Asy-Syafi'i: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan Wagino Bot (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Andiazamuddin
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser -- testing again..., replaced: beliau → dia (25), Beliau → Dia (12)
Baris 34:
 
=== Nasab ===
Idris, ayah Imam Syafi'i tinggal di tanah Hijaz, ia merupakan keturunan dari [[Abdul Muthalib|al-Muththalib]], jadi dia termasuk ke dalam [[Bani Muththalib]]. Nasab BeliauDia adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin [[Abdulmanaf bin Qushay|Abdulmanaf]] bin [[Qushay bin Kilab|Qushay]] bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Nasabnya bertemu dengan [[Rasulullah]] di [[Abdulmanaf bin Qushay|Abdul-Manaf]].
 
Dari nasab tersebut, Al-Mutthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie, adalah saudara kandung Hasyim bin Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam .
 
Kemudian juga saudara kandung Abdul Mutthalib bin Hasyim, kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam , bernama Syifa’, dinikahi oleh Ubaid bin Abdi Yazid, sehingga melahirkan anak bernama As-Sa’ib, ayahnya Syafi’. Kepada Syafi’ bin As-Sa’ib radliyallahu `anhuma inilah bayi yatim tersebut dinisbahkan nasabnya sehingga terkenal dengan nama Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie Al-Mutthalibi. Dengan demikian nasab yatim ini sangat dekat dengan Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam .
 
Bahkan karena Hasyim bin Abdi Manaf, yang kemudian melahirkan Bani Hasyim, adalah saudara kandung dengan Mutthalib bin Abdi manaf, yang melahirkan Bani Mutthalib, maka Rasulullah bersabda:
{{cquote|Hanyalah kami (yakni Bani Hasyim) dengan mereka (yakni Bani Mutthalib) berasal dari satu nasab. Sambil beliaudia menyilang-nyilangkan jari jemari kedua tangan beliaudia.|4=HR. Abu Nu’aim Al-Asfahani dalam Hilyah nya juz 9 hal. 65 - 66}}
 
== Masa belajar ==
Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris,” Imam Syafi’i adalah imam bahasa Arab.
 
=== Belajar di Makkah ===
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah.
 
Kemudian beliaudia juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
 
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.
 
=== Belajar di Madinah ===
Kemudian beliaudia pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
 
Di majelis beliaudia ini, si anak yatim tersebut menghapal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
 
BeliauDia menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliaudia menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” BeliauDia juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliaudia menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .” BeliauDia juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”
 
Dari berbagai pernyataan beliaudia di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling beliaudia kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah. Di samping itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi. Ia banyak pula menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya. Tetapi sayang, guru beliaudia yang disebutkan terakhir ini adalah pendusta dalam meriwayatkan hadits, memiliki pandangan yang sama dengan madzhab Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai kelemahan fatal lainnya. Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal dengan gelar sebagai Imam Syafi`ie, khususnya di akhir hayat beliaudia, beliaudia tidak mau lagi menyebut nama Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.
 
=== Di Yaman ===
Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliaudia ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, beliaudia melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini beliaudia banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq. Juga beliaudia mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.
 
=== Di Baghdad, Irak ===
Baris 69:
 
=== Di Mesir ===
Di Mesir Imam Syafi'i bertemu dengan murid Imam Malik yakni Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (qaul qadim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (qaul jadid). Di sana beliaudia wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
== Karya tulis ==
=== Ar-Risalah ===
Salah satu karangannya adalah “Ar risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Ia mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Imam Ahmad berkata tentang Imam Syafi’i,”Beliau”Dia adalah orang yang paling faqih dalam Al Quran dan As Sunnah,” “Tidak seorang pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu) melainkan Allah memberinya di ‘leher’ Syafi’i,”. Thasy Kubri mengatakan di Miftahus sa’adah,”Ulama ahli fiqh, ushul, hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu lainnya sepakat bahwa Syafi’i memiliki sifat amanah (dipercaya), ‘adalah (kredibilitas agama dan moral), zuhud, wara’, takwa, dermawan, tingkah lakunya yang baik, derajatnya yang tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan hidupnya saja masih kurang lengkap,”
 
=== Mazhab Syafi'i ===
Dasar madzhabnya: Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. BeliauDia juga tidak mengambil [[Istihsan]] (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan,”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat,”. Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah (pembela sunnah),”
 
