Imam adz-Dzahabi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan Wagino Bot (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Andiazamuddin
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k penggantian teks otomatis dengan menggunakan mesin AutoWikiBrowser, replaced: beliau → dia (15), Beliau → Dia (19)
Baris 5:
| region = [[Turkmenistan]]
| era = Era Pertengahan
| color = #B0C4DE
 
<!-- Image and Caption -->
| image =
| caption =
 
<!-- Information -->
Baris 23:
}}
 
'''Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah adz-Dzahabi al-Fariqi''', yang lebih dikenal sebagai ''Al-Imam Adz-Dzahabi'' atau ''Al-Dhahabi'', adalah seorang Ulama Sunni. BeliauDia berasal dari Maula Bani Tamim.
 
==Kehidupannya==
BeliauDia dilahirkan pada tahun 673 H di Mayyafariqin Diyar Bakr. Ia dikenal dengan kekuatan hafalan, kecerdasan, kewara’an, kezuhudan, kelurusan aqidah dan kefasihan lisannya. BeliauDia wafat pada malam Senin, 3 Dzulqa’dah 748 H, di Damaskus, Suriah dan dimakamkan di pekuburan [[Bab ash-Shaghir]].
 
===Guru-gurunya===
BeliauDia menuntut ilmu sejak usia dini dan ketika berusia 18 tahun menekankan perhatian pada dua bidang ilmu: Ilmu-ilmu al-Qur’an dan Hadits Nabawi. BeliauDia menempuh perjalanan yang jauh dalam mencari ilmu ke Syam, Mesir, dan Hijaz (Mekkah dan Madinah). BeliauDia mengambil ilmu dari para ulama di negeri-negeri tersebut. Diantara para ulama yang menjadi guru-guru beliaudia adalah:
 
* Syaikhul Islam [[Ibnu Taimiyah]]
 
Yang beliaudia letakkan namannya paling awal di deretan guru-guru yang memberikan ijazah pada beliaudia dalam kitabnya, Mu’jam asy-Syuyukh. BeliauDia begitu mengagumi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan mengatakan, “Dia lebih agung jika aku yang menyifatinya. Seandainya aku bersumpah di antara rukun dan maqam maka sungguh aku akan bersumpah bahwa mataku belum pernah melihat yang semisalnya. Tidak…-Demi Allah- bahkan dia sendiri belum pernah melihat yang semisalnya dalam hal keilmuan.” (Raddul Wafir , hal. 35)
 
* Al-Hafizh Jamaluddin Yusuf bin Abdurman al-Mizzi
 
Yang dikatakan oleh beliaudia, “Dia adalah sandaran kami jika kami menemui masalah-masalah yang musykil.” (ad-Durar al-Kaminah,V:235)
 
* Al-Hafizh Alamuddin Abdul Qasim bin Muhammad al-Birzali
 
Yang menyemangati beliaudia dalam belajar ilmu hadits, beliaudia mengatakan tentangnya: “Dialah yang menjadikanku mencintai ilmu hadits.” (ad-Durar al-Kaminah, III:323)
 
Ketiga ulama diatas adalah yang banyak memberikan pengaruh terhadap kepribadian beliaudia. Adapun guru-guru beliaudia yang lainnya adalah Umar bin Qawwas, Ahmad bin Hibatullah bin Asakir, Yusuf bin Ahmad al-Ghasuli, Abdul Khaliq bin Ulwan, Zainab bintu Umar bin Kindi, al-Abuqi, Isa bin Abdul Mun’im bin Syihab, Ibnu Daqiqil ‘Id, Abu Muhammad ad-Dimyathi, Abul abbas azh-Zhahiri, ali bin Ahmad al-Gharrafi, Yahya bin ahmad ash-Shawwaf, at-Tauzari, masih banyak lagi yang lainnya.
 
