkan di tempat terasing itu.
 
Ia berkata dalam doanya:" Wahai Tuhanku! Aku telah tempatkan puteraku dan anak-anak keturunannya di dekat rumah-Mu ([[Baitullah]]) di lembah yang sunyi dari tanaman dan manusia agar mereka mendirikan [[shalat]] dan beribadat kepada-Mu. Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari [[buah]]-buahan yang lezat, mudah-mudahan mereka bersyukur kepada-Mu."
Baris 58:
Tiada keragu-raguan antara siapa yang di korbankan Ibrahim sebab Allah telah berfirman dalam [[Al-Quran]], bahwa Isma'il lah yang dikorbankan.<ref>[http://alquran-indonesia.com/web/quran/listings/details/37/100 surat : Ash-Shaaffat ]</ref> Nabi Ibrahim dari masa ke semasa pergi ke Makkah untuk mengunjungi dan menjenguk Isma'il di tempat pengasingannya bagi menghilangkan rasa rindu hatinya kepada puteranya yang ia sayangi serta menenangkan hatinya yang selalu rungsing bila mengenangkan keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus, jauh dari masyarakat kota dan pengaulan umum.
 
Sewaktu Nabi Isma'il mencapai usia remajanya Nabi Ibrahim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Isma'il puteranya dan mimpi seorang nabi adalah salah satu dari cara-cara turunnya [[wahyu]] Allah, maka perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim. Ia duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi. Sebagai seorang ayah yang dikurniai seorang putera yang sejak puluhan tahun diharap-harapkan dan didambakan, seorang putera yang telah mencapai usia di mana jasa-jasanya sudah dapat dimanfaatkan oleh si ayah, seorang putera yang diharapkan menjadi pewarisnya dan penyampung kelangsungan keturunannya, tiba-tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut nyawa oleh tangan si ayah sendiri.
 
Namun ia sebagai seorang Nabi, [[rasul|pesuruh Allah]] dan pembawa [[agama]] yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam bertaat kepada Allah, menjalankan segala perintah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, istri, harta benda dan lain-lain. Ia harus melaksanakan perintah Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apa pun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
Baris 67:
{{cquote|''Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! ([[Surah As-Saffat|Ash-Shaffaat]] 102)}}
Nabi Isma'il sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika diberitahu oleh ayahnya maksud kedatangannya kali ini tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang berkata kepada ayahnya:
{{cquote|''Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Ash-Shaaffaat 102)}}
 
Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya."
Baris 73:
Kemudian dipeluknyalah Isma'il dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata: "Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah".
 
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Isma'il, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah [[parang]] tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang di tangannya, kedua mata nabi Ibrahim yang tergenang air berpindah memandang dari wajah puteranya ke parang yang mengilap di tangannya, seakan-akan pada masa itu hati beliaudia menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada [[leher]] Nabi Isma'il dan penyembelihan di lakukan . Akan tetapi apa daya, parang yang sudah demikian tajamnya itu ternyata menjadi tumpul dileher Nabi Isma'il dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
 
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizat dari Allah yang menegaskan bahwa perintah perkorbanan Isma'il itu hanya suatu ujian bagi Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu. Nabi Ibrahim telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan perkorbanan puteranya. untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Isma'il tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam memperagakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa parang itu tidak lut memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya:" Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cubalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku. "Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik [[darah]] pun dari daging Isma'il walau ia telah ditelangkupkan dan dicuba memotong lehernya dari belakang.
 
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, kerana gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wahyu Allah dengan firmannya:
{{cquote|''Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah melaksanakan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaaffaat 104-106)}}
 
Kemudian sebagai tebusan ganti nyawa, Isma'il telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim menyembelih seekor [[domba]] yang telah tersedia di sampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tumpul di leher puteranya Isma'il itu, dan inilah asal permulaan [[sunnah]] berqurban yang dilakukan oleh umat Islam pada tiap [[Hari Raya Idul Adha]] di seluruh pelosok dunia.
Baris 88:
 
=== Isma'il menceraikan istrinya ===
Nabi Ibrahim sering berulang kali mengunjungi anaknya. Pada satu hari, beliaudia tiba di Makkah dan mengunjungi rumah anaknya. Suatu ketika, Isma'il tiada di rumah saat itu tidak ada siapapun melainkan istrinya. Istri Isma'il tidak mengenali bahwa orang tua itu adalah mertuanya (bapaknya Isma'il). Apabila Nabi Ibrahim bertanya istri Nabi Isma'il mengenai suaminya itu, beliaudia diberitahu anaknya keluar berburu. Seterusnya Nabi Ibrahim bertanya keadaan mereka berdua. Istrinya berkata: “Kami berada dalam kesempitan.” Nabi Ibrahim berkata: “Apakah kamu mempunyai jamuan, makanan dan minuman?” Dijawab istri Isma'il: “Aku tidak mempunyainya, malah apa pun tiada.” Kelakukan istri Nabi Isma'il itu tidak manis dipandang Nabi Ibrahim karena kelihatan tidak terima dengan pemberian Allah dan jemu untuk hidup bersama suaminya. Malah, dia kelihatan bersifat kikir karena tidak menginginkan kedatangan tamu. Akhirnya Nabi Ibrahim berkata kepada istri anaknya: “Jika suamimu kembali, sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya supaya dia menggantikan pintunya.”
 
Selepas itu Nabi Ibrahim pergi dari situ. Sejurus kemudian, Nabi Isma'il pulang ke rumah dengan hati gembira karena dia menganggap tidak ada hal yang tidak diingini terjadi sepanjang ketiadaannya di rumah. Nabi Isma'il bertanya kepada istrinya: “Apakah ada orang datang menemui kamu?” Istrinya berkata: “Ya, ada orang tua yang kunjungi kita.” Isma'il berkata: “Apakah dia mewasiatkan sesuatu kepadamu?” Istrinya berkata: “Ya, dia menyuruhku menyampaikan salam kepadamu dan memintaku mengatakan kepadamu supaya menggantikan pintumu.” Isma'il berkata: “Dia adalah bapakku. Sesungguhnya dia menyuruhku supaya menceraikanmu, maka kembalilah kepada keluargamu.” Selepas menceraikan istrinya, Nabi Isma'il menikah lagi, kali ini dengan seorang lagi wanita dari Suku Jurhum. Istri baru itu mendapat keredaan bapaknya karena pandai menghormati tamu, tidak menceritakan perkara yang menjatuhkan martabat suami dan bersyukur atas nikmat Allah. Isma'il hidup bersama istri barunya itu hingga melahirkan beberapa anak.