Muhammad bin Daud berkata, “Pada masa Imam Asy-Syafi`i, tidak pernah terdengar sedikitpun beliaudia bicara tentang hawa, tidak juga dinisbatkan kepadanya dan tidakdikenal darinya, bahkan beliaudia benci kepada Ahlil Kalam (maksudnya adalah golongan ''Ahwiyyah atau pengikut hawa nafsu yang juga digelari sebagai Ahlul-Ahwa’ ''seperti ''al-Mujassimah'', ''al-Mu'tazilah'', ''Jabbariyyah'' dan yang sebagainya'') ''dan Ahlil Bid’ah.”
BeliauDia bicara tentang Ahlil Bid’ah, seorang tokoh Jahmiyah, Ibrahim bin ‘Ulayyah, “Sesungguhnya Ibrahim bin ‘Ulayyah sesat.”
Imam Asy-Syafi`i juga mengatakan, “Menurutku, hukuman ahlil kalam dipukul dengan pelepah pohon kurma dan ditarik dengan unta lalu diarak keliling kampung seraya diteriaki, “Ini balasan orang yang meninggalkan kitab dan sunnah, dan beralih kepada ilmu kalam (ilmu falsafah dan logika yang digunakan oleh golongan Ahwiyyah)”
 
BeliauDia mewariskan kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmu beliaudia banyak diriwayatkan oleh para murid- muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan beliaudia pelopor dalam menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental Risalah. Dan dalam bidang fiqih, beliaudia menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang, awamnya dan alimnya. Juga beliaudia menulis kitab Jima’ul Ilmi.
 
BeliauDia mempunyai banyak murid, yang umumnya menjadi tokoh dan pembesar ulama dan Imam umat islam, yang paling menonjol adalah:
1. [[Ahmad bin Hanbal]], Ahli Hadits dan sekaligus juga Ahli Fiqi<ref />h dan Imam Ahlus Sunnah dengan kesepakatan kaum muslimin.
2. Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani
Baris 94:
Kitab “Al Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al Karabisyi dari Imam Syafi’i.
 
Dalam masalah Al-Qur’an, beliaudia Imam Asy-Syafi`i mengatakan, “Al-Qur’an adalah Qalamullah, barangsiapa mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia telah kafir.”
 
=== Al-Umm ===
Baris 101:
"Ikutilah Ahli Hadits oleh kalian, karena mereka orang yang paling banyak benarnya.”
 
BeliauDia berkata, “Semua perkataanku yang menyelisihi hadits yang shahih maka ambillah hadits yang shahih dan janganlah taqlid kepadaku.”
 
BeliauDia berkata, “Semua hadits yang shahih dari Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam maka itu adalah pendapatku meski kalian tidak mendengarnya dariku.”
 
BeliauDia mengatakan, “Jika kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam maka ucapkanlah sunnah Rasulullah dan tinggalkan ucapanku.”
 
== Akhir Hayat ==
Baris 118:
Sejumlah ulama pergi menemui wali Mesir yaitu Muhammad bin as-Suri bin al-Hakam, memintanya datang ke rumah duka untuk memandikan Imam sesuai dengan wasiatnya. Ia berkata kepada mereka, "Apakah Imam meninggalkan hutang?", "Benar!" jawab mereka serempak. Lalu wali Mesir memerintahkan untuk melunasi hutang-hutang Imam seluruhnya. Setelah itu wali Mesir memandikan jasad sang Imam.
 
Jenazah Imam Syafi'i diangkat dari rumahnya, melewati jalan al-Fusthath dan pasarnya hingga sampai ke daerah Darbi as-Siba, sekarang jalan Sayyidah an-Nafisah. Dan, Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan jenazah Imam ke rumahnya, setelah jenazah dimasukkan, beliaudia turun ke halaman rumah kemudian salat jenazah, dan berkata, "Semoga Allah merahmati asy-Syafi'i, sungguh ia benar-benar berwudhu dengan baik."
 
Jenazah kemudian dibawa, sampai ke tanah anak-anak Ibnu Abdi al-Hakam, disanalah ia dikuburkan, yang kemudian terkenal dengan Turbah asy-Syafi'i sampai hari ini, dan disana pula dibangun sebuan masjid yang diberi nama Masjid asy-Syafi'i. Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam sampai 40 hari 40 malam, setiap penziarah tak mudah dapat sampai ke makamnya karena banyaknya peziarah.
Baris 132:
{{lifetime|767|819|Syafi'i, Imam}}
 
{{Navbox Ulama Ahli Fiqih Mazhab Syafi'i}}{{Islam-bio-stub}}{{Islam-stub}}{{Portal|Islam}}

[[Kategori:Imam Sunni]]
[[Kategori:Bani Muththalib]]
[[Kategori:Syafi'i|Syafi'i]]
Baris 140 ⟶ 142:
[[Kategori:Imam Mazhab]]
[[Kategori:Ulama Tabi'ut Tabi'in]]
 
 
{{Islam-bio-stub}}
{{Islam-stub}}