Al-Imam adz-Dzahabi memiliki Mu’jam asy-Syuyukh (Daftar Guru-Guru) beliaudia yang jumlahnya mencapai 3000-an orang (adz-Dzahabi wa Manhajuhu fi Kitabihi, Tarikhil Islam)
 
==Murid-muridnya==
Di antara murid beliaudia adalah: Tajuddin as-Subki, Muhammad bin Ali al-Husaini, al-Hafizh [[Ibnu katsir]], al-Hafizh [[Ibnu Rajab]], dan masih banyak lagi selain mereka.
 
==Perkataan para Ulama tentang beliaudia==
 
Al-Imam Ibnu Nashruddin ad-Dimasyqi berkata, “Beliau“Dia adalah Ayat (tanda kebesaran Allah-red) dalam ilmu rijal, sandaran dalam jarh wa ta’dil (ilmu kritik hadits-red) lantaran mengetahui cabang dan pokoknya, imam dalam qiraat, faqih dalam pemikiran, sangat paham dengan madzhab-madzhab para imam dan para pemilik pemikiran, penyebar sunnah dan madzhab salaf di kalangan generasi yang datang belakangan.” (Raddul Wafir, hal. 13) Ibnu Katsir berkata, “Beliau“Dia adalah Syaikh al-Hafizh al-kabir, Pakar Tarikh Islam, Syaikhul muhadditsin ……beliau……dia adalah penutup syuyukh hadits dan huffazhnya.” ([[al-Bidayah wa an-Nihayah]], XIV:225)
 
Tajuddin as-Subki berkata, “Beliau“Dia adalah syaikh Jarh wa Ta’dil, pakar Rijal, seakan-akan umat ini dikumpulkan di satu tempat kemudian beliaudia melihat dan mengungkapkan seja mereka.” (Thabaqah Syafi’iyyah Kubra, IX:101)
 
an-Nabilisi berkata, “Beliau“Dia pakar zamannya dalam hal perawi dan keadaaan-keadaan mereka, tajam pemahamannya, cerdas, dan ketenarannya sudah mencukupi dari pada menyebutkan sifat-sifat nya.” (ad-Durar al-Kaminah, III:427)
 
Ash-Shafadi berkata, “Beliau“Dia seorang hafizh yang tidak tertandingi, penceramah yang tidak tersaingi, mumpuni dalam hadits dan rijalnya, memiliki pengetahuan yang sempurna tentang ‘illah dan keadaan-keadaannya, memiliki pengetahuan yang sempurna tentang biografi manusia. Menghilangkan ketidakjelasan dan kekaburan dalam seja manusia. BeliauDia memiliki akal yang cerdas, benarlah nisbahnya kepada dzahab (emas). BeliauDia mengumpulkan banyak bidang ilmu, memberi manfaat yang banyak kepada manusia, banyak memiliki karya ilmiah, lebih mengutamakan hal yang ringkas dalam tulisannya dan tidak berpanjang lebar. Aku telah bertemu dan berguru kepadanya, dan membaca banyak dari tulisan-tulisannya di bawah bimbingannya. Aku tidak menjumpai padanya kejumudan, bahkan dia adalah faqih dalam pandangannya, memiliki banyak pengetahuan tentang perkataan-perkataan ulama, madzhab-madzahab para imam salaf dan para pemilik pemikiran.” (al-Wafi bil Wafayat, II:163)
 
==Diantara perkataan-perkataan beliaudia==
 
Al-Imam adz-Dzahabi berkata, “Tidak sedikit orang yang memusatkan perhatiannya pada ilmu kalam melainkan ijtihadnya akan membawanya kepada perkataan yang menyelisihi Sunnah. Karena itulah ulama salaf mencela setiap yang belajar ilmu-ilmu para umat sebelum Islam. Ilmu kalam turunan dari ilmu para filosof atheis. Barangsiapa yang sengaja ingin menggabungkan ilmu para nabi dengan ilmu para ahli filsafat dengan mengandalkan kecerdasannya maka pasti dia akan menyelisihi para nabi dan para ahli filsafat. Dan barangsiapa yang berjalan di belakang apa yang dibawa oleh para rasul …..maka sungguh dia telah menempuh jalan salaf dan menyelamatkan agma dan keyakinannya.” (Mizanul I’tidal, III:144)
 
