Abu Ayyub al-Anshari: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
k gabung artikel yang sama
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (2)
Baris 2:
[[Berkas:Eyupsultan.JPG|thumb|right|180px]]
'''Abu Ayyub al-Ansari''' ([[Bahasa Arab]]:'''أبو أيوب الأنصاري''') adalah [[Sahabat Nabi]] [[Muhammad]] SAW. Ia bernama asli '''Khalid bin Zaid bin Kulayb'''.
 
 
== Biografi ==
Baris 8 ⟶ 7:
 
{{sahabat nabi}}
{{Sahabat nabi-stub}}
 
Ketika Rasulullah SAW memasuki Madinah, setiap orang berlomba-lomba agar beliaudia berhenti di rumahnya. Namun, Rasulullah shallallahu SAW menunjuk ke arah untanya dan berkata, “Biarkanlah unta ini. Sesungguhnya unta ini telah diperintahkan.” Di depan rumah Malik bin Najjar, duduklah unta tersebut di dekat rumah Abu Ayub al-Anshari, Khalid bin Zaid.
Selama membangun masjid dan rumah, Rasulullah SAW menetap di kediamannya dan Abu Ayub sungguh-sungguh memuliakan kunjungan Rasulullah SAW. Ia bersama istrinya melayani beliaudia dengan pelayanan sebaik-baiknya. Abu Ayub Al-Anshar juga salah seorang yang turut serta dalam bai’at Aqabah kedua.
Istrinya adalah teman dekat Sayidah Aisyah. Tatkala penduduk Mekah membicarakan berita bohong yang menuduh Aisyah berselingkuh dengan pria yang bernama Shafwan bin Mu’atthal, ia bertanya kepada Abu Ayub, suaminya, “Wahai Abu Ayub, apakah engkau sudah mendengar pembicaraan orang tentang Aisyah?” Abu Ayub menjawab, “Ya, demi Allah itu adalah dusta.” Lalu Abu Ayub balik bertanya, “Wahai Ummu Ayub, apakah engkau melakukan perbuatan yang mereka tuduhkan kepada Aisyah itu?” la pun menyahut, “Demi Allah, aku tidak melakukan perbuatan itu.” Abu Ayub kembali berkata, “Demi Allah, sesungguhnya Aisyah lebih suci dan lebih bertakwa daripada dirimu.”
Suatu ketika, pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tamu di rumah Abu Ayub dan tinggal di ruang bawah, secara tidak disengaja air tumpah ke atas lantai. Ummu Ayub pun takut kalau air itu akan mengenai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ia tidak menemukan selain sepotong kain sutera yang mahal harganya. Maka, Ummu Ayub pun segera mengambilnya untuk mengeringkan air itu. Semoga Allah meridhai Abu Ayub dan istrinya.
Abu Ayub tidak pernah absen dalam satu peperangan pun. Ia memegang teguh firman Allah SWT, “Berangkatlah kalian dalam keadaan ringan maupun berat dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian di jalan Allah.” (QS. at-Taubah: 41)
Abu Ayub bergabung dengan Ali bin Abi Thalib untuk menghadapi Mu’awiyah karena Ali pada saat itu adalah Imam kaum Muslimin. Pada saat Mu’awiyah berkuasa, ia rindu untuk ikut berperang, sekalipun usianya telah lanjut. Karenanya, ia pun berangkat bersama pasukan Yazid menuju Kostantinopel. Ketika ajal akan menjemputnya, Abu Ayub meminta agar pasukan Muslimin mendekati benteng Konstantinopel bersamanya. Kemudian tentara Islam berperang di hadapannya sampai mereka berhasil meraih apa yang mereka cita-citakan. Abu Ayub pun akhirnya gugur sebagai syahid dan dimakamkan di sana, yang kemudian kuburannya diziarahi oleh orang-orang Romawi seperti menziarahi kuburan seseorang yang dianggap suci oleh mereka.
 
 
{{Sahabat nabi-stub}}