BeliauDia menukil perkataan ma’mar, “Dahulu dikatakan bahwa seseorang menuntut ilmu untuk selain Allah maka ilmu itu enggan hingga semata-mata untuk Allah.” Kemudian beliaudia mengomentari perkataan ma’mar tersebut dengan mengatakan, “Ya, dia awalnya menuntut ilmu atas dorongan kecintaan kepada ilmu, agar menghilangkan kejahilannya, agar mendapat pekerjaan, dan yang semacamnya. Dia belum tahu tentang wajibnya ikhlas dalam menuntutnya dan kebenaran niat di dalamnya. Maka jika sudah mengetahuinya, dia hisab dirinya dan takut terhadap akibat buruk dari niatnya yang keliru, maka datanglah kepada niat yang shahih semuanya atau sebagiannya. Kadang dia bertaubat dari niatnya yang keliru dan menyesal. Tanda atas hal itu ialah bahwasanya dia mengurangi dari klaim-klaim, perdebatan, dan perasaan memiliki ilmu yang banyak, dan dia hinakan dirinya. Adapun jika dia merasa banyak ilmunya atau mengatakan “saya lebih berilmu dari pada Fulan; maka sungguh celakalah dia.” (Siyar A’lamin Nubala’ , VII:17)
 
BeliauDia berkata, “Yang dibutuhkan oleh seorang hafizh adalah hendaknya bertakwa, cerdas, mahir Nahwu, mahir ilmu bahasa, memiliki rasa malu dan bermanhaj salaf.” (Siyar, XIII:380)
 
BeliauDia berkata, “Ahli hadits sekarang hendaknya memperhatikan kutubs sittah, musnad Ahamd dan Sunan Baihaqi. Dan hendaknya teliti terhadap matan-matan dan sanad-sanadnya, kemudian tidak mengambil manfa’at dari hal itu hingga dia bertakwa kepada Rabbnya dan menjadikan hadits sebagai dasar agama. Kemudian ilmu bukanlah dengan banyak riwayat, tetapi dia adalah cahaya yang Allah pancarkan ke dalam hati dan syaratnya adalah ittiba’ (mengikuti nabi Shallallahu alaihi wassalam-red) dan menjauhkan diri dari hawa nafsu dan kebid’ahan.” (Siyar, XIII:323)
 
BeliauDia berkata, “Kebanyakan ulama pada zaman ini terpaku dengan taqlid dalam hal furu’, tidak mau mengembangkan ijtihad, tenggelam dalam logika-logika umat terdahulu dan pemikiran ahli filsafat. Dengan demikian, bencana pun meluas, hawa nafsu menjadi hukum dan tanda-tanda tercabutnya ilmu semakin nampak. Semoga Allah memati seseorang yang mau memperhatikan kondisi dirinya, menjaga ucapannya, selalu membaca al-Qur’an, menangis atas kejadian zaman, memperhatikan kitab ash-Shahihain dan beribadah kepada Allah sebelum ajal datang secara tiba-tiba.” (Tadzki al-Huffazh, II:530)
 
==Karya-Karyanya==
Baris 76:
[[Berkas:Sejarah Islam Imam adz-Dzahabi 53 jilid.png|thumb|right|360px|Kitab sejarah Islam (''Tarikh Islam'') setebal 53 jilid]]
 
BeliauDia memiliki sekitar 100 karya tulis, di antara karya-karya tulis itu adalah:
# al-‘Uluww lil ‘Aliyyil Ghaffar
# Taariikhul Islam
Baris 117:
 
== External links ==
* {{id}} [http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/09/07/al-imam-adz-dzahabi-673-784-h/ al-Imam-adz-dzahabi]
 
[[Kategori:Syafi'i|Dzahabi]]